Friday, 31 March 2017

"Ngunjungi" Pameran Buku

Kemarin tanggal 29 April 2017 pameran buku telah dibuka. Biasanya aku menanggapinya hanya sebatas tahu saja mengunjunginya pun kalau nggak sengaja lewat terus mampir. Tapi mainanku sekarang merambah ke baca buku. Meski kebiasaan ini sudah lama ada namun hilang begitu saja. Kini hobi itu semakin bersemi, adanya pameran buku yang diadakan atas kerjasama Pemerintah Kota Pekalongan dengan salah satu organiser buku digelar dan aku pun langsung berkunjung ke sana.

Setelah maghrib bersama ibu sudah mendarat di area pameran. Hari pertama pameran sudah banyak pengunjung yang berdatangan. Ada yang mengikuti semacam pengajian tapi yang ngisi seorang trainner motivator. Di depan gedung terdapat berbagai kios jajanan kecil semacam lekker, kebab dan burger. Antusiasme pengunjung semakin memadati dengan penuh riuh mengajak keluarganya bahkan anak-anakpun diajak memeriahkan mengikuti lomba mewarnai.

Langkahku masuk ke pintu utama melewati satu kios buku, yaitu Diva Press dalam batinku ini kios sepertinya distributor langsung dari penerbitnya. Kunjungan yang pertama aku cari yaitu karyanya EAN atau Tejo, tanpa basa-basi aku tanya kepada penjualya, “Karangan EAN dan Tejo ada mas?”, tanyaku. “Oh, kebetulan kami ndak punya mas”,jawab penjaga buku yang duduk di muka kios. Langkahku berlanjut ke kios selanjutnya.

Pandanganku tertuju pada salah satu karangan EAN yang berjudul Slilit Kyai pada kios yang lupa mengingat namanya. Sembari aku pegang bolak balik. Dalam batinku berkata “Kok harga bukunya lebih murah dibandingkan harga normalnya ya?ahh...apa iya sih?”, aku telusuri perbedaannya. Bahan ketas yang membeedakan bentuknya berwarna abu-abu sedangkan buku biasanya berwarna kuning krem atau putih. Semakin penasaran tentang kualitas buku ini kemudian aku tanyakan langsung kepada penjualnya, “Mas ini kualitas ori?”, sambil memperlihatkan buku di mejanya.”Kalau dengan harga segitu kualitasnya KW mas, tapi dalemnya sama kok hanya beda kertas saja””, jawab penuh yakin dari penjual yang berponi miring mirip artis korea itu. Sudah tidak respon lagi mengetahui kualitas dari buku ini, aku lebih memilih restu dari penulis setahuku kalau barang KW dari royaltinya pun enggan memikirkan apalagi kualitas fisik bukunya, mending lanjut saja ke kios selanjutnya.

Pada penghujung kios yaitu deket pintu keluar gedung terlihat  5 pengunjung asyik membaca beberapa koleksi yang tersedia. Semakin penasaran aku langsung masuk, ternyata ada beberapa koleksi EAN. Tentang kualitas langsung saja aku tanya, “Mas ini kualitasnya ori apa KW?” tanya ku sembari memperlihatkan satu buku. “Ori mas, kalo KW harganya lebih murah dari itu dan kertasnya pun kaya kertas koran”, jawab penjual buku itu. Hal yang aku rasakan kebingungan judul mana yang harus dibeli. Sambil membaca tulisan bagian belakang buku akhirnya terpilih beberapa judul diantaranya Gelandangan Di Kampung Sendiri, Titik Nadir Demokrasi dan Surat Kepada Kanjeng Nabi. Akhirnya perjalanan ke pameran buku kali ini tidaklah sia-sia. Dengan suka cita buku itu aku bawa pulang masih dalam keadaan tersegel menunggu waktu beberapa buku yang belum dibaca.

Thursday, 30 March 2017

Mrebes Mili

Menjadi pasien pertama pagi ini, Yu Sri digeledek menggunakan bed menuju ruang pemeriksaan. Mulut masih terbungkam oleh masker hijau yang bertulis “puasa bicara” karena prosedur tindakan memang seperti itu. Mata dekok diantara keriput kelopak mata yang dihiasi rambut putihnya terurai Yu Sri tergolek lemas tak berdaya. Tubuhnya kurus untuk berpindah ke tempat pemeriksaan, karena ke-dua pengantar itu dengan mudahnya mereka  mengangkat.

Dharma mengetahui Yu Sri masuk ke ruang pemeriksaan segera membawa beberapa alat sebelum pemeriksaan dimulai. Tidak begitu menyeramkan hanya beberapa lembar kertas yang ditempelkan alas tulis berwarna hijau beserta pulpen seolah sekertaris kepada atasannya siap.Pintu pemeriksaan ditutup perasaan Yu Yatmi agak setengah takut tatkala terbaring di ruang baru bukan ruang perawatan yang sehari-harinya ia singgahi.

