Thursday, 29 June 2017

Maaf Saya Nyampah Lagi

Sesuatu yang tak perlu digunakan atas asas kemanfaatannya bisa disebut dengan sampah sekalipun terdengar terasa formal dan bertajuk pada pakem tertentu. Baik, saya coba menariknya lebih jauh dari asalnya kemudian digolongkan dalam berbagai jenis sampah seperti organik dan an organik. Saya tidak akan memberikan definisi mengenai hal itu, anak Sekolah Dasar pun mengerti disaat akan membuang bungkus es krim Walls bisa membedakan masuknya diantara 2 boks sampah tersebut. Kalau saya memberikan bentuk sampah pada titik deskripsi diatas, saya tergolong manusia picik yang hanya berfikir linier apalagi ketika Anda membaca status saya ini meski hanya melakukan scroll saja sudah berpuluhan kilobyte terbuang. Artinya saya harus memberikan nilai lebih kepada Anda. Apabila Anda bisa menemukannya, maka saya bisa tersenyum lega. Tapi jika itu tidak terjadi berarti memang harus cepat-cepat mereview pertimbangan untuk masih berteman dengan saya di media sosial tapi pesan singkat saya jangan putuskan rasa kemesraan pertemanan di dunia nyata karena justeru itu hakekat pertemanan sesungguhnya yang membuat saya dan Anda dinaungi keberkahan. Kembali kepada pokok permasalahan saya ulangi lagi bahwa sampah yang berada di sekitar saya dan Anda ternyata banyak sekali seperti tetangganya sampah konvensional yaitu pencemaran lingkungan baik berupa benda padat, cair dan udara yang secara langsung ataupun tidak langsung pasti akan menimbulkan dampak bagi ekosistem termasuk saya dan Anda didalamnya.

Proses membuang sampah dan sudah mengalami perpindahan (mobilitas) dari bentuk sekaligus dari tempat satu ke tempat lainnya disebut proses menyampah atau menghasilkan sampah yang sering  disebut nyampah. Kata nyampah tersebut pertama saya dapat dari media sosial yang menjadi trendsetter masyarakat moderen merancap begitu saja sehingga pernyataan saya diatas pun bisa tumbang atas jarak pandang terhadap  definisi sampah. Lalu pola pikiran lain berjalan harus serta merta saya hubungkan dengan kebiasaan bermedia sosial. Berpijak pada sesuatu yang terus menerus dan dilakukan secara berkelanjutan sudah bisa dikaitan sesuatu yang tidak penting harus dilabeli stempel penting agar orang lain berkomentar inilah dunia maya, representasi dari arus global berlandaskan dari kebebasan. Sedangkan secara mentalitas belum bisa menanggapi secara serius atau hanya peningkatan rating sesuatu yang bisa bermanfaat secara subyektif (likers) dan siap menghadapi tikaman yang menusuk dada secara subyektif, kolektif, institutif, komulatif dan diskriminatif (haters). Harusnya saya dan Anda pun harus mengerti dan memahami kata “setuju” saat penginstalan aplikasi apapun harus menyetujui atas tindakan yang tidak bertolakbelakang dengan hukum yang berlaku ini sebagai pengikraran terhadap perilaku yang menyimpang dan tingkatan hukum itu berada dibawah dari norma, etika dan attitude. Artinya orang bernorma, etika dan beratitude pasti akan menjunjung tinggi permasalahan yang berbau dengan hukum. Sepertinya kita patut mengetahui antara bentuk jalan, arus jalan, tikungan, rambu-rambu, jalur penyelamat dan batas jalan sebelum berkendara termasuk dalam bermedia sosial.

Kata-kata di atas berupa sampah yang berserakan kemudian saya kumpulkan sebelum saya beristirahat.

foto :google







No comments:

Post a Comment