Wednesday, 15 March 2017

Cetakan Pukis

Ini cerita lanjutan sih, dari cerita sebelumnya yang membahas tentang pedagang pukis. Ya...hari aku berencana membeli pukis sebagai jajan pagi menemani ngetik di rumah. Sangat pas momennya setelah dari mengantar ibu ke klinik langsung buat postingan blog hari ini bisa menyelesaikan deadline 6 karya tulisan apapun jenisnya narasi, prosa, deskriptif, hanya judul biar nanti bisa dikembangkan dan biarlah mengalir saja ide-ide yang aku tumpahkan melalui kata-kata.

Aku memang menyukai kepada mereka pejuang keluarga yang tangguh, kalau memang ada yang inspiratif ya...tetap aku korek kehidupan pribadinya aku ambil sisi-sisi kesabaran, ketabahan, ketelatenan dan keuletan. Aku mengambil lagi judul tentang pedagang pukis karena masih banyak yang harus digali.

Sambil menunggu kue pukis dalam keadaan matang, aku menyempatkan diri menyela diantara ruang gerak kedua tangan memilah kue satu dengan kue lainnya. Agar tidak terlalu jauh konsentrasi, pertanyaan aku mulai dari  segita pandangan, tangan dan pikiran melahirkan ucapan jawaban. Bapak penjual pukis pun tak merasa ada yang aneh tentang segala pertanyaan yang singkat tapi jawabannya dia sedetail-detailnya. Tipe orang ini sebenarnya suka ngobrol apa mungkin karena ia sebagai pendagang harus beusaha ramah kepada siapapun? Ada gak ya korelasinya?heemm...

“Pak ini cetakannya beli dimana?”, tanyaku penuh penasaran.
Tangan bapak penjual masih mengambil kue yang sudah matang. Selang beberapa detik kemudia beliau menjawab,

 “Ini dulunya saya dipinjemi sama bos pukis asli Kebumen. Kebetulan satu jama’ah dengan saya. Orangnya baik kok, dia mau ngajarin saya buat dagangan  pukis. Waktu pertama kali saya dagangnya di Lapangan Mataram. Setelah saya bisa sendiri akhirnya saya izin untuk buka sendiri akhirnya sampai sudah berdagang disini, tapi alhamdulillah cetakan ini sudah aku bayar 125 ribu, kalau beli sendiri sih...ndak boleh mungkin bisa 300 ribuan. Nama bos pukis ini Ali biasanya orang memanggilnya, orangnya janggutan sama seperti saya”, papar beliau meletakkan 10 kue pukis garing ke dalam kardus pesananku.

Terakhir senyuman kecil menyapu suasana mendung diantara ucapan terima kasih yang memisahkan pertemuanku hari ini.

No comments:

Post a Comment