Dharma melepas genggaman pada pergelangan tanganya, terasa dingin, “Anakya kok nggak ikut mbah?”, tanya Dharma beranjak berjalan.
“Anak saya pada kerja semua nak...Saya disini sendiran”, jawab agak meronta dan suaranya terdengar lirih.
“Ohh begitu...tapi ada di sini semua kan, nggak ada yang merantau?” tanya kembali Dharma sambil menoleh menatap Yu Sri.
“Iya nak ada disini semua...Saya ini orang yang nggak punya nak...anak-anak saya pada sibuk kerja ngurus rumah tangganya”, nadanya semakin rendah dan binar matanya berkaca-kaca.
“”Kata siapa mbah itu orang nggak punya? Lha sekarang kan masih punya tangan, kaki dan bisa berjalan kok mbah...Simbah termasuk orang kaya”, Dharma sembari berjalan disamping Yu Sri menyiapkan kembali alat periksanya.

Disela-sela hilir mudik Dharma berada di ruang pemeriksaan, rekan kerjanya Mirna datang menemui simbah tapi tidak lama kemudian beranjak pergi.
“Mas Dharma...sekarang simbahnya nangis setelah tadi mas bilangin begitu, mbahnya jadi baper”, Mirna menemui Dharma di belakang ruang pemeriksaan.
“Lho apa saya salah tho? Kok sampai bikin dia  menangis?”, ujar Dharma menanyakan ke Mirna penuh tanya.
“Ndak begitu malah mbahnya tadi baper banget atas jawaban Mas Dharma tadi”, jawab mirna yang memakai jilbab putih itu.

“Oh begitu ceritanya...ia aku tadi sempat membesarkan hatinya simbah, biar ndak terlalu memelas keadaanya”, saat itu pula Dharma melanjutkan kembali aktifitasnya.

Foto : google

Detik Berakhir

Hubungan hati yang terlalu lama beberapa perasaan mengikat terlebih mengenai keinginan. Waktu terlalu cepat tak terasa menyita hampir seluruh usia masa pencarian. Tiba-tiba tersadar keadaan sekitar telah berubah sedang kita masih dalam keadaan yang sama. Apa kita akan menangisi waktu yang telah berlalu sedangkan kita sudah kadung terus tersenyum terhadap momen kebersamaan yang telah berlalu.

Kita sama-sama berhenti di persimpangan untuk melanjutkan atau berhenti lalu berpisah demi kebaikan. Jauh sebelum berjalan kita telah mengerti terasa jalan ini penuh dengan kesunyian tanpa ada saling sapa dari orang-orang sekitar. Tersenyum pun terasa enggan apalagi mengucapkan say hay selamat datang bakal seseorang yang kelak menjadi satu keluarga. Berbagai macam bentuk masalah tidak urungnya menjadikan penyebab berpisah, justru malah kita semakin lebih mengerti cara pendewasaan. Ternyata waktu yang telah berlalu sangat sulit ditinggalkan dan kita melewatinya tidak sebentar.

Tentang cara untuk berpisah kita belum pernah menemukan karena kita  terperangkap dalam momen keseharian. Dimana kita berpeluang lebih banyak bertemu minimal bertegur sapa. Ada bayangan kalau memang benar-benar perpisahan menjadi sebuah suratan, mengubah perasaan akan terasa lebih berat apalagi usaha untuk melupakan. Kita sama-sama menyadari tentang rasa memang lahir bukan karena pandangan pertama, melainkan karena kebersamaan yang setiap hari dipertemukan. Dalam jalan pikiran kita pun tidak akan sampai hingga sekarang. Kekurangan yang terdapat diantara kita tak pernah tutupi karena kekurangan tersebut sebagai amunisi alasan saling menyadari dan lebih saling mengasihi.


Semakin hari rasa sayang semakin nyata semakin pula rasa khawatir pun terus melanda. Ketakutan terbesar saat waktu  telah memastikan diantara kita harus merelakan kebahagiaan dengan orang lain. Seiring waktu tersebut bentuk sayang itu masih ada dan tak merelakan perpisahan terjadi diantara kita. Bayang-bayang tersebut terus menghantui dengan bertambahnya usia. Sendangkan kita terlalu mesra dipisahkan.

Duduk Sejenak

Jangan anggap laki-laki cuek kalau belum nikah mereka pun juga merasakan kegalauan yang sama seperti layaknya perempuan. Bolehlah beranggapan kalau perempuan belum nikah karena dibatasi dengan usia produktif antara 20- 35 tahun menurut teori sih sangat cocok masa ideal bagi perempuan. Namun bagi laki-laki yang usia tersebut belum menikah bukan berarti tidak ada rasa sedikit cemas dengan segala problematika yang akan terjadi masa  mendatang.

Sebagaimana laki-laki mejadi tulang punggung keluaga yang bisa memberikan segala kebutuhan keluarga. Menikah lebih muda akan banyak waktu mengurus segala keperluannya, usia 25 tahun ditinjau dari usia kematangan sudah mencukupi kriteria. Selamat bagi mereka yang diizinkan bisa melalui proses ini dengan segala liku yang terjadi. Rasa syukur adalah hal utama dibandingkan dengan mengeluh tiada tara atau bahkan melakukan hal-hal yang bisa merusak rumah tangga. Kalau memang hidup harus terpaku keadaan sulit maka tengoklah mereka laki-laki yang belum bisa tangguh melewati ujian hidup yang bernama pernikahan.

