Friday, 30 June 2017

Caffe Latte

Saya masih enggan menelaah varian jenis kopi. Robusta, arabika, vanila caffe, cappucino atau segala macam jenisnya memang kalau dipelajari asyik-asyik sedap. Pelajari lalu praktekan, akan lebih bernuansa tanggung jawabnya, yang jadi kelinci percobaan adalah peraciknya, deal.

Di bilang suka, ndak sampai "ndakik" (ketagihan) hingga panas dingin jika sehari tidak minum kopi. Lebih pantasnya perlu, disaat kepepet rasa ngantuk sedikit terobati dengan seteguk kopi tentunya ini paling cepat seminggu sekali. Saya hanya "nuruti dhawuh" dari kalangan medis yang pernah mengatakan bahwa kandungan caffeine bisa membuka sedikit pembuluh darah. Sehingga kalau minum kopi peredaran darahnya lebih cepat teraliri ke seluruh tubuh yang menyebabkan metabolismenya bekerja lebih optimal. Kembali lagi ini hanya sekedar teori, boleh tidak sepakat karena sama-sama tidak bayar atas kebenaran pribadinya.

Momen di atas kopi sebagai obat kantuk yang bisa di aplikasikan langsung dengan cepat dan mudah. Tapi menurut saya keadaan pribadi masing-masing berpengaruh atas akibat berlakunya melek setelah minum kopi. Meskipun sudah minum 1 drum kalau memang mata harus istirahat ya, bantal solusi paling menyenangkan.

Hanya sebatas dalam film Filosofi Kopi saya bisa menikmati orang minum kopi sedemikian enaknya. Sedangkan rasa sebenarnya hanya "jare" (katanya) yang membuat kota saya bermunculan penjaja kopi berderet-deret memakan trotoar jalan. Andai saja rumah saya dilengkapi semacam minilab uji perpaduan kopi layaknya di film tesebut bisa jadi saya mempelajari sembari nyicipi resep kalau kurang pahit mungkin ada yang salah disaat sangrainya dan sayangnya desain begitu tidaklah murah.

Budaya ngopi bagi orang Indonesia, membuat saya terheran-heran. Saat setelah masuk di salah satu bank di Pekalongan. Sekitar jam 12 siang layaknya ada orang yang nyeduh kopi di ruang ber-AC. Aroma kopi menebar dari nomor antrian hingga meja mbak-mbak teller. Sedangkan kanan kiri di atas meja cangkir pun tidak tersedia. Saya sudah menebak bau ini tidak lepas dari kopi sachet yang lekat dengan essense yang lebih ditonjolkan daripada rasanya. Ternyata saya harus menepis praduga, saat setelah dispenser pengharum ruangan berbunyi "ssrrrruuuthh..." Ohh saya tertipu dibuatnya.

Korban iklan layanan masyarakat bisa jadi benar. Semenjak pengalaman itu saya semakin penasaran tentang varian jenis refill pengharum ruangan tersebut. Usut punya usut ketemu aroma CAFFE LATTE sekali semprot seakan barbau kopi yang baru diberi air panas. Menurut saya ini masih kurang kreatif, karena di botolnya belum tercantum label serifikasi halal. Apabila demikian adanya, saya lebih simpel menikmati kopi, tinggal siapkan air panas lalu semrotkan pengharum ruangan, saya lebih mudah membuat kopi dan untuk saat ini sepertinya belum terjadi.

Foto Muhammad Syukron.



No comments:

Post a Comment