Wednesday 31 May 2017

Nikmat Cerai

Lama di persimpangan
Senyum kecut terasa
Buah hati sendiri
Bermain bersama angin
Tanpa pangeran
Pengawal tangis tawa
Tak berani ungkap
Begitu saja tentang
Suara-suara jernih
Agar nyaris terdengar
Botol pasir semakin habis
Senyum itu kembali merekah
Perasaan masih tersimpan
Damai dan mendamaikan




Pancasila Oh Pancasila

Mulut meguap pancasila
Jantung berdegup meluap
Darah mengucur
Diantara persimpangan otak
Sungguh kencang
Laksana darahnya pemuda
Belasan usia terperangkap
Menghujam keinginan
Berontak hidup
Tentang pancasila
Hanya dari pengingat hari
Mental berani
Di dunia yang tak kasat mata
Harus bakar

Cara pendekatan ini

Keriput Mata

Garis yang tampak
Memukau di pinggir
Batasan manusia mengenal waktu
Tentang hari ini, esok dan lusa
Kecil tidak sampai 1 senti
Hakikatnya 10 tahun bertambah
Kedewasaan tak berbanding
Tentang sesuatu yang didapat
Kewajaran hidup
Pelajaran hidup
Masalah hidup
Kesempurnaan hidup
Sebelum meninggalkan hidup

Manusia makhluk terbatas

Gelas Kaca

Tanpa warna adalah kemurnian
Bahasa kaca jujur bagi yang melihatnya
Lupa kepada daratan
Tiap kali digunakan
Kasih sayang dari sifat keibuan
Melestarikan kejujuran  kaca
Melahirkan ketulusan kaca
Memerdekakan kemurnian kaca
Memperoleh kesucian kaca
Melihan keindahan kaca
Zat luar mengambil sari manfaat
Batasan kaca
Masih tetap bisa dirasakan

Gelas kaca kejujuran sebenarnya

Kopi Naluri Jiwa

Tanda ujung topi petani
Bergerak menuju ladang
Berat sama dijinjing
Lebih baik digendong
Kopi bagaiman emas
Warna hidup meraja
Tolok kesuksekan hidup
Diantara ramalan deretan hari
Memetik asa dan rasa
Mentari kemudian tersenyum
Meski tiap hari manusia berharap
Sekedar untuk naik harga
Digelarnya lalu pertarungan dimulai

Kapitalisme perdagangan

Gerbong Kereta

Peluit berbunyi
Dari petugas kerempeng
Berbalut kemeja putih
Ketel mulai bergerak
Perlahan meninggalkan suara
Dentuman besi berkelahi
Satu sama lain
Terhentak irama rapi
Gerbong kereta
Cerita indah bercinta
Tentang kehidupan manusia
Menyusuri tatanan kedewasaan
Bertindak dan berfikir
Semoga dan disemogakan


Wanita Otoriter

Barisan wanita tangguh
Engkau salah satunya
Alis mata tebal
Membuat sangar saja
Pagi memerah perah
Mempertahankan hidup
Mengkristalkan keringat
Menjadi dolar-dolar
Pola pikir sempit
Menganggap dirinya
Mewakili suara Tuhan
Perintah kemuliaan
Hari ini terucap
Lakukan meskipun
Semua aturan
Diterjang


Petunjuk

Kutitipkan surat kepada Nabi
Kubicarakan salam hangat kepadanya
Manusia mulia pembawa kabar bahagia
Maha Suci dari segala-Nya
Maha Besar dari dzat-Nya
Maha Kuasa dari kekuatan-Nya
Gundah gulana
Setiap melirik sesobek kertas
Yang masih putih
Tak tersurat kepada siapa
Isi dari pesan singkat
Konon titah dari raja
Ternyata sama saja otoriter
Tangisku kepada-Mu
Dalam pelukan kebahagiaan
Masa depan