Segala macam pertanyaan klise dari laki-laki yang belum menikah diantaranya siapa kelak pendampingnya yang bisa mengerti keadaan baik secara emosi dan materi merujuk terhadap kembali perannya sebagai pengayom sekaligus nahkoda keluarga. Berbagai macam usaha pun mereka lakukan diantaranya mencari pertemanan baru kepada perempuan, ada pula yang sibuk memperbaiki diri agar Tuhan bisa memantaskan keadaan pasangan yang sesuai keinginannya. Bagi laki-laki paras perempuan bisa pertama dilihat namun bukan utama yang menjadi kriteria persyaratan menuju pernikahan. Perempuannya cantik dan bisa mengerti keadaan laki-laki  apapun segala macam kemungkinan terburuk yang ditimpanya tergolong sangat didambakan. Tapi kalau mencari kesempurnaan fisik dan sifat agar sesuai yang diinginkan manusia tidak mempunyai kekuatan ruang membolak-balikkan hati dan keadaan.

Menerima keadaan hidup bernafas sejenak ketika kaki lelah merajut segala angan. Lak-laki  juga mengalami masa pasrah dengan keadaan disaat semua usaha telah dijalankan. Bukan berarti patah semangat lalu enggan beranjak dari masa diamnya, penyadaran arti perenungan itu perlu sebagai introspeksi tingkah laku manusia. Lagi-lagi patut bersyukur karena tidek semua orang diberi kesempatan bernafas bahkan terus berlari tanpa menghiaraukan keadaan sekitar lalu pemaksaan etika dan cara yang diterobos sebagai akses jalan pintas. Duduk sejenak ini cara sederhana berharap Tuhan akan senantiasa memberikan petunjuk atas obrolan kecil dalam hati tentang pasangan hidup.

Persiapan Ke Bandung

Orang-orang nganggep piknik itu penting, tapi emang penting sih, sudah hampir 7 tahun, satu tim pekerjaan nunggu waktu yang pas biar bisa piknik bareng. Sampai pada saatnya ibarat gunung merapi nggak pernah ngeluarin hajat wedhus gembel bulan Maret ini getaran-getaran syahdu bahasan tentang piknik ke Bandung semerbak akan terjadi. Kita mempunyai 4 destinasi wisata diantaranya Ciater, Floating Market, Farm House dan Alun-alun Bandung.It’s imejing bianget....kata bule Jogja ngomongin kegembiraan tersebut.

Mulai dari menyiapkan anggaran belanja dari biaya transportasi bus, tiket jalur tol, tiket masuk area wisata, parkir bus, makan selama perjalanan dan pula sekalian deh untuk oleh-oleh. Pembahasan tersebut perlu waktu 2 minggu sedangkan dana pertama harus masuk ke PO bus transportasi paling tidak 20% dari total anggaran biaya transportasi. Mau nggak mau panitia harus membayar iuran terlebih dahulu agar bisa membackup kepeluan awal tersebut. Yaa...yang peserta lainnya boleh kok bayar menjelang hari pemberangkatan, tapi lebih enaknya kalau sudah lunas semua...guys!.

Mendekati satu minggu pemberangkatan maka pembagian tugas harus tertata lebih rapi. Diantaranya bagian panitia anggaran merevisi kembali data peserta yang akan mengikuti piknik. Kalau melihat jumlah tempat duduk yang disediakan oleh bus ukuran ¾ sebanyak 31, jadi nanti berhubungan sekali dengan rencana penganggaran yang berhubungan dengan tiket masuk dan makan selama perjalanan. Alhamdulillah jumlah kursi tersebut terserap semuanya jadi anggaran akan mempunyai ruang untuk bisa bernafas.

Panitia bagian tiket masuk ke wisata juga melaporkan total biaya kepada panitia bagian anggaran. Maka tugasnya yaitu cari informasi sebanyak-banyaknya bisa dari pengalaman orang lain atau dari browsing internet. Data yang terkumpul yaitu kalau masuk ke Ciater 35 ribu, Floating Market 20 ribu, Farm House 15 ribu dan Alun-alun sepertinya gratis, cuma ganti biaya parkir bus aja. Biaya tiket dibuat rata-rata 25 ribuan sedangkan anggaran parkir bus bisa dimasukkan ke dalam pengeluaran parkir biar lebih mudah.

Checking terakhir mengatur kebutuhan logistik sebelum berangkat yaitu membeli air mineral dan snack selama perjalanan. Jangan terlalu banyak memakan anggaran sebelum berangkat. Air mineral diberikan selama 2 kali jika peserta sebayak 31 orang dan kru bus sebanyak 2 orang maka jumlah air mineral yang dibeli sebanyak 3 dus. Masing-masing dus berisi 24 botol, sedangkan harga tiap kardusnya 40 ribu. Sedangkan pemilihan snack untuk 31 orang dibelikan serba 2500 yang bisa memilih aneka bentuk dan rasa, uang 100 ribu cukuplah. Jadi angaran sebelum berangkat 220 ribu sudah bisa dicairkan.

