Saturday, 25 March 2017

Ajining Noto Terompah

Dari beberapa terompah yang berjejer rapi di masjid ada pesan dari guru yang tidak sengaja terdengar oleh musafir yang hendak pulang bekerja. Mengaku awam bahkan jauh dari kehidupan spiritualnya tidak lain hanya seorang yang ingin berusaha.

Suara khas seorang guru menggetarkan gendang telinganya Dharma siang itu, tatkala ia sedang asyik beristirahat diatas pecinan trotoar kepalanya menengok ke belakang menuju acara televisi sebuah toko. Terik suasana di percabangan jalan arteri pantura semakin menyilaukan atas pantulan cat mobil mewah yang berderet-deret merayap.
“Semakin asyik juga ceramah dari guru asli betawi ini”, gumam beliau sembari melihat oma-oma memakai kacamata bulat turut menyaksikan acara religi di atas kursi malas.

Dharma mendengar guru tersebut berpesan kepada jama’ahnya, “Segala perbuatan baik kepada sesama manusia, pasti ada perhitunganya, tenang saja. Sekalipun dari rumah berniat akan beribadah kemudian melakukan kebaikan Tuhan pun tidak akan tinggal diam. Merapikan sandal dari orang-orang yang sedang beribadah kebaikannya dapat dirasakan langsung oleh semua orang ”, jelas beliau dalam isi ceramah siangnya.

Bahkan sumber dari ujaran yang dikemukakan guru tersebut tidak pernah digubris. Pikirannya hanya bisa menampung dari simpulan kebaikan yang matang dan siap saji untuk dipraktekkan. Langkahnya pun dilanjutkan hingga nanti bersama senja bermesraan menelusuri jalanan kota. Dibiarkan adzan magrib berkumandang sejenak, tertoleh ada menara hijau dari sebelah selatan menyeberanglah menuju ke sana.

Masih empat menit lagi langkah kakinya tak sebanding cepatnya iqomah yang barusan terdengar. Kalaupun ingin lari tenaganya masih diperhitungkan untuk pulang. Sesampainya di halaman masjid jamaah sudah mencapai rakaat ke dua. “Ahh...sudahlah nyantai saja...ndak usah keburu-buru...”
Seperti sudah menyerah pasrah menjadi sesorang paling akhir satu kloter berjamaah. Ingatannya kembali dibukakan atas perintah sang guru tadi siang. Saat itu pula Dharma bergegas merapikan terompah dari satu deret pintu masjid sebelah selatan. Diambilnya air wudhu agar saat rakaat terakhir bisa segera terpenuhi sebagai seorang yang terlambat.


Selang beberapa setelah salam Dharma mendengar bisik-bisik suara dari luar keheranan bentuk sandal sekarang, hatinya semakin merunduk dan ampunan yang terus dipanjatkan.

foto: google

No comments:

Post a Comment