Kata Non

Seragam Coklat Muda
Bak prajurit kolonial
Terkekeh-kekeh betapa merasa
Lalu bangga
Oh...
Pengemis tua heran
Masih muda bisa tersenyum
Bahkan tertawa menepuk dada
Oh...
Pengemis tua masih saja heran
Kecil-kecil sukses katanya
Dalam ucapan lirih bermakna
Oh...
Pengemis tua tak beranjak dari keheranan
Untung saja bisa begitu
Bahkan sedikit dengki atas ulahnya
Tidak seperti itu hanya didikan feodal

Yang mengakar

Tuesday 30 May 2017

Ramadhan

Bulan akting manusia
Bulan in tak seperti biasa diantara kegumunan
Simbol-simbol agama menjamur
Mewarnai meriahnya kota
Maha Penjaga Waktu mamang segalanya
Hanya Engkau pemilik isi
Dan kembali manusia
Perusak dari segala nafsu
Begitu saja masih bangga
Menduplikasi Fir’aun
Berkelakar bisa mencegah
Segala pemberian baik buruk
Lalu seenaknya
Menyalahkan membabi buta
Kini kebohongan perasaan 
Memvisualisasi simbol lahiriah
Ramadhan
Bulan tangis atas kecongkaan manusia


Motor Tua

Debu masih saja tertidur
Diatas tempat duduk motor tua
Daun pandan semampai menjulur
Menghadap batok lampu depan
Langit biru tersenyum merasa menang
Melihat warna biru memudar
Diantara warna baluran motor hitam
Masih saja tetap berlari
Mengejar asa merajut mimpi
Tubuhmu harus kekar
Biar kan empu bisa bernafas
Bersama terus riang
Memutari bulan demi bulan
Meski motor tua sudah tergadaikan
Bekal nanti empu sudah mendiang
Betapa bangganya

Motor tua

Pergi

Nafas tersengal gupuh serpihan jiwa
Lumpuh diantara tak berdaya
Tersenyum  masih beruntung
Diantara dunia yang menghimpun
Kebaikan berbungkus tulus

Nafas tersengal gupuh serpihan jiwa
Pasrah tanpa kata-kata
Merunduk ketakutan diluar jendela
Sayap-sayap putih gagah
Merangsek masuk terus berjalan
Pasrah semakin jelas adanya

Nafas tersengal gupuh serpihan jiwa
Silakan jika putih itu lambang perintah
Terbangkan dalam dekapan kasih sayang
Beranjak pergi suara menjerit bergantian
Semakin jauh semakin keras terdengar
Pergi menghadap kembali bersama kesunyian



Biru

Silir angin melebur diantara nada sayu
Deru ombak berlari menerpa bibir pantai
Suaranya meradangkan gendang telinga
 Biru duduk sendu
Menjelang sepertiga abad
Masih saja terpaku merindu
Menutup mata silau lalu ketakutan
Lagi lagi suara masih saja terdengar
Menghimpit nadi diantara darah-darah
Tiap detik terganggu atas kemanusiaan
Tidak sendiri
Biru masih ada Hijau
Cikal bakal ombak yang terus merajuk
Menyerang lemah pengakuan
Biru masih melayang
Di awang-awang


Sunday 28 May 2017

Tak Nyaman Menuju Kemuliaan

Setelah gerimis saya masih saja ngobrol asyik bareng Pak Ahmad satpam bank ternama di Pekalongan. Lantai masjid yang agak dingin langsung meresap sampai pantat karena saya hanya memakai sarung dan saya dobeli celana pendek namun rasanya tetap saja. Bahasan utamanya curhatan bapak-bapak yang menguliahkan anaknya masih ada kegalauan mendalam kala itu belum yakin sepenuhnya tentang Jurusan Kesehatan Masyarakat.

Ada beberapa jurusan yang akan dipilih anaknya namun pada pilihan terakhir mendengar ucapan mengenai Jurusan Kesehatan Masyarakat wajahnya langsung memucat meragukan eksistensi saat bersaing mendapatkan lowongan pekerjaan. Seolah seperti para motivator, saya memberikan masukan kepada Pak Ahmad agar mengkondisikan komunikasi dan mempertimbangkannya dengan matang.

