Saturday 16 February 2019

Deman Unistall Buka Lapak


Kira-kira sejak tahun 2014 saya resmi menjadi pengguna akun Buka Lapak (BL). Pertama kali menggunakan saya masih tunak-tunuk melakukan verifikasi akun. Kebingungan ini saya biarkan berlarut. Namun, rasa penasaran ini berlanjut ketika virus bersepeda kian menjalar di sela-sela aktifitas keseharian. Pada akhirnya rasa tunak-tunuk saya ini harus dilawan demi tawaran racun upgrade sepeda yang menggiurkan.

Membeli parts sepeda tidak semua tersedia di tempat saya tinggal. Seiring menjamurnya komunitas gowes dan bertumbuhnya jual beli online tidak sedikit goweser menggunakan akun BL. Singkatnya bagi goweser seperti saya, saya merasa aman ketika bertransaksi menggunakan akun BL. Jika barang tidak sampai tujuan maka uang akan masih tersimpan dalam saldo dan bisa dicairkan. Tak pelak aplikasi BL bagi goweser sudah tidak asing dan jujur sangat membantu dalam bertransaksi jual beli.

Facebook (FB) dan BL bagi saya dua komposisi seiring sejalan penghobi sepeda. Mengenal lebih jauh beberapa istilah parts hingga pengetahuan yang sangat mudah dipelajari berikut ongkos yang diperlukan. Biasanya setelah mengepoin merek parts punya temen melalui FB sembari ngecek deskripsi barang beserta harganya melalui BL.

Menggunakan akun BL tidak melulu melakukan transaksi jual beli sepeda. Di kehidupan sehari saya pernah diminta tolong tetangga saya untuk membelikan dot susu bayi yang konon di toko offline itu tidak menyediakan. Dot susu tersebut kualitasnya cukup bagus dan harganya lumayan menekan hampir 2 lembar uang Pak Soekarno harus saya bayarkan melalui Indomaret dan tetangga saya pun cukup sabar menanti barang pesanannya datang setelah 3 hari berikutnya.

Di saat hasil produk buah cokelat menjadi momok tahunan yang digoreng lezat. Ternyata pagi ini ada kemeriahan lain. Bersama teh panas dan nasi megono saya scrolling naik turun tak ubahnya berisi beberapa komentar yang sedikit miring terhadap beberapa insiden dari sebuah kicauan di media sosial. Budaya instan tagar seakan menjadi pelumas maraknya memberikan komentar #uninstalbukalapak.

Saya manggut-manggut memahaminya. Bukan berarti sepakat atau menolak memahami apa yang sebenarnya terjadi. Searching nyari berita yang sedikitnya bisa wow di era musim tahun politik ini. Kok bisa ya, darah yang seharusnya mengalir lancar tiba-tiba bisa terpacu deras dari hal yang berujung ajakan. Apakah sudah tidak ada kesempatan untuk sejenak berpikir, memaafkan, atau mungkin bisa mempelajari dengan saksama mengenai hasil proses klarifikasi.

Ketidaksetujuan atas perbedaan pendapat sangat boleh. Lantas dengan memberikan informasi kepada khalayak medsos bahwa telah meng-uninstall saya kira tidaklah perlu. Biarkan pengguna mencapai kedaulatannya sendiri. Ada masalah yang seharusnya diuraikan dari segi prioritas serta urgensinya. Begitu juga ketika menerima informasi. Jika saja ada peristiwa lain atau di lain frame ada kejadian yang memang benar terjadi. Bisa kok dipilih dan dipilah sesuai kedaulatan kita. Ada informasi yang cukup elegan hanya bawa, adapula informasi yang kurang tepat diutarakan, atau bahkan segala informasi memang harus disimpan tidak dipublikasikan.

Kiranya tentang keputusan uninstall BL atau tidak, saya lebih tidak menyuruh atau melarang. Begitu pun sebaliknya bagi orang lain tidak ada kewenangan penuh atas kedaulatan saya mengatur atau mendikte segala urusan yang bagi saya cukup saya taruh di ruang belakang gubuk saya.

Sunday 10 February 2019

Bandrek Beserta Sisi Kreatifitasnya

Cara mengobati kangennya suasana Bandung salah satu menikmati sajiannya. Wedang bandrek. Ya, tindakan yang sangat absurb ketika kesempatan serta uang piknik ke Bandung belum teralokasikan, membeli wedang bandrek instan adalah solusinya.

Berbahan dasar jahe dan gula aren ditambah cengkeh sedikit krimer wedang bandrek ini dibuat. Rasa pedas jahenya berasa saat di tenggorokan. Sedangkan karakteristik krimernya akan timbul saat setelah meminumnya. Bisa kebayang, wedang bandrek begitu nikmat dihidangkan selagi panas, kemebul dalam cangkir bersama ubi Cilembu, kenikmatan tiada tara tanpa ke Bandung naik KA Harina.

Patutnya siang ini saya berterima kasih baik dari beberapa ahli hingga wedang bandrek ini bisa siap saji. Kepada sang empu resep, bagian kemasan, desain grafis serta jasa ekspedisi mereka bekerja sama agar produk unggulannya bisa dinikmati oleh daerah lain.

Dari sisi kemasan wedang bandrek ini sudah menarik. Bentuknya persegi panjang berbalut kertas berwarna coklat. Desain yang membuat seseorang penasaran dari segi isi serta rasanya. Langkah ini musti diperhitungkan dari segi ukuran serta estetikanya. Saya meyakini kontribusi seorang desain grafis memadukan jenis huruf, warna serta penempatan dalam kemasan agar terlihat menarik.

Sang empu juga menjamin rasa dari kualitas produk. Dari beberapa produk yang pernah saya beli, baik dari segi rasa tidak pernah berubah. Pengaruh lain mungkin karena dari pengepakan dengan plastik yang dipres sehingga serbuk wedang minim udara. Dari kantong utama kemasan terdapat 3 lapisan. Dua lapisan berbahan kertas dan yang terakhir berbahan plastik, sangat memperhatikan sisi kualitas.

Menikmati wedang bandrek kini hanya tinggal menyeduhnya dengan air panas. Mengenang Bandung dengan pesonanya. Tidak hanya itu, berbagai apresiasi para tokoh yang bisa membawa Bandung lebih baik, hingga sekarang.