Thursday 6 April 2017

Posting Pekerjaan

Media sosial semacam facebook semakin hari terus sejalan dengan kegiatan pemilik akunnya dikehidupan nyata. Nampaknya tujuan dari si Mark penggagas aplikasi tersebut bisa dikatakan berhasil karena menurut penelitian 30 % penduduk Indonesia telah memiliki akun facebook.

Telepas dari uneg-uneg yang dipikirkan oleh pemilik akun, kegiatan rutinitas pekerjaan sering di unggah melalui aplikasi ini hampir setiap hari. Pemilik akun ini sudah termasuk addict eksistensi sebagai pekerja keras. Sangat mudah memberikan asumsi kepada khalayak tentang kesibukan atas pekerjaan. Dari foto yang diungahnya maka teman-teman yang kebetulan melihat postingan tersebut akan cepat mengambil kesimpulan.

Pekerjaan yang sepele saat difoto memvisualisasikan keadaan riuh bersorak sorai semangat. Kalau memang benar adanya demikian tak masalah. Semuanya itu akan bermasalah hanya sebatas aktualisasi sementara yang diabadikan sedang kualitas pekerjaannya tidak dipertanggungjawabkan.

Apabila pemilik akun yang bersangkutan disebut pencitraan mungkin akan berkilah bahkan bisa jadi akan tersinggung. Beruntung tidak ngomel-ngomel karena  istilah tersebut berkonotasi negatif di era sekarang.

Niatnya buat fun hokya-hokya nyatanya kegiatan yang diunggah berupa kegiatan formal. Berarti memang mempunyai kelainan perwujudan eksistensi diri. Sangat mendetail lagi ketika orang lain yang tidak lama berinteraksi kemudian misalnya memberikan sesuatu atau melakukan hal kepada sesorang yang haus eksistensi secara sepihak menggunggahnya. Tujuan tersebut agar orang lain tahu bahwa “ini lho barusan saya berinteraksi dengan orang ini dan tiba-tiba beliau memberikan hadiah ini”, misalnya demikian.

Para tipikal orang seperti ini tidak bisa membedakan sesuatu yang seharusnya dan hal yang harus dihindari bermedia sosial. Bukan melarang sesorang yang ingin menggunggah aktifitas pekerjaannya namun cara pandang terhadap profesi akan bisa menyetarakan dirinya terhadap eksistensi tersebut. Kalau artis mau potong rambut sebelumnya ia harus ngundang wartawan, tapi kalau pegawai negeri sipil barusan pegang sapu sebentar karena kerja bakti terus diunggah ke media sosial apa ini tidak jauh dari “lelucon” publik? kemungkinan lebih 50% demikian.

No comments:

Post a Comment