Suasana serius terpecah disaat seorang laki-laki datang membawa bungkusan kue pukis berjumlah 3 bungkus dan mengatakan bahwa ini untuk jamaah masjid. Saya mengenali laki-laki tersebut, beliau adalah penjual pukis dekat rumah saya. Menggunakan sepeda butut beliau berpamitan pulang, dan hanya kesungguhan harapan semoga segala amal perbuatan baiknya diterima. Ternyata Allah SWT mengirimkan beliau agar saya belajar mempunyai sifat dermawan tanpa harus menunggu mencapai titik kenyamanan.



Saturday 27 May 2017

Makna Kebersamaan Bersepeda

Istilah kumpul bersama ngobrol ngalor ngidul dengan para hobi yang sama tentunya akan lebih menarik dan bahan obrolannya tidak jauh berhubungan dengan hobi tersebut. Apalagi momen hari raya sangat afdhol dijadikan momen kebersamaan merajut silaturahmi saling memaafkan bisa jadi sekaligus menambah pertemanan yang semula berteman di sosial media sekarang bisa bertemu langsung saling mengakrabkan.

Ide tersebut bagi saya adalah anugerah yang luar biasa karena bersepeda bagi saya tidak hanya sehat namun menambah pertemanan hingga sangat akrab. Saya tergolong masih seumuran jagung dibandingkan dengan para goweser (sebutan penghobi sepeda) veteran artinya ada yang sudah menekuni olah raga ini semenjak tahun 80-an  khususnya pada jenis road bike ataupun free style BMX dan mungkin jenis sepeda lainnya yang pengetahuan saya sangat terbatas sekali. Oleh karenanya sebelum lebih jauh lagi dengan penuh kerendahan hati saya mengatakan “Nuwun Sewu...Ngapunten...Permisi...”, para goweser yang lebih duluan mengenyam pengalaman bersepeda semoga keinginan saya sowan mengenal lebih dekat agar bisa terlaksana, meskipun hanya dalam beberapa jam dan mohon waktunya sebentar.

Waktu yang sebentar dari sekian jumlah waktu dalam setahun yang setiap minggunya digunakan bersepeda adalah hal yang harus diluangkan sejenak. Dalam setiap bulan sudah berapa puluh kilometer jarak yang ditempuh diatas kayuhan pedal membuat rasa lelah semakin menjadi serta keringat terus mengucur deras lalu bentuk fisik sehat pun alhamdulillah tercapai adanya. Deskripsi tersebut bagi kita para goweser sudah pernah mengalaminya.

Apa yang akan dicari setelah mendapatkan manfaat dari bersepeda?
Pertanyaan itu sering muncul di benak saya disaat saya telah kembali pulang ke rumah. Di hari yang sama di bagian daerah lain teman-teman kita juga melakukan hal yang sama khususnya di hari libur Jumat dan Minggu. Ada alasan klasik karena hari tersebut  dimana seseorang membutuhkan ruang waktu berhenti sejenak dari aktifitas kebiasaanya bagi pekerja ya bekerja, bagi pelajar ya belajar dan masih banyak alasan hari tersebut ritual bersepeda terus menjamur diberbagai daerah.
                                                                                                                                                                                
Hal yang paling kekinian dan sering dilakukan hanya dengan mengunggah foto hasil gowes seharian ke media sosial. Tentunya bagi saya kebiasaan yang sangat menyenangkan bahkan kalau ada hal-hal yang diluar biasanya menimbulkan kelucuan bahkan sangat ingin sekali mengulangi momen kebersamaan tersebut. Unggahan foto dilihat oleh ribuan anggota komunitas sepeda sehingga ada beberapa yang menekan menu menyukai sebagai simbol bahwa itu sebagai hal yang tentunya menarik untuk dilihat. Dari sekian yang melihat dan bahkan berkomentar tidak semuanya telah mengenal satu sama lain. Kalaupun telah mengerti hanya sekedar tahu tentang nama atau bahkan tidak sama sekali


