Jalan Kusuma Bangsa
sudah mulai ramai dikunjungi yang pada umumnya para pemuda dari berbagai
daerah. Acara yang diberi nama tadabbur bersama Cak Nun dan Kiai Kanjeng
digelar di Kota Pekalongan. Kebanyakan dari mereka menggunakan sepeda motor yang
pada jam 5 sore telah berada di Lokasi Auditorium STAIN Pekalongan.
Adapun tema yang
diangkat dalam acara tersebut adalah dialog agama, seni dan budaya. Sangat
tepat untuk saat ini kebanyakan masyarakat masih susah untuk membedakan dimensi dari
ketiga unsur yang selalu berkaitan dalam kehidupan manusia. Acara dimulai
dengan pertunjukan seni gamelan khas kreatifitas El Fata mahasiswa STAIN
Pekalongan.dan pementasan seni tari.
Sudah saya
rencanakan semoga bisa mendapatkan tempat duduk bagian depan Alhamdulillah kesempatan
tersebut saya dapatkan. Para pengunjung yang hadir sepertinya ingin sekali agar
acara inti bisa dimulai. Tepuk
tangan sangat meriah disaat Mbah Nun beranjak naik dari panggung sebelah
selatan dengan pakaian serba hitam menuju bagian tengah panggung. Momen yang
sangat langka terjadi para pengunjung bagian depan menyerobot tangan Mbah Nun
untuk bersungkem kepada beliau. Saya pun tidak ketinnggalan turut serta naik
tangan beliau saya pegang kemudian saya ciumnya, Subhanallah aroma minyak wangi
masih dikenakan beliau. Permulaan yang sangat menyenangkan untuk pertama
kalinya bisa bersungkem kepada beliau. Terlepas hal demikian disebut taqlid
atau bidah dengan mencium tangan seorang kiai atau guru saya tak menghiraukan.
Keikhlasan menghormati beliau sebagai guru sekaligus orang tua yang harus saya
hormati dengan pendekatan akal manusia menjunjung tinggi rasa kesopanan kepada
orang tua.
Mbah Nun mulai
membuka acaranya didampingi oleh para dosen STAIN Pekalongan dan beberapa
mahasiswa yang duduk disamping beliau. Tidak ada panggung milik Mbah Nun bahwa
panggung adalah milik bersama. Tujuan bersama untuk menggali dan menggolah segala sesuatu menjadi ilmu,
kegembiraan dan hikmah. Mbah Nun menjelaskan bahwa sesuatu kejadian yang
dilihat pada malam ini tidak terjadi pada obyek bendanya melainkan ada
keterikatan antara benda dengan pikiran dan hati yang melihat kejadian itu.
Penampilan Kiai
Kanjeng diawali dengan tampilnya Mas Doni yang sebagaimana membawakan lagu One More Night Marron 5. Sebelumnya Mbah Nun mewanti-wanti
untuk menemukan sisi agama, seni dan budaya kepada pengunjung. Aksi panggungnya
dapat menghipnotis
pengunjung rata-rata mahasiswa yang sudah tidak asing lagi dengan lagu
tersebut. Namun ada yang berbeda dalam aksi panggungnya yaitu dengan iringan
gamelan yang dipadukan lagu barat ternyata menghasilkan alunan nada yang sangat
indah didengar terciptalah lagu barat yang kejawa-jawaan.
Mbah Nun
melanjutkan pembicaraanya, selanjutnya beliau mengajak perwakilan mahasiswa
untuk berdiskusi mengenai pandangannya terhadap lampu yang terdapat diatas
panggung. Mbah Nun menanyakan, “Coba lihat lampu itu, bisakah anda
mengidentifikasi apa itu listrik, apa itu bohlam, dan apa itu cahaya, serta
bagaimana hubungan di antara ketiganya?” Dia menjawab dengan tepat,
identifikasi dan hubungan antara ketiganya. Bahwa listrik adalah yang bergerak
melalui kabel dan sampai kepada bohlam, dan kemudian bohlam itu yang
menjadikannya cahaya atau sinar terang. Berangkat dari pemahaman logika awal
tersebut menjadi modal dasar Mbah Nun untuk memperdalam lebih lanjut mengenai
seni, budaya dan agama.
Bahasan lebih
meruncing kepada islam, Mbah Nun menanyakan, “Apabila dalam bulatan itu islam
maka faktor primer yang terdapat dalam bulatan tersebut apa saja?” Jawaban dari
mereka ada yang menjawab 5 rukun islam, ada juga yang menjawab hal yang pertama
adalah Syariat dan lain-lain. Mbah Nun menggiring dari semua jawaban untuk
lebih fokus bahwa hal terpenting dalam bulatan islam adalah Allah SWT. Dialah
Allah SWT yang memperkenalkan mahluk-Nya kepada diri-Nya. Dial ah Allah SWT
menurunkan agama islam. Ketika Allah SWT memerintahkan untuk menutup aurat itu
adalah agama. Maka disaat itu pula Allah SWT melengkapi makhluknya dibekali
akal dan pikiranya. Manusia
tunduk atas perintah-Nya dengan kemampuannya memotong kain kemudian
dijadikannya pakaian. Mempertimbangkan fungsi serta estetika nya tubuh manusia.
Kegiatan yang dilakukan manusia didalamnya disebut sebagai budaya sehingga
agama dan budaya adalah hal yang tidak bisa terelakkan keberadaannya.
