Monday 6 June 2016

Ngangsu Kasusastran 2


Jalan Kusuma Bangsa sudah mulai ramai dikunjungi yang pada umumnya para pemuda dari berbagai daerah. Acara yang diberi nama tadabbur bersama Cak Nun dan Kiai Kanjeng digelar di Kota Pekalongan. Kebanyakan dari mereka  menggunakan sepeda motor yang pada jam 5 sore telah berada di Lokasi Auditorium STAIN Pekalongan.

Adapun tema yang diangkat dalam acara tersebut adalah dialog agama, seni dan budaya. Sangat tepat untuk saat ini kebanyakan masyarakat masih  susah untuk membedakan dimensi dari ketiga unsur yang selalu berkaitan dalam kehidupan manusia. Acara dimulai dengan pertunjukan seni gamelan khas kreatifitas El Fata mahasiswa STAIN Pekalongan.dan pementasan seni tari.

Sudah saya rencanakan semoga bisa mendapatkan tempat duduk bagian depan Alhamdulillah kesempatan tersebut saya dapatkan. Para pengunjung yang hadir sepertinya ingin sekali agar acara inti bisa dimulai.  Tepuk tangan sangat meriah disaat Mbah Nun beranjak naik dari panggung sebelah selatan dengan pakaian serba hitam menuju bagian tengah panggung. Momen yang sangat langka terjadi para pengunjung bagian depan menyerobot tangan Mbah Nun untuk bersungkem kepada beliau. Saya pun tidak ketinnggalan turut serta naik tangan beliau saya pegang kemudian saya ciumnya, Subhanallah aroma minyak wangi masih dikenakan beliau. Permulaan yang sangat menyenangkan untuk pertama kalinya bisa bersungkem kepada beliau. Terlepas hal demikian disebut taqlid atau bidah dengan mencium tangan seorang kiai atau guru saya tak menghiraukan. Keikhlasan menghormati beliau sebagai guru sekaligus orang tua yang harus saya hormati dengan pendekatan akal manusia menjunjung tinggi rasa kesopanan kepada orang tua.

Mbah Nun mulai membuka acaranya didampingi oleh para dosen STAIN Pekalongan dan beberapa mahasiswa yang duduk disamping beliau. Tidak ada panggung milik Mbah Nun bahwa panggung adalah milik bersama. Tujuan bersama  untuk menggali dan menggolah  segala sesuatu menjadi ilmu, kegembiraan dan hikmah. Mbah Nun menjelaskan bahwa sesuatu kejadian yang dilihat pada malam ini tidak terjadi pada obyek bendanya melainkan ada keterikatan antara benda dengan pikiran dan hati yang melihat kejadian itu.


Penampilan Kiai Kanjeng diawali dengan tampilnya Mas Doni yang sebagaimana membawakan lagu One More Night  Marron 5. Sebelumnya Mbah Nun mewanti-wanti untuk menemukan sisi agama, seni dan budaya kepada pengunjung. Aksi panggungnya dapat  menghipnotis pengunjung rata-rata mahasiswa yang sudah tidak asing lagi dengan lagu tersebut. Namun ada yang berbeda dalam aksi panggungnya yaitu dengan iringan gamelan yang dipadukan lagu barat ternyata menghasilkan alunan nada yang sangat indah didengar terciptalah lagu barat yang kejawa-jawaan.

Mbah Nun melanjutkan pembicaraanya, selanjutnya beliau mengajak perwakilan mahasiswa untuk berdiskusi mengenai pandangannya terhadap lampu yang terdapat diatas panggung. Mbah Nun menanyakan, “Coba lihat lampu itu, bisakah anda mengidentifikasi apa itu listrik, apa itu bohlam, dan apa itu cahaya, serta bagaimana hubungan di antara ketiganya?” Dia menjawab dengan tepat, identifikasi dan hubungan antara ketiganya. Bahwa listrik adalah yang bergerak melalui kabel dan sampai kepada bohlam, dan kemudian bohlam itu yang menjadikannya cahaya atau sinar terang. Berangkat dari pemahaman logika awal tersebut menjadi modal dasar Mbah Nun untuk memperdalam lebih lanjut mengenai seni, budaya dan agama.

Bahasan lebih meruncing kepada islam, Mbah Nun menanyakan, “Apabila dalam bulatan itu islam maka faktor primer yang terdapat dalam bulatan tersebut apa saja?” Jawaban dari mereka ada yang menjawab 5 rukun islam, ada juga yang menjawab hal yang pertama adalah Syariat dan lain-lain. Mbah Nun menggiring dari semua jawaban untuk lebih fokus bahwa hal terpenting dalam bulatan islam adalah Allah SWT. Dialah Allah SWT yang memperkenalkan mahluk-Nya kepada diri-Nya. Dial ah Allah SWT menurunkan agama islam. Ketika Allah SWT memerintahkan untuk menutup aurat itu adalah agama. Maka disaat itu pula Allah SWT melengkapi makhluknya dibekali akal dan pikiranya.  Manusia tunduk atas perintah-Nya dengan kemampuannya memotong kain kemudian dijadikannya pakaian. Mempertimbangkan fungsi serta estetika nya tubuh manusia. Kegiatan yang dilakukan manusia didalamnya disebut sebagai budaya sehingga agama dan budaya adalah hal yang tidak bisa terelakkan keberadaannya.