Panitia bagian anggaran memilah segala kebutuhan selama perjalanan. Berbagai kepeluan dipisahkan dalam bentuk amplop yang ditulisi nama kegiatan dan jumlah anggaran yang akan digunakan. Hal ini akan lebih mudah memberikan jangkauan agar tidak melebihi batas yang tertera. Kalau mau menuju ke rumah makan maka siapkan amplop anggaran makan, begitupun ketika masuk ke area wisata maka siapkan amplop anggaran tiketnya begitu seterusnya.

Adapun cara tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan yang terjadi. Bisa mengirit cost pengeluaran tanpa biro perjalanan sebesar 20 % jadi bisa lebih murah dari total kalau menggunakan biro perjalanan.  Kekurangannya sih..pastinya ada kita lebih ribet mengurus segala sesuatunya dari A hingga Z dan harus pinter-pinter koordinasi kepada panitia agar bisa terpantau perkembangan agenda wisatanya. Alhamdulillah semuanya bisa enjoy kok dan kita bisa ketawa ketiwi dari awal perjalanan hingga pulang, It’s Okey nunggu trip wisata selanjutnya.

Salam Perasa Unik!  @pegawairumahsakitkurangpiknik

Late Post

Saturday, 25 March 2017

Permen Bukan Peraturan Menteri

Saya termasuk orang gumunan ketika Gubernur Jakarta Pak Jokowi membawa bungkusan permen diletakkan di atas meja pelayanan kantor kelurahan. Kok...sempat-sempatnya beliau berfkir hal terkecil yang disukai anak kecil bahkan orang dewasa pun kalau disuruh pilih antara bengong sama ngemut permen, bisa jadi banyak orang yang milih ngemut permen lah yang paling enak. Apalagi rasanya bisa milih kaya rasa buah, coklat atau bahkan rasa mint yang menyegarkan. Saya semakin penasaran dan coba menelusuri lebih jauh mengenai hal sepele yaitu tentang permen.

Beberapa kalimat di atas tidak memaksakan untuk pro dan kontra tentang subyek yang menaruh permen. Saya ajak Anda berfikir lebih mendalam tentang alasan kenapa kok permen? Ada apa dengan permen? Bagaimana meletakkan permen? dan Kapan meniru kebiasaan baik dengan permen?....Ahhh... itu bagi orang yang mau praktik hal sepele, kalau mau sih!

Sudah saya singgung dari awal sifat universalnya permen mencangkup semua usia, gender, strata dan siapapun boleh menikmatinya. Saking ngebet-nya orang diet glukosa selama satu tahun, saya kira boleh kok kalau cuma nikmati satu butir permen. Bisa jadi industri permen berawal dari anak kecil yang suka karena rasa manisnya dan orang dewasa pun juga tak kalah gemar mengkonsumsinya.

Sejarah tentang permen dimulai pada tahun 1828 saat seorang Belanda,Conrad J. Van Houten yang memeras biji coklat yang dimasaknya yang kemudian dicampur gula hingga menjadikannya permen coklat. Meski tergolog benda kecil, permen bisa menghadirkan suasana baru bagi penikmatnya. Akan terasa efeknya ketika tenggorokan serta mulut terasa kurang nyaman, maka permen menjadi sesuatu hal yang paling berharga menjawab keadaan tersebut.

Rutinitas di pelayanan umum seperti kantor pelayaan keuangan seperti bank, koperasi simpan pinjam, kasir pembayaran dan sifatnya ada sesi menunggu proses pelayanan, permen menjadi sajian gratis di atas meja. Hal demikian bagi pengelola mensiasati agar kenyamanan pelanggan benar-benar kondusif. Cara mengambilnya pun diberi kebebasan sepenuhnya  dan dengan jumlah lebih dari satupun diperbolehkan. Gaya-gaya semacam ini menumbuhkan kepercayaan diri pelanggan di sebuah tempat umum yang sudah nyaman seperti rumahnya sendiri.

Asyik juga lho...kalau tempat yang kita anggap favorit misalnya di meja kamar atau meja ruang tamu disediakan permen diantara berbagai camilan makanan ringan. Sembari mengambil satu permen lalu ingatlah, kapan pula kita menaruh permen di tempat kerja kita, kios dagangan kita atau sekedar membawanya berbagi orang lain yang kebetulan mempunyai kartu anggota perokok pasif lalu menjadi percontohan publik. Bahkan bisa diangkat sebagai duta permen, dilingkungan Anda...wahhh....malah jadi viral...monggo lah terserah asumsinya.

Dari contoh kebiasaan pemimpin maka publik akan menilainya. Meski menjadi pemimpin itu tidak mudah, sedang mau mengajak kebaikan saja masih enggan percaya harus berfikir, netralitas, rasionalitas atau obyektifitas.




Ajining Noto Terompah

Dari beberapa terompah yang berjejer rapi di masjid ada pesan dari guru yang tidak sengaja terdengar oleh musafir yang hendak pulang bekerja. Mengaku awam bahkan jauh dari kehidupan spiritualnya tidak lain hanya seorang yang ingin berusaha.

Suara khas seorang guru menggetarkan gendang telinganya Dharma siang itu, tatkala ia sedang asyik beristirahat diatas pecinan trotoar kepalanya menengok ke belakang menuju acara televisi sebuah toko. Terik suasana di percabangan jalan arteri pantura semakin menyilaukan atas pantulan cat mobil mewah yang berderet-deret merayap.
“Semakin asyik juga ceramah dari guru asli betawi ini”, gumam beliau sembari melihat oma-oma memakai kacamata bulat turut menyaksikan acara religi di atas kursi malas.

