Di parkiran tempat kerja aku sengaja
menempatkan motor agak ke belakang, siang menjelang sore hari itu aku pulang
agak lambat. Kunci kontak sudah aku posisikan on, diseberang lorong parkiran
temenku Erik duduk dipinggir taman, sepertinya dia menunggu sesuatu untuk pergi
berombongan. Tanpa berpikir lama aku langsung bertanya,
“Sedang nunggu siapa rik?” tanyaku
“Nih sedang nunggu Royan mau takziah”
“Emang yang meninggal siapa rik?’
“Ibunya mukti kron semalem meninggal
di ICU lha sekarang mau takziah kesana”
“Oh aku ikut sekalian ya!”
“Ya silakan kalo mau ikut”
Aku berpamitan jalan dulu, jarum indikator
bensin sudah menunjukkan di E artinya harus cepet menuju pom bensin. Layaknya
dikejar setoran aku melaju ke pompa bensin yang jaraknya 200 meter dari tempat
kerja. Antrian disana tidak seperti biasanya nunggu giliran 1 motor tiba
giliranku motor astrea grand diisi beberapa liter bensin.
Rombongan motor tiba menghampiri
kemudian bersama-sama menuju ke Comal. Jalan Pantura terkenal dengan keramaian
akses penggunanya sebagian besar kendaraan besar seperti truk muatan berton-ton
serta bus besar silih berganti menyalip menambah riuhnya suasana jalanan. Asap
hitam mengepul mengenai masker hijau bekas dari tempat kerja berubah menjadi
agak kehitam-hitaman. Sesampainya di pasar Wiradesa ada 2 orang yang telah
menunggu mempunyai tujuan yang sama bertakziah ke rumahnya Mukti.
Perempatan Blandong menjadi jalan terakhir
Pantura karena rombongan berbelok ke kiri menuju jalan kecamatan. Desa Pecangakan
merupakan gang menuju rumah Mukti atau lebih tepatnya rumah duka yang merupakan
tujuan akhir rombongan. Erik menjadi pemandu jalan agar mengetahui kapan motor
ini bisa berhenti tepat di depan rumahnya. Rumah berwarna kuning menjadi
pilihan Erik untuk berhenti dan parkir didepannya. Empat buah kursi didepan
teras rumah terlihat ada dua orang yang usianya cukup dibilang tidak muda lagi
sedang ngobrol berdua. Tak lama
kemudian Mukti mengenakan baju muslimnya berwarna hitam keluar dari ruang
tengah menyambut kedatangan rombongan. Ucapan demi ucapan mengiringi suasana
akrab serta rasa berbela sungkawa atas kepergian ibunya.
Masih terlihat sayup mata bekas
tangisan duka mendalam menggelayut keadaan hati Mukti yang beberapa jam lalu
almarhum ibunya telah dimakamkan. Susana duka terpancar dari wajah kerabat
Mukti yang setia mendampinginya menerima tamu nya. Cerita demi cerita
dilontarkan antar beberapa teman Mukti yang merawat detik-detik Ibunya akan
menghadap keharibaan-Nya. Aku pun hanya terdiam tidak maksud apa yang
dibicarakan mereka dengan istilah keperawatan menceritakan variable-variabel nilai sebagai
tanda keadaan tiap organ tubuh manusia. Istilah tersebut hanya sesame perawat
ICU yang memahaminya.
Waktu sore telah tiba kami pun
berpamitan pulang dan ketika itu pula perwakilan perawat menyudahi pertemuan
tersebut. Ucapan bela sungkawa kembali terucap atas perwakilan yang datang
tidak hanya itu ucapan doa agar segala amal kebaikan ibu dapat diterima disisi
Allah SWT. Satu per satu meninggalkan rumah Mukti.
Perjalanan pulang ke rumah masing –
masing melewati jalur kearah Sragi tanda gerimis sudah mulai terasa, aku
melambatkan laju kendaraan mengenakan jas hujan. Ternyata memang benar langit
semakin mendung menghitam. Alhamdulillah jas hujan ku bisa menjaga dari tiupan angin
bahkan air hujan yang semakin besar. Arah ke Sipait hujan begitu lebatnya tiada
terbesitnya untuk berhenti sebentar berteduh. Setidaknya mulut ini tidak
berhenti untuk ber-online ria kepada
Nya agar bisa selamat sampai tujuan. Jalanan yang rata-rata sudah berbentuk cor
memudahkan roda kendaraan tidak mudah tergelincir disaat terkena hujan. Namun
kejadian tak diduga ada lubang yang
cukup dalam hingga aku tidak bisa menghidar. Roda depan berbunyi “preeek’
menghantam lubang yang tidak terlihat dalam karena tertutup air hujan. Serasa kaget
dengan keadaan yang datangnya tiba-tiba, semoga bannya aman dan tidak bocor.
Alhamdulillah hujan penuh keberkahan menemani hingga di Wiradesa aku pun terus
mengucap rasa syukur dengan keadaan kedinginan menunggu adzan magrib untuk
berbuka puasa.
“
No comments:
Post a Comment