Lama-lama kebiasaan sering mengunggah foto setelah bersepeda mengalami titik kejenuhan. Meski itu terjadi karena ada beberapa hasil jepretan pose dari teman-teman yang tersimpan dalam memori kamera. Pada akhirnya pekerjaan ini saya lakukan juga. Kalau menggunakan kamera DSLR ukuran foto semakin besar namun kalau cukup pakai kamera pocket bisa lebih irit pengunaan data internet. Masih ada satu keinginan yang mendasar satu satu mengadakan event kumpul bareng goweser se-wilayah Pekalongan dan sekitarnya. Saya ingin sekali merasakan mereka bisa satu acara berkumpul bersama dalam balutan persaudaraan di momen saling memaafkan lebaran 1438 H, semoga kelak terjadi!

Emak Sebatang Kara

Menjelang sore pulang kerja motor grand livina saya keluar dari parkiran kantor. Tas punggung sengaja saya letakkan di bagian dada meski bukan pada tempatnya cara ini sangat efektif menghalau hempasan angin saat berkendara. Tapi saat ini saya tidak akan membicarakan hal itu karena ada yang lebih membuat mata mrebes mungkin hanya perasaan saya saja demikian. Sekitar 20 meter dari tempat parkiran ada 2 turunan lurus menuju ke jalan raya dan membelok ke kanan menuju sebuah pemukiman warga. Dari sana saya melihat emak-emak berjalan menuruni menuju samping kantor tepatnya membelok ke kanan  pemukiman. Depan kantor saya langsung terhubung oleh jalan raya pantura searah, sedangkan bagian samping kirinya terdapat jalan tembus ke pemukiman warga. Dari jalan tembus ini biasanya digunakan sebagai alternatif jalur lawan arah bagi siapapun pengguna jalan termasuk emak-emak yang saya lihat.

Kain motif kembang-kembang warna biru membungkus kulit yang tidak segar lagi. Keriput wajah telukis diantara lelahnya berjalan sempoyongan membawa seberkas kertas di tangan kirinya. Sedangkan tongkat alumunium masih digunakan menahan beban tubuhnya karena kedua kakinya pun kekuatannya tidak biasa diandalkan lagi. Saat beliau berjalan ada sedikit bergumam lirih membawa perasaannya sendiri, “Urep dhewekan kok ngene rasane ora dhuwe anak...nelongso Gusti!”. Kalau ditranslate ke Bahasa Indonesia kurang lebihnya seperti ini, “Hidup sendirian kok seperti ini ya...nggak punya anak, begitu nelangsanya saya ini Tuhan!”. Begitu jelas suaranya menghampiri telinga saya seiring saya berusaha mendekatnya.

Belum berhasil saya berheti di depan beliau, karena suara motor grand saya beliau menoleh kebelakang terlebih dahulu. Terlihat sangat jelas sekali wajah beliau dan sebutan emak sangat tidak lazim karena semakin saya dekati maka prediksi usianya mendekati usia senja dengan ciri-ciri yang semakin mendekati benar. Mungkin dengan cara melihat fisiknya saya memprediksi bahwa usianya bisa mencapai 70 tahunan.  Sepertinya saya harus meralat panggilan emak-emak dengan nenek agar lebih jujur tentang keadaan sebenarnya.

“Nak-nak mbok aku dianterke balek omah, aku ora ono sing nyusul tak enteni ora teko-teko, urepku dhewekan ora dhuwe anak ”, secepat itu nenek berujar saat sebelum mesin motor saya matikan dan berhenti didepannya. Lebih terangnya bahwa nenek meminta saya untuk mengantarnya pulang ke rumah karena saudara yang katanya ingin menjemput dia tidak urung datang dan nenek terus memelas dengan menyebut hidupnya sendirian dan tidak punya anak.

