Tuesday, 20 June 2017

Gelar Embel-embel

Sosok Dharma seorang pegawai. Berasal dari keluarga sederhana bekerja sebagai kuli pemerintah yang belum diakui sebagai abdi negara berpangkat dan bergolongan sekaligus register berembel-embel nomor induk pegawai. Statusnya sebagai pegawai kontrak sebuah instansi pemerintahan kini sudah hampir 8 tahun ia tekuni bidang pekerjaannya.

Pandangan beberapa masyarakat bekerja di instansi pemerintah memang didambakan. Apalagi sekarang diantara profesi menggiurkan dengan pendapatan fantastis pegawai negeri dinilai cakap profesi yang menghasilkan karena meski sudah mencapai masa pensiun dana bulanan masih saja mengalir. Poin itulah sebagai nilai lebih diantara profesi lain. Sisi lain bahwa pegawai negeri tidak mengenal masa pemecatan kecuali memang melanggar dari falsafah Pancasila dan UUD 1945.

Dharma bekerja bersama komunitas orang negara meskipun statusnya berbeda sehingga lebih dekat mengerti seluk beluk yang menjadi budaya atau beberapa kebijakan yang bisa dilihat dan dimengerti bahkan secara implisit. Sebandel-bandel pegawai negeri kalau terkena masalah hanya tindak mutasi yang bisa dikenakan kepada yang bersangkutan. Segala macam kebijakan kenaikan disektor perekonomian akan berbanding lurus dengan kenaikan gaji dan segala macam thethek bengek didalamnya. Meskipun tiap lini  ada yang serius bekerja sebagaimana etos profesionalisme aparat negara predikat miring selalu terlontar karena masih ada oknum undisipliner yang tertangkap mata masyarakat.

Bentuk visual fisik seragam tidak jauh beda bahkan bisa dikatakan sama hanya ada hari-hari khusus yang mengharuskan mereka mengenakan seragam kebanggaan negara dan pada posisi ini seragam Dharma tidak sama karena memang kepatuhan peraturannya demikian. Dari segi penampilan masyarakat tidak mengetahui tentang perbedaan status yang dialami oleh Dharma. Alhasil persepsi masyarakat mengira bahwasanya Dharma mempunyai kepangkatan sebagai orang negara. Sampai suatu ketika tatkala Dharma di sebuah pompa bensin, saat setelah menutup jok motor ada slentingan dari seorang yang duduk sembari mengatakan, “Enak ya,  masih muda sudah menjadi pegawai”, kenyamnya. Dharma mendengar sambil gergetan inginya menimpuk sepatunya namun ia hanya diam kemudian melaju pulang.

Perpeloncoan porsi beban pekerjaan oleh pekerja negara masih ditemukan disetiap bidang meski ini terlalu sulit terendus oleh publik. Bagi pekerja yang belum diakui oleh negara menjadi buruh bayangan yang menyelesaikan pekerjaan. Berbagai alasan yang menyeruat berbicara tentang kesibukan maya diadakan ataukah mengada ada. Semua itu mereka sendiri yang mengetahui jawabannya. Bagaimana akan mengetahui segala macam jenis kualitas pekerjaannya. Sedangkan tim penilai masih dalam kategori yang sama menilai rekan kerjanya sendiri, dan tidak ada yang menjamin kalau terjadi deal-deal yang mengiyakan hasil nilainya baik bahkan sangat baik. Dharma hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku cari aman dari berbagai spekulasi yang ingin dilayangkan oleh atasannya langsung.

Teman seumuran Dharma yang dulunya pernah satu SMA dengannya pernah mengutarakan wacana yang sama. Diantara yang berpangkat akan memberikan mandat berlebih kepada mereka yang berpangkat di bawahnya, apalagi bagi orang yang tidak mempunyai asas legalitas pangkat sebagai titik pencapaian yang diidamkan. Begitulah bedanya non dan karyawan yang diakui oleh pemerintah.

No comments:

Post a Comment