Dharma mendengar guru tersebut berpesan kepada jama’ahnya, “Segala perbuatan baik kepada sesama manusia, pasti ada perhitunganya, tenang saja. Sekalipun dari rumah berniat akan beribadah kemudian melakukan kebaikan Tuhan pun tidak akan tinggal diam. Merapikan sandal dari orang-orang yang sedang beribadah kebaikannya dapat dirasakan langsung oleh semua orang ”, jelas beliau dalam isi ceramah siangnya.

Bahkan sumber dari ujaran yang dikemukakan guru tersebut tidak pernah digubris. Pikirannya hanya bisa menampung dari simpulan kebaikan yang matang dan siap saji untuk dipraktekkan. Langkahnya pun dilanjutkan hingga nanti bersama senja bermesraan menelusuri jalanan kota. Dibiarkan adzan magrib berkumandang sejenak, tertoleh ada menara hijau dari sebelah selatan menyeberanglah menuju ke sana.

Masih empat menit lagi langkah kakinya tak sebanding cepatnya iqomah yang barusan terdengar. Kalaupun ingin lari tenaganya masih diperhitungkan untuk pulang. Sesampainya di halaman masjid jamaah sudah mencapai rakaat ke dua. “Ahh...sudahlah nyantai saja...ndak usah keburu-buru...”
Seperti sudah menyerah pasrah menjadi sesorang paling akhir satu kloter berjamaah. Ingatannya kembali dibukakan atas perintah sang guru tadi siang. Saat itu pula Dharma bergegas merapikan terompah dari satu deret pintu masjid sebelah selatan. Diambilnya air wudhu agar saat rakaat terakhir bisa segera terpenuhi sebagai seorang yang terlambat.


Selang beberapa setelah salam Dharma mendengar bisik-bisik suara dari luar keheranan bentuk sandal sekarang, hatinya semakin merunduk dan ampunan yang terus dipanjatkan.

foto: google

Tuesday, 21 March 2017

Korelasi Beberapa Alat Kesehatan

Seorang sahabat sore ini datang ke tempat pekerjaan. Ditemani oleh rekan kerjanya sengaja mampir ingin sekali bertemu. Alhamdulillah Allah SWT maha segalanya atas ruang dan gerak dalam waktu yang sangat singkat. Hanya melalui pesan singkat WA mengabarkan bahwa siang ini beliau ada kunjungan ke salah satu rumah sakit pemerintah di Pekalongan. Kebetulan siang ini aku hanya bisa menyambut beliau dengan keadaan yang sangat sederhana. Sebatas duduk ngobrol diatas kursi di lorong ruangan rumah sakit sementara itu kursi plastik ala konter hape bertengger bersama diskusi kita sebagai tempat menaruh beberapa tas bawaannya. Sekali lagi maafkan atas ketidaknyamanan ini, semoga maaf itu sangat murah bagiku.

Obrolan hangat diantara kami sangat akrab sudah beberapa bulan jarang bertemu. Bulan November 2016 kemarin di Jogja menjadi pertemuan terakhir dengannya. Okey, bungkusan plastik transparan berisi nasi kotak kemudian dibukanya, “Ayok makan bareng”, ajaknya sembari ingin diantar menuju ke wastafel. Tangan kita sudah sama-sama bersih santap siang pun dimulai. Selang beberapa menit konsultasi mengenai pekerjaan tidak aku lewatkan, paling tidak tukar pengalaman yang bagi saya memandang mereka mempunyai pengetahuan yang lebih sebagai seorang teknisi dan aplikan alat kesehatan.
                           
Aku masih penasaran tentang statmen seorang indigo yang pernah menilai ada korelasi makhluk astral dengan kerusakan yang terjadi disalah satu alat kesehatan. Sore itu akan aku coba tanyakan kepada mereka siapa tahu ada beberapa pencerahan yang bisa bermanfaat. Setiap pertemuan pasti akan ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik manfaatnya.

“Oke mas...aku bisa ambil benang merahnya antra klenik, indigo dan alat kesehatan, kalau makhluk dunia lain itu pasti ada. Semua makhluk itu akan mengumpul apabila tempat mereka itu sangat nyaman berada di area kelembapan dan minim cahaya”, jawab dari teknisi alat kesehatan tersebut. Dalam penjelasaanya, wilayah Pekalongan tergolong panas karena merupakan pesisir pantai utara. Disaat mereka datang ke kantor keadaanya berubah baik suhu ruangan maupun suasananya yang adem.

“Kok saya masuk ke ruangan ini sangat beda dengan keadaan luar ya mas?disini lebih adem sementara kalau saya keluar panasnya minta ampun”, papar kembali peryataan teknisi tentang perbedaan suhu udara ruangan. Menurutnya karakteristik udara yang rendah akan turun mendekati bumi, jadi 30 cm diatas tanah sudah mempunyai tingkat kelembapan yang tinggi atau mempunyai banyak kandungan airnya. Apabila suatu ruangan berada dibawah tanah atau diantaranya, bisa dipastikan udara dari atas akan kembali turun merayap dari sela-sela jendela melalui pori-pori tembok dan keadaan tembok akan lebih mengandung banyak air. Dari sinilah makhluk astral mulai berkerumun menghuni di ruangan khususnya yang disana terdapat beberapa alat-alat kesehatan.