Motor sudah saya hentikan saat setelah itu saya persilakan nenek tersebut naik membonceng di belakang saya. Sepanjang jalan beliau bercerita selama ini hidupnya sendiri. Hari ini jadwalnya periksa kesehatan datang dari jam 8 pagi  hingga sore ini mendekati jam 4 sore baru selesai karena terus menunggu jemputan tak kunjung datang akhirnya berusaha pulang jalan kaki. Makanya ketika melihat saya buru-buru beliau minta tolong agar bisa mengantarkannya ke rumah. Dengan laju kendaraan 20 km/jam perlahan rumah beliau semakin dekat dan alhamdulillah rumah sederhana warna putih terlihat sepi tidak terlihat adanya kehidupan di dalamnya. Setelah nenek turun dari motor saya segera berpamit pulang. Diperjalanan saya merasakan sepinya hidup sendiri tanpa anak dan terasa sekali dari cerita singkat dari nenek tadi.


Waktu Yang Cepat Berlalu

Waktu yang berlalu tidak akan pernah kembali kiranya begitu tentang tema kuliah subuh kali ini. Di hari ke dua bulan puasa perjalanan di Bulan Ramadhan membuat semakin lebih siap menghadapi hari-hari berikutnya.

Termasuk orang-orang baik maka Allah pun akan menetapkannya dalam kebaikan agama dan semoga kita selalu mengharapkan kebaikan itu.

Allah menurunkan surat tentang waktu Al fajar, Al lail, Ad Dhuha dan Al Asry. Waktu merupakan jatah hidup atau kontrak hidup manusia.

Manusia adalah kumpulan beberapa hari-hari dan setiap hari berlalu maka berkurangnya jatah hidup manusia. Maka bergiatlah dalam beribadah.

Hidup didunia seakan-akan lebih singkat. Apabila dihubungkan dengan Bulan Ramadhan akan meski dalam 1 bulan maka seseungguhnya lebih cepat dari perkiraan manusia. Hal ini sesuai dalam QS Al Baqorah mengatakan bulan Ramadhan terasa sebentar.

Waktu tidak akan kembali selerti Ramadhan sekarang tidak akan kembali dalam keadaan yang sama. Sibukkanlah salam kebaikan maka engkau akan disibukkan dengan kebatilan. Oleh karena itu waktu Bulan Ramadhan kita sukseskan bersama dengan penuh kebaikan.

Manusia tidak akan pernah tahu berakhirnya waktu. Gunakan waktu dengan sebaik-baiknya karena hari ini adalah waktumu dan esok belum tentu waktu ini milikmu. Mengharapkan waktu kembali merupakan pengandaian yang tak pernah terjadi.

(Reportase Kuliah Subuh Oleh Ust. Kusnan)

Tuesday 23 May 2017

Hisapan Rokok Putih

Termasuk cowok yang special edition kalau belum pernah merasakan hisapan rokok meskipun hanya coba-coba ataupun dipaksa gengsi menuruti ajakan temen. Ternyata saya bukan bukan salah satu tipe dari cowok tersebut. Lebih sekedar menuruti rasa gengsi ketika teman telah berani menunjukan tanda kemachoan dengan menenteng bungkusan rokok filter, apalagi jenis merek rokok mahal tambahan poin plus konon bila melihatnya.

Tentunya gaya tersebut pada remaja yang masih belum labil sudah terlalu wah atau menjadi kesuksesan memasuki lingkungan visual bagi kaum menginjak dewasa. Saya rasakan 2 dari 3 teman saya merasa nyaman sekali dengan mainan barunya waktu itu. Di bawah pohon rindang sembari duduk ngobrol ngalor ngidul hisapan rokonya terasa menjiwai puncaknya ketika matanya sayup seketika itu kepulan asap keluar dari mulutnya, buuull...buull...bull.

Dibalik itu semua ada sedikit pengorbanan waktu itu teman saya uang sakunya Rp. 800 rupiah harus ia menyisihkan Rp. 200 rupiah untuk membeli rokok ketengan sebelum sampai ke rumah. Ini dilakukan agar stabilitas perekonomian pelajar tetap terjaga dan tidak terendus oleh orang rumah, triknya begitu. Lebih utamanya mengkondisikan agar uang saku tetap lancar tiap harinya.

