Berbagai alasan yang
melatarbelakangi makan di meja gerobak kayu yang mulai mangkal dari sore hingga
tengah malam hari. Kalau dikejar tentang mencari rasa kenyang, mungkin pembeli
akan mencari warung yang memberikan porsi lebih banyak dari biasanya.
Sebenarnya menu yang disajikan
pun tidak begitu wah...bahkan bisa dikatakan, malah lebih sederhana.
Oseng-oseng tempe, ikan asin, telor puyuh dan sate keong terus menghiasi loyang
plastik disebelah ceret berjumlah 3 yang bawahnya terdapat arang sebagai pemanasnya.
Pembeli pun tidak sepi, silih
berganti meskipun ada yang hanya kangen minuman khas susu jahe dan martabak
bakar seperti saya ini. Lantas apa, yang sebenarnya pembeli cari?
Yaitu suasana berbeda dari
rutinitas makan biasanya. Melihat dari bentuk nasi yang kalau ditakar paling 3
sendok makan dan diberi 1 sendok lauk. Sangat cocok bagi mereka yang ingin
makan hanya sebagai pengganjal perut sementara atau sekedar mencari udara malam
bersama teman, rekan kerja atau mahasiswa.
Suasana tentunya sangat berbeda,
sumber penerangan bergantung pada cahaya lampu "teplok", yang
berbahan bakar minyak tanah. Memilih menu pun tantangannya luar biasa, bahkan
ketika membuka dompet mau bayar harus jeli melihat nominal uang yang akan
diberikan.
Hahahaha....memang asyik...!!!
Ini belum ditambah dengan ngobrol
kepada pembeli lainnya. Meskipun belum pernah saling mengenal kita tidak
dilarang kok menanggapi pembicaraan itu karena mejanya pun berukuran tidak
lebih dari 2 meter.
Saking seringnya mendatangi
angkringan mas-mas penjual akan terus mengingat bahkan tak jarang malah menjadi
pertemanan yang akrab. Dari situlah muncul sebuah ikatan persaudaraan terjalin
yang tidak hanya mementingkan urusan keperluan perut semata.
Bagi Anda yang belum pernah
mngkin perlu mencobanya.
No comments:
Post a Comment