Menjadi pasien pertama pagi ini, Yu
Sri digeledek menggunakan bed menuju ruang pemeriksaan. Mulut masih terbungkam
oleh masker hijau yang bertulis “puasa bicara” karena prosedur tindakan memang
seperti itu. Mata dekok diantara keriput kelopak mata yang dihiasi rambut
putihnya terurai Yu Sri tergolek lemas tak berdaya. Tubuhnya kurus untuk berpindah
ke tempat pemeriksaan, karena ke-dua pengantar itu dengan mudahnya mereka mengangkat.
Dharma mengetahui Yu Sri masuk ke
ruang pemeriksaan segera membawa beberapa alat sebelum pemeriksaan dimulai.
Tidak begitu menyeramkan hanya beberapa lembar kertas yang ditempelkan alas
tulis berwarna hijau beserta pulpen seolah sekertaris kepada atasannya siap.Pintu
pemeriksaan ditutup perasaan Yu Yatmi agak setengah takut tatkala terbaring di ruang
baru bukan ruang perawatan yang sehari-harinya ia singgahi.
Dharma melepas genggaman pada
pergelangan tanganya, terasa dingin, “Anakya kok nggak ikut mbah?”, tanya Dharma
beranjak berjalan.
“Anak saya pada kerja semua nak...Saya
disini sendiran”, jawab agak meronta dan suaranya terdengar lirih.
“Ohh begitu...tapi ada di sini semua
kan, nggak ada yang merantau?” tanya kembali Dharma sambil menoleh menatap Yu
Sri.
“Iya nak ada disini semua...Saya ini
orang yang nggak punya nak...anak-anak saya pada sibuk kerja ngurus rumah
tangganya”, nadanya semakin rendah dan binar matanya berkaca-kaca.
“”Kata siapa mbah itu orang nggak
punya? Lha sekarang kan masih punya tangan, kaki dan bisa berjalan kok mbah...Simbah
termasuk orang kaya”, Dharma sembari berjalan disamping Yu Sri menyiapkan
kembali alat periksanya.
Disela-sela hilir mudik Dharma berada
di ruang pemeriksaan, rekan kerjanya Mirna datang menemui simbah tapi tidak
lama kemudian beranjak pergi.
“Mas Dharma...sekarang simbahnya
nangis setelah tadi mas bilangin begitu, mbahnya jadi baper”, Mirna menemui
Dharma di belakang ruang pemeriksaan.
“Lho apa saya salah tho? Kok sampai
bikin dia menangis?”, ujar Dharma
menanyakan ke Mirna penuh tanya.
“Ndak begitu malah mbahnya tadi baper
banget atas jawaban Mas Dharma tadi”, jawab mirna yang memakai jilbab putih itu.
“Oh begitu ceritanya...ia aku tadi sempat membesarkan hatinya simbah, biar ndak terlalu memelas keadaanya”, saat itu pula Dharma melanjutkan kembali aktifitasnya.
Foto : google
No comments:
Post a Comment