Beda dengan saya tentang ajakan baru tentang merokok, dengan mengambil beberapa uang yang saya sisihkan di balik kaleng disebelah tumpukan buku. Nominalnya Rp. 100 rupiah biasanya kembalian dari hasil LKS semacam modul materi dan tugas mata pelajaran atau dari sisa uang saku yang kebetulan ketinggalan sebelum celana sergam dicuci tinggal berapa kali membeli buku bisa dihitung jumlahnya.

Waktu yang lain beli rokok filter biasa saya masih ngekor om saya yang setia dengan jenis rokok putih dan kembali lagi kalau ditanya kelebihan jenis rokok putih saya harus bengong kemudian bilang saya tidak tahu. Bungkus rokok isi 12 tersebut diam-diam aku buka mirip membuka hadiah undian doorprize pelan-pelan bisa dibilang ini pertama kalinya saya membeli rokok dan berusaha menjadi perokok sejati. Momen sepi orang tua masih tidak berada di rumah, hati saya terus merajuk, bergumam semoga kamar ini menjadi tempat menikmati kepulan asap rokok.


Rokok pertama saya ambil dari bungkusnya korek api saya pantik agar bisa nyala api saat itu pula pelan-pelan saya tempelkan ke ujung rokok. Terasa canggung sebagai perokok amatiran pertama kalinya. Kepulan demi kepulan serasa sama dari hisapan kemudian asap menggulung dikeluarkan. Disaat ingin mencoba menikmati merokok dengan dihisap ke dalam ruang pernafasan nafas ini tersedak kemudian batuk tak terkendali berulang-ulang begitu hebatnya. Kok terasa menyiksa ingin menikmati sebatang rokok yang setiap perokok enggan meninggalkan. Tinggal 11 batang rokok putih saya sisakan kepada teman beserta impian pula saya berlari dari perokok sejati.
Sumber Foto : google

Monday 22 May 2017

PR ku Semakin Banyak

Sudah hari ke 21 bulan Mei headline blog saya baru satu postingan. Terasa ada sesuatu yang mengganjal agar bisa memenuhi ruang hasil ketikan dalam satu narasi, argumentasi, persuasi ataupun deskripsi. Ada penyebab dimana saya terlalu malas membuka netbook bercerita atau membahas sesuatu setelah rasa capek melanda sekujur tubuh kemudian segera menghampiri tempat tidur. Kegiatan istirahat menjadi primadona menghilangkan beban mengetik dan pada akhirnya beberapa postingan terlambat hingga sekarang.

Kalau dibilang beban itu bisa dikatakan beban tapi tidak menutup kemungkinan semua itu yang bisa saya lakukan dengan pikiran yang tenang akan lebih mudah menuangkan segala ide yang lahir seketika itu juga. Apabila penat yang saya rasakan begitu mendera ide-ide pun terasa menyingkir seperti menjadi manusia biasa padahal ini saya sangat tidak suka. Lantas saat ini berarti saya masih belum menerapkan disiplin menuangkan perenungan dari kejadian sehari-hari. Masih banyak pekerjaan rumah terutama membagi waktu dari seambrek pekerjaan lain yang harus diselesaikan.

Mentang-mentang ada waktu diakhir bulan maka semua pekerjaan akan dipuncaki dalam waktu itu juga. Meski dengan segenap keyakinan bahwa itu bisa tercapai semua target postingan blog bisa selesai, maka ini harus saya kerjakan dengan serius. Membuat impian dalam satu postingan memuat 500 kata terlalu berat karena beberapa judul harus saya selesaikan kalau satu bulan target 24 postingan dan baru 1 postingan yang baru diunggah maka kekurangannya masih 23 judul postingan.

Menghargai semua tulisan pada bulan-bulan sebelumnya sudah rapi dan rajin minimal 20 postingan per bulan adalah cambuk sakti mengobarkan segala semangat bekerja. Kalau Tuhan memberikan waktu libur bekerja berarti secara langsung mengizinkan saya melunasi segala macam bentuk postingan blog yang kelak menjadi sebab Tuhan selalu menyayangi saya.

