Friday, 17 June 2016

Puasa Libur

Nasi yang sudah tertata rapi di meja makan menjadi tanda  Dharma sudah selesai tugasnya.  Yatmi yang sudah bangun jam 03.00 dini hari menyiapkan masakan tak ada yang beda dengan hari biasanya mereka lakukan. Tempe goreng menu kebiasaan yang  tidak pernah tertinggal dengan khas bawang putih dan sedikit garam sengaja Yatmi buatkan beserta kecap irisan lombok rawit sudah membuat mereka mencapai kenikmatan hidup sesungguhnya.

Ramadhan membuat Yatmi masih memilih untuk tidak berjualan seperti biasanya. Hidup kepasrahan menerima nafkah dari Dharma seberapapun yang diperolehnya saat mencium tangannya disore hari entah barang dagangan masih tersingkap di keranjang sepeda maupun Dharma pulang lebih siang saat pasar ramai mencari barang dagangannya. Menekan segala keinginannya membuat ia sadar bahwa menikmati hidup bukan menurut orang lain melainkan membebaskan pilihan diri sendiri atas nikmat dihari itu.

Yatmi tidak merasa miskin meski orang lain menganggap hidupnya dibawah rata-rata orang dikampungnya. Semisal pun orang menanyakan kepadanya mengenai kecukupan nafkah yang diterimanya, maka hanya senyuman kecil yang tak bermakna selain kebahagiaan hidup bersama suaminya Dharma. Laki-laki hampir tidak pernah menandakan soerang yang mempunyai kehidupan  religius di masyarakat. Bakti yatmi begitu teguhnya kepadanya karena percaya bahwa hanya prinsip penghambaan diri yang dilakukan Dharma sudah mendarah dalam sujud sepertiga malam mensyukuri atas nikmat yang ia terimanya hari ini dan mengharap lebih lagi mensyukuri atas nikmat esok yang belum pernah terjadi.

Jalan kehidupan tidak mengharapkan mudah justru kesulitan menjadi buah kedewasaan Yatmi. Wujud dari realitas kehidupan telah hadapi Yatmi menerima keadaan yang Tuhan berikan kepadanya. Sore yang tak menentu terhadap hasil yang diterima Dharma menyisakan cerita tersendiri saat keadaan terhimpit kebutuhan. Memang takaran dari keluarga mereka hanya kebutuhan bukan keinginan, itu pun mereka masih terus belajar memaknai hidup beserta kewajarannya. Mereka hanya menjalan Pikiran mereka harus lebih diperas disaat kebutuhan mereka tidak bisa terbayar dengan penghasilannya.  Saudara Yatmi yang terkadang turut membantu meski suatu saat bantuannya tersebut dikembalikan lagi.


Hanya satu sumur didalam rumah mereka di bulan Ramadhan ungkapan tersebut sangat patut  bagi keluarga Dharma. Hanya mengandalkan penghasilan dari suaminya, semangat Yatmi tentunya lebih leluasa untuk berkhidmad melayani suaminya. Sebelas bulan yang  Tuhan berikan kiranya sudah cukup untuk membantu perekonomian suaminya. Keyakinan yang dalam terhadap pemberian rezeki tidak semata dinilai dari penghasilan, keadaan hati yang damai dan legowo menikmati rasa syukur senantiasa terbawa dalam hari-harinya. Tentunya hal tersebut tidak semua orang dapat merasakannya karena kebahagiaan sejati terletak dalam hati untuk bisa menerima kehendak-Nya.

No comments:

Post a Comment