Monday, 27 June 2016

Pendidikan Melayani

Bunyi notifikasi Blackberry Massanger  telah mengingatkan dari siang hari, sebuah acara pertemuan dengan sedulur-sedulur maiyahan Suluk Pesisiran. Bertempat di Jalan Teratai Pekalongan  tepatnya di Ayam Bakar Surabaya menjadi tempat berbagi cerita sekaligus menunggu untuk berbuka puasa. Tidak hanya dari kalangan masyarakat maiyahan suasana parkiran berjajar sepeda motor kebanyakan mereka dari kalangan kawula muda bersama teman sebayanya dengan sabar menunggu pesanan menu makanan.

Salah satu dari penggiat maiyahan Mas Idris Ar Rumi mengajak agar segera memasuki ruang makan.  Sebuah warung makan penjaja makanan Ayam Bakar khas Surabaya yang mempunyai 2 lantai pada bagian pertama digunakan sebagagai dapur dan beberapa bagian tampak berjejer meja makan. Sedangkan Mas Idris memilih lantai 2 dengan menaiki tangga menyisiri dapur bagian belakang.  

Senyum ramah perempuan berjilbab hijau selalu menghias kepada pengunjung disetiap berpapasan sembari membawa baki, hilir mudik memasuki ruangan lesehan begitu banyaknya pesanan yang harus diantarkannya. Tak kalah sibuknya laki-laki tangguh tanpa buku catatan pun merupakan teman sejawat perempuan itu, terus mengingat setiap pesanan pelanggannya yang masing kurang jumlahnya. Ternyata tangga berbentuk “L” ini, sudah menjadi lalu lintas kesibukan menjelang berbuka puasa.

Goresan penat pikiran mereka seakan tak pernah pedulikan asalkan semua pengunjung bisa nyaman dengan keadaan beserta sajian yang mereka persembahkan. Gaun panjang perempuan yang tidak menyerupai laki-laki telah tampak berseragam membentuk karakter kesabaran dalam langkahnya. Tidak memperdulikan kepraktisannya, namun kesesuian gender bahwa dia hakikatnya sebagai perempuan sebaimana mestinya, sungguh pemandangan yang langka.

Obrolan diantara mereka disela penantian adzan maghrib seakan membasuh rasa kerinduan atas kebersamaan (maiyah) menghantarkan keriangan menyambut kedatangan adzan. Mas Asep sebagai pemimpin doa berbuka puasa dengan suara sendu harapan agar puasa hari ini bisa diterima oleh Allah SWT. Bahagia atas rasa syukur bisa dipertemukan kembali dalam keadaan yang sama atas kepentingan bersama membalut rasa kedekatan jiwa menjadi mutiara-mutiara pemikiran sebagai penggiat maiyah di Pekalongan.

Kesibukan lain terlihat oleh Mas Uib Budin yang rela tidak menyantap menu buka puasa terlebih dahulu melainkan ia memastikan jumlah pesanan untuk pengunjung yang datang. Lembaran kertas yang selalu dibawanya berisikan daftar hadir terkadang ia memanggil pramusajinya membereskan beberapa kekurangan menu yang belum terpenuhi.  

Unsur pendidikan melayani pada diri manusia sangat perlu, bahkan yang dicipkan oleh manusia sepatutnya sebagai pelayannya. Semisal pengingat pesan (reminder alert) atau notifikasi pada perangkat smart phone, sangat membantu manusia untuk mengingatkan jadwal kegiatannya. Pramusaji yang menerima pengunjung dengan berbagai karakter, berbagai jenis makanan atau pastinya segudang macam komplainan mereka terus merasakan setiap harinya. Penggiat maiyah yang memeras segenap pemikirannya agar spirit pelaksanaan agenda bulanan dapat dilaksanakan. Bahkan orang tua yang terus melayani anaknya semenjak lahir hingga sekarang. 

“Jiwa melayani adalah kemuliaan manusia di mata Tuhannya bahwa ia merelakan dirinya untuk didahului orang lain dan ia tidak memikirkan atas keberadaan dirinya".



No comments:

Post a Comment