Aku semakin mudeng tentang perlunya sedikit sinar matahari paling tidak ada beberapa kaca diantara dinding bagian atas. Usaha tersebut sebagai bentuk pengurangan tingkat kelembapan yang terjadi pada dinding bangunan, dengan demikian kinerja mesin pendingin udara tidak begitu berat. Usaha lain misalnya penggunaan higrometer sebatas alat ukur sedang pencegahan agar kelembapan itu tidak melebihi batas amannya adalah hal yang patut dipikirkan.

Sebuah pengetahuan datang dengan cara tak terduga dan bisa memberikan manfaat. Sungguh bisa aku simpulkan pengetahuan pun juga bisa disebut rezeki bahkan datangnya dengan cara gratis tanpa mengikuti pendidikan dan pelatihan. Aku terus mengharap perlindungan kepada-Nya diantara langkah kaki sahabat yang perlahan meninggalkan tempat pekerjaan. Semoga kita selalu dalam jalan kebaikan bersama.


Pasca Piknik


Setelah dari Bandung ada beberapa yang aku catat dalam tulisan bebas mengenai hal-hal yang aku lihat, rasakan dan beberapa cerita menarik dari perjalanan. Pagi menjelang subuh hingga siang mata terus aku biarkan terjaga agar rasa kantuk itu bisa ku usik sekedar berhadapan dengan laptop sampai siang kan tiba. Diantara beberapa menit yang aku lalui, rasa capek dan kurang tidur itu terus menggelayuti seluruh badan. Apalagi masih ada tanggungan beberapa kewajiban  pekerjaan nanti dari siang menjelang malam.

Enjoy ajah...lahhh...hidup kadang harus banyak acara biar gak dikira nganggur dan datar ajah...

Yang aku rasakan pikiran ini lebih enak karena segala macam kepenatan dari rutinitas bekerja hilang meski hanya sekejap lalu bergelut kembali rentang beberapa jam kemudian. Memori tentang indahnya Bandung masih ada dibenak, serasa ingin berlama-lama lagi dengan mereka.

Terlintas juga aku berfikir dari beberapa teman dibidang pekerjaan lain, yang secara rutin tiap tahun mengadakan wisata bersama...ngiri sih enggak juga. Namun ternyata ada pengalaman tersendiri ketika berpergian bersama rekan satu kerja...have fun banget...bisa seru-seruan menikmati keceriaan hidup terasa seimbang memaknai proses antara kesukaran yang setiap hari dihadapi kemudian meregangkan penat juga bareng-bareng.

Apa harus tiap tahun piknik bareng?
Aku jawab iya...memang harus dari perasaan kebersamaan di momen terciptanya suasana mesra satu tujuan yaitu bersenang-senang berpiknik ria. 

Bagaimana caranya agar tidak repot finansial?
Maka tiap bulannya menabung adalah cara termurah menyisihkan kebahagiaan kecil karena dengan izin-Nya maka suatu saat kita akan dipertemukan kembali kepada kebahagiaan terbesar dalam bentuk apapun sesuai keinginan-Nya.

Pakai biro atau tidak kalau mau piknik?
Menurutku kalau tidak mau repot ya...pakai biro...tapi agak mahal sekitar 20%-30 % dari totala anggaran. Pas pikinik kemarin aku mencoba berjalan sendiri maksudnya tidak menggunakan biro, hasilnya lebih nge-save uang 10% lebih, tapi harus ada sukarela atau pembagian tugas bidang ngurusi tiket sendiri, jalan tol sendiri, kebutuhan logistik sendiri dan pembagian tugas lainnya. Semuanya itu sebagai bahan belajar mengatur keuangan, pasti deh suatu saat ada manfaatnya.

Okeh deh...sampai sini dulu tentang rangkaian perjalanan wisata ke Bandung, semoga bisa mengunjungi tempat-tempat lain yang bisa bermanfaat bagi kita dan orang lain tentunya.

Sunday, 19 March 2017

Tentang Bandung Maret 2017

Kota Bandung menjadi destinasi liburan yang dipilih beberapa rekan kerja bisa dibilang sebagai rumpun keluarga ke dua dipekerjaan. Kok mikir, kenapa harus ke Bandung? Kata orang sih...Bandung itu Kota Parisnya Indonesia atau kota bunga? boleh-boleh saja, mau menyebutnya kota siomay pun, sah-sah ajah. Wisata Bandung letaknya berdekatan dan mempunyai tema tersendiri, itu sebabnya kita beranjak kesana sekedar menikmati suasana baru syukur-syukur pulang bisa bawa oleh-oleh, yee...gak melulu oleh-oleh itu identik dengan buah tangan, boleh dong! mengambil kesan nanti setalah ke Bandung.

