Thursday 5 December 2019

Konvensional dan Digital


Teknologi turut andil dalam pembuatan bentuk tulisan. Sebelum komputer menjamur, mesin ketik menjadi andalan para pembuat karya tulisan. Bahkan bentuk naskah teks proklamasi pun setelah ditulis tangan, ditulis kembali menggunakan mesin ketik.
Era mesin ketik tak lepas dari tinta berbentuk pita putar dan bunyi khas rel papan kertas serta bunyi "ting" di akhir margin ketikan. Tentunya seseorang ketika mengetik lebih berhati-hati dan fokus menghindari kesalahan pengetikan.
Dari sifat kehati-hatian itu bergantung pada fokus cara membaca dan mentransfer tulisan ke papan ketik. Jadi kualitas hasil ketik bergantung seberapa besar kesalahan pengetikannya. Semakin banyak koreksi "tipe-x" menandakan kemampuan teknik mengetiknya harus ditingkatkan. Poin lain dari karya ketik ini sangat tidak mudah digandakan.
Berbeda dengan era komputer, melalui alat ini banyak sekali manfaatnya baik segi estetika ataupun teknik penggandaannya. Nilai estetikanya banyak modifikasi jenis huruf sedangkan dari tekniknya dokumen bisa lebih mudah digandakan dalam jumlah tak terbatas.
Sisi negatif dari perkembangan era komputer, yaitu pengkerdilan rasa disiplin ketika menulis. Ada jarak antara proses mengetik dengan hasil pencetakan atau istilah kerennya bukan riil hasil ketik. Dari keadaan ini ketikan boleh salah karena bisa mengkoreksinya langsung dengan memencet tombol "delete". Hal lain yaitu budaya "copy paste" yang sering dilakukan tanpa dasar faedah kepenulisan yang ada.

Umur Nyamuk


Di pos kamling Lek Karyo ngetuprus dengan Kang Drakim. Tidak ada yang diperebutkan hanya gegara nyamuk sudah mulai berkeliaran Lek Karyo lantas maido,
"Halah dicokot nyamuk sing ikhlas, kemaki wong wes ora tau donor dicokot nyamuk nesu muring-muring".
"Iki masalahe gatele Lek, sing ora nguati", tukas Kang Drakim.
"Suwi-suwine nyamuk umure 3 dino, golek mangan seko awakmu. Banjur ora dimelas. Malah nesu-nesu Kowe pirang-pirang tahun urip ora pernah sedekah Gusti Yo ora rewel kok. Sing kebangetan sopo Kang?"
"Wah Iyo....Iyo...?kemaki aku Lek!", jawab Kang Drakim bengong.

Main Catur


Setelah bermain karambol bosan, kembali Lek Karyo mencoba berinisiatif agar warganya tetap menghadiri tugas rutin malamnya. Di bawanya papan catur dari rumah kemudian digelar bersama Kang Drakim, Lek Supeno dan Rudin.
Sambil memegang hape Lek Supeno bertanya,
"Ganti maneh iki permainan e?"
"Iyo....oo...kareben rame pos kamlinge".
"Lek Karyo....Lek Karyo...tak ajak mikir utangku ben biso cepet lunas. Malah iki aku, ken mikiri kayu!"
"Lha...bisone?"
"Nah kuwi....ono pion, ono rojo, ono plencung, kuwi kan kayu kabeh. Aku kon mikiri ngunu...Sori kenceng, kukut gasik Lek!"
"Yo...wis ben...dari pada mikiri daging lempit malah akeh dosone".
"Hhahahahaa.....Jan semprul Kowe Lek Karyo!", tukas Lek Supeno.