Ini cerita lanjutan sih,
dari cerita sebelumnya yang membahas tentang pedagang pukis. Ya...hari aku
berencana membeli pukis sebagai jajan pagi menemani ngetik di rumah. Sangat pas momennya setelah dari mengantar ibu ke
klinik langsung buat postingan blog hari ini bisa menyelesaikan deadline 6
karya tulisan apapun jenisnya narasi, prosa, deskriptif, hanya judul biar nanti
bisa dikembangkan dan biarlah mengalir saja ide-ide yang aku tumpahkan melalui
kata-kata.
Aku memang menyukai kepada
mereka pejuang keluarga yang tangguh, kalau memang ada yang inspiratif
ya...tetap aku korek kehidupan pribadinya aku ambil sisi-sisi kesabaran,
ketabahan, ketelatenan dan keuletan. Aku mengambil lagi judul tentang pedagang
pukis karena masih banyak yang harus digali.
Sambil menunggu kue pukis
dalam keadaan matang, aku menyempatkan diri menyela diantara ruang gerak kedua
tangan memilah kue satu dengan kue lainnya. Agar tidak terlalu jauh
konsentrasi, pertanyaan aku mulai dari
segita pandangan, tangan dan pikiran melahirkan ucapan jawaban. Bapak
penjual pukis pun tak merasa ada yang aneh tentang segala pertanyaan yang
singkat tapi jawabannya dia sedetail-detailnya. Tipe orang ini sebenarnya suka ngobrol apa mungkin karena ia sebagai
pendagang harus beusaha ramah kepada siapapun? Ada gak ya korelasinya?heemm...
“Pak ini cetakannya beli
dimana?”, tanyaku penuh penasaran.
Tangan bapak penjual masih
mengambil kue yang sudah matang. Selang beberapa detik kemudia beliau menjawab,
“Ini dulunya saya dipinjemi sama bos pukis
asli Kebumen. Kebetulan satu jama’ah dengan saya. Orangnya baik kok, dia mau
ngajarin saya buat dagangan pukis. Waktu
pertama kali saya dagangnya di Lapangan Mataram. Setelah saya bisa sendiri
akhirnya saya izin untuk buka sendiri akhirnya sampai sudah berdagang disini,
tapi alhamdulillah cetakan ini sudah aku bayar 125 ribu, kalau beli sendiri
sih...ndak boleh mungkin bisa 300 ribuan. Nama bos pukis ini Ali biasanya orang
memanggilnya, orangnya janggutan sama seperti saya”, papar beliau meletakkan 10
kue pukis garing ke dalam kardus pesananku.
Terakhir senyuman kecil menyapu suasana mendung diantara ucapan terima kasih yang memisahkan pertemuanku hari ini.
Terakhir senyuman kecil menyapu suasana mendung diantara ucapan terima kasih yang memisahkan pertemuanku hari ini.
No comments:
Post a Comment