Dua hari ini sepertinya saya tengah asyik membahas makanan lebaran
yang berada di ruang tamu. Ya, itu lebih saya pilih dibanding harus
"nggayemi", duduk manis lalu tanpa dirasa isi toples tiba-tiba habis,
minimal harus tanggung jawab ngisi lagi sementara toko kue masih tutup karena
libur lebaran.
Saya
masih tergelitik, saat setelah membuka toples berisi kue kering yang disebut
dengan kue kuping gajah. Perlakuan kue ini tidak seperti biasanya tanpa ba bi
bu, buka toples langsung lhep seperti makan sosis kata bang Dedy Mizwar. Sebelum
kuping gajah itu memasuki mulut saya. Saya terus berfikir keras tentang alasan
orang-orang memberi nama kue ini dengan sebutan kuping gajah. Melengkapi rasa
penasaran saya, akhirnya saya download gambar gajah dan telinganya saya zoom
hingga 4 kali.
Kemudian
apa yang saya temukan?
Ternyata
bentuk telinga gajah tidak seunik bentuk kue kuping gajah yang diasumsikan
orang-orang. Bahkan, warna telinga gajah pun masih berwarna hitam ke abu-abuaan
bukan loreng-loreng coklat krem seperti kue kuping gajah. Lalu saya meredam
rasa penasaran dan tetap saya masih bertanya apa coba kemiripannya? bahkan ini
sangat berbeda sekali bentuknya.
Saya
lebih setuju dengan penamaan kue kerang-kerangan. Baik bentuk dan ukurannya
hampir mirip meskipun beda pada warnanya. Sedang penamaannya pun kurang setuju
apabila dipakai nasional. Karena seharusnya menurut EYD menjadi Kue Telinga
Gajah dan ternyata masyarakat masih terus berdamai dengan bahasa jawa.
Dan
terakhir saya sangat berharap ada pencetus makanan yang bisa membuat kue
panjang hitam berikut ada lubangnya. Kemudian agar lebih lengkap dinamakan
dengan Kue Belalai Gajah. Bisa jadi ini bahan agenda bagi pabrik toples untuk
membuat prototype-nya,semoga.
No comments:
Post a Comment