Teringat sebuah diskusi beberapa minggu yang lalu, “Ndak apa-apa nang, pikniknya langsung jauh ke Bandung ajah...disana asyik-asyik lho tempatnya”, sedikit usulan dari Bu Wahyu kepada kita yang hendak merencanakan liburan week end bersama.

Waktu singkat 2 minggu sudah cukup menyiapkan agenda jalan-jalan ke Bandung. Yupps...emang bener pergi bareng temen-temen itu lebih menyenangkan. Memilih waktu yang tepat yaitu weekend, lalu Sabtu malam kemarin bus warna ungu melaju dari Pekalongan suasana gerimis dari sore hari mengguyur diantara debu-debu jalanan pantura. Arrrhhhgghh...jatuhnya air hujan itu beriringan dan terus menerus menambah dari jumlah kenangan yang dirangkai dalam momen yang asyik...ya...kita mencari keasyikan singgah tersendiri diantara rutinitas yang sudah berlalu, terjadi bertahun-tahun.


Sejalan dengan tempat tujuan, ada tempat yang menarik lho...disekitar perbatasan Lembang dan Kabupaten Subang yaitu Ciater. Semacam tempat permandian air panas dan resort ternama yaitu “Sari Ater”. Lokasi wisatanya satu area dengan penginapan sehingga kalau menginap disini sudah barang tentu bisa menikmati mandi air hangat khas belerang. Sedangkan bagi wisatawan baik lokal maupun manca bisa membeli tiketnya di loket yang tersedia. Bentuk tiketnya juga sudah menggunakan tiket elektronik jadi sebelum membeli harus memesan dulu sesuai dengan jumlah pengunjung, setelah itu baru deh....kartu tiketnya bisa didapet.

Suaasana menunggu pintu tiket elektronik

Ternyata banyak sekali curug yang memancarkan air panas di sana, diantaranya curug pitu, curug jodo, aliran sungai dan pemandian air panas. Curug tersebut mempunyai keunikan masing masing. Curug pitu berjumlah 7 buah air yang mengalir, disana pengunjung bisa menikmati bersama 7 orang  berjejeran.  Selain itu curug jodo juga tak kalah menyajikan air panas yang keluar dari bukit meski air terjunnya tidak tinggi cukuplah kepala bisa merasakan air langsung membasahi ubun-ubun, nikmatnya...hhmm...

“Kalau sudah sampai air panas kok gak nyebbbyurrrr....bakalan nyeesel  deh... Mas Gun! Wakakakaka....”, ejekan kepada Mas Guntur yang tadinya enggan turun ke sungai air hangat.

Curug Jodo Ciater

Mandi sudah...badan sudah suegeerr.....tinggal kita ke Floating Market di daerah Lembang Kabupan Bandung. Tiket masuk tempat wisata bisa dituker langsung dengan minuman kopi, coklat ataupun susu pada pintu enterance. Pas sekali deh...suasana sejuk Lembang ditemani kopi panas dalam sekejap langsung dingin, sssruuuputh....sembari foto diantara icon sampan Floating Market berwarna kuning dan merah. Cocoknya tempat ini sebagai wahana keluarga karena semua usia bisa menikmati segala fasilitas dari yang balita bisa belajar tentang animal kids seperti kelinci dan ayam kate atau belajar tentang transportasi yaitu taman miniatur kereta api.

Kopi Floating Market Lembang Bandung

Sudah ada gambaran tentang Floating Market? Kalau aku sudah sih...kalau ingat istilah floating pasti ada hubungannya dengan sifat busa yaitu mengapung, betul kan?!...(setengah maksa). Yappp...tul sekali, pasar apung atau menikmati kuliner serta pemandangan sekitar danau buatan menggunakan wisata air apung diantaranya sepeda air, kereta air dan kano.

 Icon Floating Market pada Enterance Room


Pertikaian argumentasi kecil terjadi betapa keinginan naik kano terhalang karena berat badan. “Uiih...uih...kayaknya bakalan gelimpang tuh sampan mas kalau aku ikut naik”, jawab Mas Johan ketika aku ajak naik kano. Pada akhirnya cancle dah!

Namun setelah akan beranjak ada Mbak Ayu dan  Mbak Misgerina yang pengen nyoba wahana air ini, “Mas tolongin fotoin kita dong, kita mau naik kano ini! Okey deh...siapp....panggil aja mbak....mas-mas penjaganya”, sahutku sambil nyamperin ke dermaga.

Menikmati Keindahan Floating Market dengan Kano

Mengenal bandung dari kota bunga gak asyik juga kalau belum nyamperin lihat bunga-bunga sekitaran Flaoating Market. Nah...untuk menuju ke kebun bunga harus naik beberapa pijakan, tidak jauh kok palingan 10 meter udah nyampai di TKP. Momen yang jarang dihampiri diantara hamparan perbukitan biasanya. Paling indah lho, karena disini bisa melihat beberapa bentangan kebun bunga yang seragam. 

Kebun Bunga Floating Market

Pada bagian belakang kebun bunga terdapat miniatur beberapa jenis rumah dunia. Diantaranya dari Belanda dan Inggris dimaksudkan agar pengunjung secara sederhana bisa mengenal arsitektur dunia tanpa harus datang ke negara asalnya.

