Saya termasuk orang gumunan ketika Gubernur Jakarta Pak
Jokowi membawa bungkusan permen diletakkan di atas meja pelayanan kantor kelurahan.
Kok...sempat-sempatnya beliau berfkir
hal terkecil yang disukai anak kecil bahkan orang dewasa pun kalau disuruh
pilih antara bengong sama ngemut permen, bisa jadi banyak orang yang
milih ngemut permen lah yang paling
enak. Apalagi rasanya bisa milih kaya rasa buah, coklat atau bahkan rasa mint
yang menyegarkan. Saya semakin penasaran dan coba menelusuri lebih jauh
mengenai hal sepele yaitu tentang permen.
Beberapa kalimat di atas tidak
memaksakan untuk pro dan kontra tentang subyek yang menaruh permen. Saya ajak
Anda berfikir lebih mendalam tentang alasan kenapa kok permen? Ada apa dengan
permen? Bagaimana meletakkan permen? dan Kapan meniru kebiasaan baik dengan
permen?....Ahhh... itu bagi orang yang mau praktik hal sepele, kalau mau sih!
Sudah saya singgung dari awal sifat
universalnya permen mencangkup semua usia, gender, strata dan siapapun boleh
menikmatinya. Saking ngebet-nya orang
diet glukosa selama satu tahun, saya kira boleh kok kalau cuma nikmati satu
butir permen. Bisa jadi industri permen berawal dari anak kecil yang suka karena
rasa manisnya dan orang dewasa pun juga tak kalah gemar mengkonsumsinya.
Sejarah tentang permen dimulai pada
tahun 1828 saat seorang Belanda,Conrad J. Van Houten yang memeras biji
coklat yang dimasaknya yang kemudian dicampur gula hingga menjadikannya permen
coklat. Meski tergolog benda kecil, permen bisa menghadirkan suasana baru
bagi penikmatnya. Akan terasa efeknya ketika tenggorokan serta mulut terasa
kurang nyaman, maka permen menjadi sesuatu hal yang paling berharga menjawab
keadaan tersebut.
Rutinitas di pelayanan umum seperti kantor pelayaan keuangan
seperti bank, koperasi simpan pinjam, kasir pembayaran dan sifatnya ada sesi
menunggu proses pelayanan, permen menjadi sajian gratis di atas meja. Hal demikian
bagi pengelola mensiasati agar kenyamanan pelanggan benar-benar kondusif. Cara
mengambilnya pun diberi kebebasan sepenuhnya dan dengan jumlah lebih dari satupun
diperbolehkan. Gaya-gaya semacam ini menumbuhkan kepercayaan diri pelanggan di
sebuah tempat umum yang sudah nyaman seperti rumahnya sendiri.
Asyik juga lho...kalau tempat yang kita anggap favorit misalnya
di meja kamar atau meja ruang tamu disediakan permen diantara berbagai camilan
makanan ringan. Sembari mengambil satu permen lalu ingatlah, kapan pula kita
menaruh permen di tempat kerja kita, kios dagangan kita atau sekedar membawanya
berbagi orang lain yang kebetulan mempunyai kartu anggota perokok pasif lalu menjadi
percontohan publik. Bahkan bisa diangkat sebagai duta permen, dilingkungan
Anda...wahhh....malah jadi viral...monggo
lah terserah asumsinya.
Dari contoh kebiasaan pemimpin maka publik akan menilainya.
Meski menjadi pemimpin itu tidak mudah, sedang mau mengajak kebaikan saja masih
enggan percaya harus berfikir, netralitas, rasionalitas atau obyektifitas.
No comments:
Post a Comment