Mbah nun memberikan
gambaran mengenai agama, seni dan budaya bahwa untuk menilai masing-masing
unsur menggunakan hati dan akal (pikiran) manusia. Hati berkaitang dengan
kehendak sedangkan akal (pikiran) yang meregulasinya. Semua seni bersumber pada
agama tinggal hati dan pikiran manusia yang bisa menentukannya. Seberapa
ingatnya manusia kepada Tuhannya disaat bermain musik. Bukan terletak obyek
musiknya yang disalahkan. Seni musik misalnya, terdapat bunyi, nada, ritme dan
lagu. Bunyi dihasilkan bahan yang diambil dari alam. Genderang diambil dari
kulit lembu adalah ciptaan Allah SWT. Seruling terbuat dari bambu dan lain
sebagainya. Nada dihasilkan dari urutan kedudukan bunyi dari sebuah alat musik.
Akal manusia yang dapat mengubah bunyi dari berbagai tingkatan. Ritme merupakan
buah dari akal manusia memberikan
kecepatan ditiap nadanya. Sedangkan lagu adalah gabungan dari nada, ritme dan
syair yang diciptakan oleh manusia.. Terdapat sebuah pertanyaan dari mahasiswa
yang dilontarkan kepada Mbah Nun, ”Mbah Nun apa
hukumnya bermain musik soalnya guru
saya pernah bilang musik itu bisa halal dan bisa haram?” simbah pun tersenyum menjawab
“Pernyataan musik bisa halal atupun haram yang menyebutkan guru mu?kok malah
Saya yang suruh menjawab?” “Begini mas..semua yang diciptakan manusia harus
sesuai dengan empan papan. Kalau sedang sholat kemudian kamu mengiringinya
dengan gamelan ya hukumnya haram. Tapi kalau musik dimainkan tepat tempat
beserta waktunya ya hukumnya boleh. Terus misalnya ada pernyataan musik haram
karena dapat melupakan manusia maka yang salah manusianya. Sifat manusia yang
gampang terpengaruh keadaan, bukan musiknya yang diharamkan, jelas gitu ya
mas’.
Anak-anak generasi
muda ini diharapkan penuh oleh Mbah Nun. Karenanya mereka dianjurkan tidak saja
mengenal ta’lim, tadris, tarbiyah, tafhim, tetapi juga takdib. Secara
terminologis, takdib berarti pemberadaban. Takdib inilah yang tidak dikenal di
diknas. “Dengan ta’dib, Anda akan mampu menghadapi tantangan masa depan yang
kita belum tahu persis seperti apa pada tahun 2017, 2024, hingga 2040. Kalian
harus wal tandhur nafsum ma qaddamat lighod.
Kalianlah yang akan memegang peranan di masa mendatang. Karena itu, secara
spiritual kalian harus dekat dengan Allah, secara intelektual harus lantip, hati
harus sudah selesai sehingga tak punya iri hati dan dendam, dan secara mental
harus tangguh,” pesan Mbah Nun.
Pesan lain yang
disampaikan Mbah Nun agar kita semua menghindari dari sebuah prasangka. prasangka (ijtanibu katsiron minadh dhonni),
karena itulah ilmu dibutuhkan. Terlebih, karena hukum sesuatu itu ada kalanya
tidak terletak pada sesuatu itu tetapi terletak pada bagaimana cara kita
memandang atau menyikapi serta untuk apa kita menggunakan sesuatu itu.
Alat utama
manusia dalam mempelajari agam islam adalah akal dan pikiran. AlQur’an dam Al
hadist adalah alat untuk mencari sumber hukum dari Allah SWT. Sehingga
pelajaran utama yaitu memaksimalkan penggunaan akal dan pikiran manusia.
Merangkaikan sebuah kejadian ditautkan dengan kebesaran Allah SWT. Manusia
diberikan modal akal dan pkiran untuk bereksplorasi hidupnya menciptakan
sesuatu hal, berinteraksi kepada alam beserta ekosistem masyarakat namun tetap
bersumber pada ketentuan baku Alquran dan Al Hadist. Asalkan mengajak kebaikan
dan secara syariat tidak melanggar hukum agama maka bisa dilakukan.
Rangkaiam acara
sudah terlewati Mbah Nun memuncaki acara pada jam 00,30 wib. Shalawatan dimulai
dengan mbah ‘indal qiyam dilanjutkan dengan Mbah Nun mendoakan mahasiswa
sebagai penerus bangsa. Salah satu dosen tak
terasa mengalirkan air mata nya. Usai berdoa para dosen, petinggi STAIN dan
pihak kepolisian turut berdiri untuk saling berjabat tangan. Para mahasiswa
antri satu-satu untuk masuk dalam barikade panitia berjalan dengan berjabat
tangan sangat bahagianya mereka. Didepan Mbah Nun saya berkata “Nyuwun
Pangestunipun,,,” beliau tersenyum sembari menepuk pundak. Usai bersalaman saya
menuju ke bagian utara panggung untuk menemui Mas Aditya Lutfi seorang drummer
Kiai Kanjeng. Ngobrol sejenak bersama beliau menanyakan hobi bersepeda. Beliau
menanyakan trek gowes di Pekalongan dan mengharapkan jika Saya maen ke Jogja
bisa mampir ke rumahnya beliau. Saya pun sangat berbahagia dengan bersalaman dan
saling memeluk sebagai pertemanan yang harus berpisah mungkin suatu saat akan
bertemu kembali.
No comments:
Post a Comment