Suasana Sekitar Kebun Bunga Floating Market

Destinasi di Bandung ke-tiga yaitu di Farm House masih di sekitaran Lembang. Merupakan wisata belajar tentang domba dan berbelanja aneka olahan dari ternak sapi. Memasuki pintu utama Feed the Sheep maka akan disajikan pengunjung bisa memberikan makanan kepada domba secara langsung. Jangan khawatir domba disini sudah jinak kok...buktinya banyak pengunjung yang berinteraksi bercanda, ada pula yang berekspresi ketakutan karena dikejar beberapa domba, sedang gelak tawa penon pun tertawa terbahak-bahak.
Interaksi Pengunjung dalam Feed the Sheep

Bagi yang menginginkan suasana berbeda ala Belanda di Farm House terdapat penyewaan baju none-none Belanda. Berada di sebelah kiri sebelum pintu utama. Pakaian tersebut hanya bisa di pakai disaat area lokasi wisata. Terasa lengkap sudah pengunjung dimanjakan suasana dan tentunya tiket masuk bisa ditukar dengan satu cup susu segar khas dari Farm House.


Menginjak sore hari keadaan sekitar jalanan Lembang terdesak oleh beberapa pengguna jalan yang berujung kemacetan. Menuju ke Kota Bandung suasana Ciwalk dikanan dan kirinya dikepung oleh aktifitas pengguna jalan baik yang memadati beberapa factory outlet terkemuka di Bandung. Tujuan selanjutnya sih...sebenarnya ingin menikmati suasana kota disore hari. Melihat waktu sudah pukul 15.30 WIB, masih bergerak merayap hingga mencapai kota sangat immposibel bisa sampai sebelum jam 16.00 WIB. 

Melewati Jalan Asia Afrika suasana tata kota kian membuat terbuai yang dengan intens sekali menikmati daya tarik aksen berbagai bentuk dari lampu kota, rambu-rambu lalu lintas hinga eksterior lain berupa bulatan-bulatan seperti bola berjejer disepanjang jalan menuju Balai Kota Bandung. Apalagi ada sebuah pesan dari salah satu seniman, penulis serta budayawan Bandung yang menuliskan, “Dan Bandung bagiku bukan Cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi” Pidi Baiq. Bagi yang membacanya bisa mengalami proses multitafsir sesuai dengan persepsi pelaku ketika  mengalami kesunyian. Bagi kita Bandung hari ini sebagai tempat pencapaian kebersamaan menyusuri tanah Pasundan.

Salah satu tulisan Pidi Baiq tentang Bandung

Wednesday, 15 March 2017

Kapitalisasi Sapaan

Toko moderen yang berkembang saat ini sebagai dampak sistem ekonomi kapitalisasi sebagai cara mencekoki budaya konsumtif tanpa ada batasan komunikasi antara penjual dan pembeli. Kemudahan memilih barang ala supermarket yang berbentuk mini, sangat memicu sekali pola-pola kemudahan atau instan memilih apapun yang pembeli inginkan. Asal bawa uang banyak semuanya bisa dimasukkan ke dalam keranjang. Ini masih berbicara menganai teknik penjualan kapital, belum lagi menjurus kepada sistem marketing pasar moderen disetiap kecamatan tumbuh subur kian menjamur.

Berbagai pengalaman berbelanja di toko moderen saat ini menuntut bagi petugas toko segala sesuatunya agar sesuai dengan Standar Operasional Pelayanan (SPO). Diantara hal yang pertama dari implementasi SPO tersebut yaitu senyum, salam dan sapa kepada pembeli sudah dimulai sejak mulai memasuki area perbelanjaan. Standar lain termasuk sistem yang mengatur segala macam pengelolaan barang, Sumber Daya Manusia (SDM), pencapaian promosi dan masih banyak lagi yang dicanangkan dalam program terstruktur oleh manajemen pusat.

Penerapan SPO berupa senyum, salam dan sapa kepada pembeli hanya sebagai target kiasan dari sistem yang berlaku. Kegiatan pelayanan yang bersifat verbal tanpa diikuti dengan atitude yang mendukung baik bahasa tubuh, intonasi serta mimik muka yang sesuai akan terkesan sebagai pelayanan yang dipaksakan. Realitanya disaat penerapan sistem itu berjalan petugas masih kurang tanggap disaat senyum itu sebagai keramahan terasa dipaksakan, memberikan salam dengan intonasi suara datar tanpa ekspresi kegembiraan dan ketika menyapa mereka masih dalam keadaan belum siap menyapa. Tidak jarang, pembeli merasa kaget sedang baru membuka pintu kaca semua petugas menyapa secara bersamaan bahkan yang sedang mengepel lantai pun turut melakukannya. Cara bekerja mereka masih dalam batas pemenuhan standar verbal belum mencapai makna menyapa sebagai kepuasan batin dari seorang pembeli.

Bagi saya selama berkali-laki memasuki area toko moderen masih terasa berat merasakan sapaan tulus kecuali senyum, salam dan sapa sebagai dampak tuntutan standar operasional pelayanan sistem kapitalisasi, mereka pun para petugas terjebak dalam simbiosis mutualisme persaingan dunia pekerjaan.

sumber gambar : google.duniaku.net