Mbah nun memberikan gambaran mengenai agama, seni dan budaya bahwa untuk menilai masing-masing unsur menggunakan hati dan akal (pikiran) manusia. Hati berkaitang dengan kehendak sedangkan akal (pikiran) yang meregulasinya. Semua seni bersumber pada agama tinggal hati dan pikiran manusia yang bisa menentukannya. Seberapa ingatnya manusia kepada Tuhannya disaat bermain musik. Bukan terletak obyek musiknya yang disalahkan. Seni musik misalnya, terdapat bunyi, nada, ritme dan lagu. Bunyi dihasilkan bahan yang diambil dari alam. Genderang diambil dari kulit lembu adalah ciptaan Allah SWT. Seruling terbuat dari bambu dan lain sebagainya. Nada dihasilkan dari urutan kedudukan bunyi dari sebuah alat musik. Akal manusia yang dapat mengubah bunyi dari berbagai tingkatan. Ritme merupakan buah dari akal manusia  memberikan kecepatan ditiap nadanya. Sedangkan lagu adalah gabungan dari nada, ritme dan syair yang diciptakan oleh manusia.. Terdapat sebuah pertanyaan dari mahasiswa yang dilontarkan kepada Mbah Nun, ”Mbah Nun  apa hukumnya bermain musik soalnya  guru saya pernah bilang musik itu bisa halal dan bisa haram?”  simbah pun tersenyum menjawab “Pernyataan musik bisa halal atupun haram yang menyebutkan guru mu?kok malah Saya yang suruh menjawab?” “Begini mas..semua yang diciptakan manusia harus sesuai dengan empan papan. Kalau sedang sholat kemudian kamu mengiringinya dengan gamelan ya hukumnya haram. Tapi kalau musik dimainkan tepat tempat beserta waktunya ya hukumnya boleh. Terus misalnya ada pernyataan musik haram karena dapat melupakan manusia maka yang salah manusianya. Sifat manusia yang gampang terpengaruh keadaan, bukan musiknya yang diharamkan, jelas gitu ya mas’.

Anak-anak generasi muda ini diharapkan penuh oleh Mbah Nun. Karenanya mereka dianjurkan tidak saja mengenal ta’lim, tadris, tarbiyah, tafhim, tetapi juga takdib. Secara terminologis, takdib berarti pemberadaban. Takdib inilah yang tidak dikenal di diknas. “Dengan ta’dib, Anda akan mampu menghadapi tantangan masa depan yang kita belum tahu persis seperti apa pada tahun 2017, 2024, hingga 2040. Kalian harus wal tandhur nafsum ma qaddamat lighod. Kalianlah yang akan memegang peranan di masa mendatang. Karena itu, secara spiritual kalian harus dekat dengan Allah, secara intelektual harus lantip, hati harus sudah selesai sehingga tak punya iri hati dan dendam, dan secara mental harus tangguh,” pesan Mbah Nun.

Pesan lain yang disampaikan Mbah Nun agar kita semua menghindari dari sebuah prasangka. prasangka (ijtanibu katsiron minadh dhonni), karena itulah ilmu dibutuhkan. Terlebih, karena hukum sesuatu itu ada kalanya tidak terletak pada sesuatu itu tetapi terletak pada bagaimana cara kita memandang atau menyikapi serta untuk apa kita menggunakan sesuatu itu.

Alat utama manusia dalam mempelajari agam islam adalah akal dan pikiran. AlQur’an dam Al hadist adalah alat untuk mencari sumber hukum dari Allah SWT. Sehingga pelajaran utama yaitu memaksimalkan penggunaan akal dan pikiran manusia. Merangkaikan sebuah kejadian ditautkan dengan kebesaran Allah SWT. Manusia diberikan modal akal dan pkiran untuk bereksplorasi hidupnya menciptakan sesuatu hal, berinteraksi kepada alam beserta ekosistem masyarakat namun tetap bersumber pada ketentuan baku Alquran dan Al Hadist. Asalkan mengajak kebaikan dan secara syariat tidak melanggar hukum agama maka bisa dilakukan.


Rangkaiam acara sudah terlewati Mbah Nun memuncaki acara pada jam 00,30 wib. Shalawatan dimulai dengan mbah ‘indal qiyam dilanjutkan dengan Mbah Nun mendoakan mahasiswa sebagai penerus bangsa. Salah satu dosen tak terasa mengalirkan air mata nya. Usai berdoa para dosen, petinggi STAIN dan pihak kepolisian turut berdiri untuk saling berjabat tangan. Para mahasiswa antri satu-satu untuk masuk dalam barikade panitia berjalan dengan berjabat tangan sangat bahagianya mereka. Didepan Mbah Nun saya berkata “Nyuwun Pangestunipun,,,” beliau tersenyum sembari menepuk pundak. Usai bersalaman saya menuju ke bagian utara panggung untuk menemui Mas Aditya Lutfi seorang drummer Kiai Kanjeng. Ngobrol sejenak bersama beliau menanyakan hobi bersepeda. Beliau menanyakan trek gowes di Pekalongan dan mengharapkan jika Saya maen ke Jogja bisa mampir ke rumahnya beliau. Saya pun sangat berbahagia dengan bersalaman dan saling memeluk sebagai pertemanan yang harus berpisah mungkin suatu saat akan bertemu kembali.

                                             


No comments:

Post a Comment