Dua
hari yang lalu agaknya saya sedikit di bawa perasaannya atau memang saya ini
terlalu 'ndeso setelah membaca status dari teman goweser dari Jogja Mas Dony Adhika yang menuliskan :
"Tidak
semua mainan anak harus kita belikan baru ke toko. Kadang kita harus sedikit
berpikir kreatif, out of the box, untuk mendapatkan sesuatu hal dengan lebih
terjangkau. Fungsinya sama. Untuk melatih anak bersepeda lebih dini, melatih
motorik, bermain di lingkungan sekitar serta berinteraksi".
Tulisan
tersebut di unggah setelah berhasil membuat Balance Bike yang di costum oleh
Mas Brindil Yanuar seorang goweser
berambut panjang, brindil tentunya. Balance Bike yaitu sepeda tanpa menggunakan
kayuhan (pedal) dan rantai. Fungsi sepeda ini digunakan untuk melatih
keseimbangan sebelum dikenalkannya sepeda kepada anak-anak secara utuh.
Mengenai
tulisan tersebut, saya baca berulang-ulang dan kemudian saya pahami dengan
pola-pola kesederhanaan cara berfikir saya. Meski hanya dua kalimat yang
ternyata mempunyai nilai histori tidak sama dengan orang tua umumnya.
Pertama,
berbelanja tidak serta merta gegabah dengan membelikan sepeda meskipun itu tidak
salah. Namun menurut saya di sini naluri sang ayah mulai muncul. Beliau mulai
berfikir keras agar bisa membuat sepeda sederhana tapi tidak meninggalkan
sebagai fungsinya.
Kedua,
melatih anak bersepeda sedini mungkin. Saya jadi teringat sewaktu pertama kali
belajar sepeda secara otodidak. Berkali-kali jatuh bangun tanpa diberi nasehat
dari siapapun. Meski harus pede,babak belur, kaki penuh luka, terkilir dan
sebagainya.
Ternyata
sekarang saya menyadari bahwa perhatian seorang ayah dengan cara mengajari sepeda
akan selalu di ingat oleh anak bahkan sampai dewasa. Coba ditanya ketika
beranjak remaja,"Dengan siapa pertama kali belajar bersepeda? Bersama
Ayah...",tentunya ayah mana yang gak bangga mendengarnya.
Ketiga,
mengajarkan anak berlatih keseimbangan melalui motoriknya. Menurut saya
bersepeda sejak kecil itu mengajarkan keseimbangan manusia dari segi apapun.
Fisik misalnya, bersepeda sebenarnya melatih keseimbangan berdiri, berjalan dan
berlari di atas putaran roda.
Secara
emosional bersepeda menambah keceriaan, makanya anak-anak lebih suka bersepeda
dari pada jalan kaki. Karena di hatinya merasa bangga terhadap sesuatu yang
bisa diraihnya dan bisa berinteraksi di lingkungan sekitar.
Belajar
tanggap dengan keadaan sekitar khususnya di jalan. Tentang pengetahuan harus
letak tempat di saat mengayuh lebih kencang, berbelok harus sesuai dengan etika
ataupun bisa berhenti harus menurunkan ritme kayuhan. Ini semuanya sepaket
lengkap dalam pembelajaran.
Sedangkan
bersepeda bagi orang dewasa mengajarkan perputaran keseimbangan kebiasaan
berkendara itu salah satunya. Biasanya naik mobil atau motor seminggu sekali
naik sepeda. Biar bisa berkaca tingkah laku manusia yang sudah banyak hilang
etikanya ketika di jalan raya.
Apabila
sepeda anak bisa menjadi saksi kebanggaan anak kepada seorang ayah mungkin Anda
patut tersenyum lega melihatnya, semoga.
No comments:
Post a Comment