Sunday 29 July 2018

Jika Sampeyan Belum Punya Mobil


Saya selalu berusaha menjadi orang yang simpel, selalu dibikin enak. Jare wong Kalongan kondho kae, urep kuwi digawe santai rasah digawe mumet. Saya tidak lupa menyisipkan harapan masio sederhana mugo-mogo aku biso dadhi wong sing biso nerimo kahanan. Harapan itu selalu aku ingat-ingat selama laga ini berjalan di dunia dan Allah SWT masih mengijinkan saya menjadi orang Pekalongan.

Buah pikir dari kesimpelan saya itu, saya contohkan saat merasakan puncak kenyamanan naik Honda Astrea Grand tahun 1996 layaknya saya menikmati desiran roda mobil Grand Livina tahun 2016. Lha…kok iso? Sepertinya ini adalah masalah sepele sebatas guyon saja. Bahkan sekedar iseng-iseng pelipur lara karena garasi kanan kiri  tetangga sebelah sudah terisi mobil sebagai pelengkap jenis kendaraan. Saya tidak akan gentar sekalipun lahan kosong depan rumah saya mau dibuat lapangan parkir pesawat Sukhoi pun, saya tidak pernah keberatan.

Prinsip penghayatan simpel saya itu bukan menyindir pemberian Tuhan dengan menyatiri nilai fisik motor jaman dulu dengan keadaan mobil jaman sekarang. Justru saya ini masih terus berpikir mengapa kok saya belum begitu nafsu atas keperluan itu. Padahal tidak sedikit teman seusia saya sudah mulai melirik model mobil yang pantas untuk keperluannya. Jangankan mobil yang nominalnya ratusan juta, Lha wong untuk ganti motor saja saya masih enggan move on, malah belum lama saya rawat dan terlihat bersinar kembali bersama habitat sejawatnya (komunitas) dan saya berharap juga engga mati roso atas kecanggihan mobil yang sekarang luar biasa hebatnya.

Pengalaman berkendara saya pun cukup warheg (kenyang) karena hampir setiap saya melintas di jalan Pantura. Tontonan motor serta mobil baru sudah menjadi pemandangan biasa. Barang-barang mewah tersebut di angkut truk besar menuju kearah jalur Semarang. Persisnya saya tidak tahu arah tujuan truk tersebut. Namun secara pasti proses pengangkutan itu berangkat dari pabrik otomotif di Jawa Barat kemudian langsung dikirim ke berbagai penjuru wilayah Indonesia. Dari mulai jenis kendaraan sedan, city car,  SUV, double cabin hingga mobil bekas build up yang masih ada packing plastik laminatingnya.

Jauh dari pikiran saya sudah tidak gumunan lagi, ketika mobil sudah menjadi barang keperluan. Sebelum dipikirkan matang, langkah yang menjadi prioritas adalah korelasi terhadap keseimbangan, keharmonisasian antara pemasukan serta pendapatan masih dalam batas aman atau malah menjadi awal dari kehancuran sistem ekonomi keluarga. Selain itu sudah terpikirkan terhadap dampak sosial yang bisa dirasakan  orang-orang lemah  terhadap anggapannya. Bahwasanya ketika pencapaian itu sudah berimplikasi terhadap kehidupannya, adakah sedikit harta yang bisa mereka rasakan, tanpa harus mereka pinta? Itu semua harus melaui tahapan lolos sensor sebelum memutuskan untuk membelinya.

Saya tidak mempunyai pandangan sinis kepada produsen mobil. Tanpa saya provokatif untuk tidak membeli mobil pun saya kira rayuan sales mobil bisa bikin klepek-klepek calon pembeli. Melalui tulisan ini tidak ada sedikit pun rasa dengki kepada teman saya rajin setiap tahunnya harus merayakan ulang tahun mobilnya di kantor SAMSAT terdekat.

Saya hanya  ngudo roso, bagi Sampeyan yang belum kesampaian punya mobil engga usah sedih apalagi bunuh diri. Kalau memang benar terjadi, malah kemungkinan pasaran mobil bisa naik. Berita viral bunuh diri akibat kepingin mobil sering dibicarakan di dunia maya.  Dengan memanfaatkan suasana sebagai bahasa iklan sebagai dalih, untuk menghindari stres bunuh diri para produsen mobil memutar otak agar produksinya laku keras. Melalui kerja sama jasa leasing kemudian membuat iklan, “Dari pada bunuh diri, kembali kami tawarkan kredit mobil dengan DP samakin murah,”, akibat itu pasaran mobil naik tapi sayang kadung sudah meninggal. Silakan semua pilihan saya serahkan sepenuhnya kepada Sampeyan.



No comments:

Post a Comment