Merupakan tradisi membangunkan sahur dibulan Ramadhan. Nama
tersebut tentunya masing-masing daerah berbeda. Seringnya tradisi ini dilakukan
oleh anak-anak, sembari menunggu waktu sahur berkeliling membunyikan kentongan.
Berkeliling membunyikan seperangkat kentongan, panci logam, ember besar memutar
kampung berpindah dari satu gang ke gang yang lain menyuarakan sahur-sahur
diselingi lagu-lagu sederhana yang mengundang gelak tawa.
Adapun kentongan itu sendiri terbuat dari bambu bagian batang
antar ruas sengaja dilubangi memanjang kemudian bagian atasnya sebagai
pegangan. Alat pemukulnya dapat terbuat dari kayu juga yang apabila diketuk
berbunyi ‘tong. Suara khas seperti kentongan konvensional yang sering digunakan
pos ronda. Biasanya satu minggu sebelum nya kentongan sudah dibuatnya mendekati
hari menjelang puasa mereka sibuk memainkannya selepas sholat isya. Sebagai
tanda luapan kegembiraan bahwa mereka akan berjumpa bulan yang penuh berkah
bulan Ramadhan.
Tidak hanya itu suara lain sebagai pelengkap berasal dari panci
logam, yang menghasilkan suara ‘prek. Mereka mencari panci logam yang tidak
terpakai di rumahnya sebagai pelengkap suara atau barang lain seperti ember
bekas, galon dan sebagainya. Kreatifitas yang turun yang terus
dilestarikan hingga sekarang dan tidak jauh berbeda baik segi alat maupun cara
penyampaiannya.
Herannya mereka (anak-anak) rela bangun dini hari jam 01.00 rela
menunggu temannya di perempatan jalan yang notabene apabila hari-hari biasa
untuk bangun jam 5 saja belum tentu mau, bahkan untuk ke kamar mandi pun harus
ditemani orang tuanya. Berasa seperti dihipnotis mereka bisa bangun tanpa
dibangunkan orang tuanya dengan penuh semangat temannya berdatangan ke rumahnya
jika sepertinya belum tampak hadir sedang merela sudah datang semuanya.
Semangat mereka masih polos menyambut bulan Ramadhan, keadaan
seperti ini hanya dijumpai dikampung pinggiran. Daerah perkotaan belum
bisa dikatakan aman bagi anak-anak yang keluar dini hari meskipun mereka tidak
sendiri sehingga orang tuanya merasa kurang aman bagi anaknya untuk bisa
berinteraksi sekedar untuk membangunkan sahur. Memang secara interaksi sosial
di desa sangat lekat dengan guyub rukun, gotong royong dan jiwa-jiwa saling
mengingatkan satu sama lain.
No comments:
Post a Comment