Wednesday 3 May 2017

Kuli di Semarang

Tugas seorang kuli konon anjuran dari orang tua semenjak ritual masa coret-coretan seragam putih abu dilakukan. Kuli tak ubahnya seorang yang bekerja berangkat pagi sampai sore bahkan sampai malam. Kuli yang saya tekuni terlebih karena ada rasa ketertarikan yang mendasar sekaligus bisa mengasah ketrampilan kemudian melahirkan sebuah profesi. Kuli yang telah disepakati banyak orang adalah mereka kaum pekerja yang bertahan dari otot-otot yang berada dibalik tangan serta punggung yang kekar melebihi batas normal manusia biasa. Tidak ada perbedaan keduanya antara esensi kuli yaitu sama-sama berusaha.

Namun tidak hanya sekedar itu, karena pada dasarnya manusia mempunyai tujuan yang sama yaitu memperbaiki  kehidupan. Makna yang terbesit dari arti kehidupan itu sendiri menurut saya bersifat berkelanjutan tidak hanya sebatas fisik mempunyai massa (padatan) ataupun waktu tertentu. Artinya sesuatu yang telah dilalui dari sama-sama sedang dalam dunia pendidikan ataupun bekerja secara langsung ada hubungan komunikasi dari sang pencipta. Yang membedakan diantara keduanya hanya masalah kualitas sinyal komunikasi yang terhubung dan masing-masing individu mempunyai porsi serta cara menyikapinya.

Kota Semarang sebagai tempat terindah ke dua dari kota kelahiran. Dulu saat pertama singgah 7 hari di Kota Atlas menurut peraturan kelurahan harus memiliki kartu domisili dari kelurahan setempat sebagai penduduk sementara dan terasa ini adalah kaidah teraman, karena E-KTP pada tahun 2006 pun belum ada. Beruntung keadaan pagi disaat membuka jendela masih terhampar kebun kosong meski diisi oleh semak-semak hijau lalu sedikit kabut turun hanya beberapa menit kemudian pergi seiring munculnya sinar matahari. Lalu masih ada persawahan sempit yang membatasi antara sungai kecil disitulah saya menemukan Semarang benar-benar nyaman sebelum memulai aktifitas.

Porsi pertemananan sangat memperhitungkan sepak terjang dari memahami kemampuan latar belakang yang dibawa dari rumah. Tidak heran kalau ada selaput tipis yang membatasi ruang gerak khususnya cara bergaul disaat lainnya harus nge-mall ataupun sekedar nonton film di E-Plaza Simpang Lima. Maka ketertarikan dari teman-teman lebih menyempatkan diri ala “Si Bolang” menelusuri persawahan pinggiran jalan tol exit Tembalang dan ini sangat membuat nyaman.

Keadaan sosial saling memberi kontribusi dari masing-masing karakter teman dan masyarakat setempat secara langsung memberikan andil membentuk komunitas baru, mengenal satu sama lain. Karakter dari daerah cukup berpengaruh khusunya mengenai tutur kata, dialek serta etika yang dihadapkan dalam satu momen kebiasaan sehari-hari. Dari sini maka pelajaran hidup sangat kaya akan rasa memahami, mengerti, tenggang rasa bahkan rasa saling memiliki atas nama satu keluarga yang mempunyai tujuan sama. Keadaan lain terikat oleh sebuah komunitas masyarakat Semarang yang sudah mapan secara ekonomi karena aspek berbagai cara yang ditempuh mereka baik dari jasa “kos-kosan” yang menghasilkan tambahan finansial tiap bulan. Komunikasi verbal terjalin sebagai penghormatan kepada masyarakat pemilik daerah setempat dan mereka pun telah disibukkan oleh tugasnya.

Semarang tidak jauh beda dengan daerah sama di sekitar Jawa Tengah, secara sosiologi bahasa komunikasinya masih menggunakan Bahasa Jawa ini yang menyatukan pemahaman serumpun bahkan senasib sebagai orang Jawa. Pada akhirnya saya sangat terkesan pernah menjadi warga Kota Semarang.


foto : google.infotembalang