Friday, 10 March 2017

Angkringan

Berbagai alasan yang melatarbelakangi makan di meja gerobak kayu yang mulai mangkal dari sore hingga tengah malam hari. Kalau dikejar tentang mencari rasa kenyang, mungkin pembeli akan mencari warung yang memberikan porsi lebih banyak dari biasanya.

Sebenarnya menu yang disajikan pun tidak begitu wah...bahkan bisa dikatakan, malah lebih sederhana. Oseng-oseng tempe, ikan asin, telor puyuh dan sate keong terus menghiasi loyang plastik disebelah ceret berjumlah 3 yang bawahnya terdapat arang sebagai pemanasnya.

Pembeli pun tidak sepi, silih berganti meskipun ada yang hanya kangen minuman khas susu jahe dan martabak bakar seperti saya ini. Lantas apa, yang sebenarnya pembeli cari?

Yaitu suasana berbeda dari rutinitas makan biasanya. Melihat dari bentuk nasi yang kalau ditakar paling 3 sendok makan dan diberi 1 sendok lauk. Sangat cocok bagi mereka yang ingin makan hanya sebagai pengganjal perut sementara atau sekedar mencari udara malam bersama teman, rekan kerja atau mahasiswa.

Suasana tentunya sangat berbeda, sumber penerangan bergantung pada cahaya lampu "teplok", yang berbahan bakar minyak tanah. Memilih menu pun tantangannya luar biasa, bahkan ketika membuka dompet mau bayar harus jeli melihat nominal uang yang akan diberikan.
Hahahaha....memang asyik...!!!

Ini belum ditambah dengan ngobrol kepada pembeli lainnya. Meskipun belum pernah saling mengenal kita tidak dilarang kok menanggapi pembicaraan itu karena mejanya pun berukuran tidak lebih dari 2 meter.

Saking seringnya mendatangi angkringan mas-mas penjual akan terus mengingat bahkan tak jarang malah menjadi pertemanan yang akrab. Dari situlah muncul sebuah ikatan persaudaraan terjalin yang tidak hanya mementingkan urusan keperluan perut semata.


Bagi Anda yang belum pernah mngkin perlu mencobanya.

Foto Muhammad Syukron.

No comments:

Post a Comment