Wednesday, 21 December 2016

Sapaan Om Telolet Kepada Anak-anak

Tiba-tiba kilat telolet menyambar disaat tanah Indonesia diguyur hujan uang lembaran kertas yang konon bakalan awet seperti  hujan uang di Negara Jepang.  Seperti menyuruh pencari rumput dan tukang pandai besi beristirahat sejenak lalu melepas kaos berwarna merah atau malah SMS kepada tukang penyewa kursi, yang bulan Febuari akan hajatan di Jakarta untuk berhenti sejenak mendengarkan sapaan om telolet di pinggir jalan. Ajakan  dari anak-anak Sekolah Dasar (SD) yang sudah dibekali handphone dibalik tutup baterainya made in china berdiri diatas trotoar warung tenda sebelah kirinya bapak tukang becak tidur lalu terkaget bunyi “Om telolet Om” bersama teman lainnya.

www.bejeu.com

Sudah cukup bingung anak-anak kita mau bermain apa lagi hari ini. Permainan COC sudah banyak dinasti terbangun semua bertempur dan menjadi pemenangnya. Subway Surfer sudah lelah karena sudah menabrak ribuan bintang dan koin rel kereta api. Lebih keren lagi Pokemon Go seperti mencari jejak yang diajarkan pramuka dari predikat siaga hingga penggalang mereka pun bisa lulus penuh tawa. Capek terasa perasaan meraka atas rasa galau yang menimpanya. Handphone lungsuran dari bapaknya terus dipegang sementara milik bapaknya mempunyai spek  kecepatan 3 RAM agar analisa terhadap isu politik lebih cepat menangkapnya kemudian dishare agar kelihatan orang berpengetahuan luas.

Terasa jengah melihat perilaku bapak tatkala minta uang ternyata jatah uang sakunya berkurang, agaknya sering banyak berdamai dengan keadaan kegiatan luarnya, mereka berkata “Bapakku sekarang sudah menjadi komentator layar handphone, sehingga jatah uangku banyak dibelikan pulsa internet”. Anak-anak ini berjalan ke perempatan menuju jalan raya, sambil membawa handphone berwarna hitam bagian bawahnya ada dua karet gelang agar tutup batreinya tidak lepas. Perempatan jalan tersebut terdapat lampu bangjo yang ketika pergantian lampu kuning ke hijau cukup lama, ada beberapa kendaraan yang berjajar. Namun, dari arah belakang ada bus “plat K”  dengan suara khas klakson kencang “telolet-telolet” hingga tiga kali berturut-urut. Sangat menarik didengar melepas ketegangan suasana rumah. Bunyi pertama anak ini hanya kaget dan melihat ada bus menuju perempatan, bunyi kedua beranggapan “Kok seperitnya asyik didengar” dan bunyi ke tiga akan merekam busnya keburu lampu kuning berganti hijau, akhirnya bus itu bablas, menambah deretan berbagai masalah galau dibuatnya.

Kesempatan berikutnya agar tidak disia-siakan lagi. Kakinya lebih berani menghadang di dekat bawah lampu bangjo. Ternyata menunggu itu cukup lama, kemudian berharap agar datang lagi bus serupa membunyikan klakson suara khas klakson kencang “telolet-telolet” . Saat setelah 15 menit kemudian dari kejauhan bus dominasi warna hitam akan segera datang menghampirinya. Menu kamera sudah dibuka dan sudah diposisikan dalam posisi merekam. Perasaan itu semakin takut, disaat Om sopir tidak membunyikan klakson “telolet-telolet” , anak tersebut terus berteriak berkali-kali “Om Telolet Om” sembari memainkan jempol tangan sebelum bus melaju hadapannya. Lalu anak tersebut akhirnya berhasil mempunyai rekaman ”telolet” , dibuka berulang-ulang bersama teman-temannya. Mereka tidak mau ketinggalan dengan hal serupa. Ternyata mereka pulang sebentar mengambil handphone ibunya yang tergeletak di meja TV. Kegirangan teman sebaya terus meningkatkan kebersamaan, menunggu, merekam, berteriak “Om Telolet Om” merambah ke usia remaja bahkan dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, dari dalam negeri maupun luar negeri seperti New York dan Tottenham dan masih banyak unggahan lagi di aplikasi pengunggah video lainnya.

Profesi sebagai sopir bus kini menjadi trending topik predikat pahlawan bagi pemburu klakson “telolet”. Bagi yang busnya belum dipasang klakson tersebut disaat melintas sepertinya kurang afdhol dalam memberikan fasilitas semarak dari keadaan luar bus. Perlahan makna tersembunyi merdunya suara terompet dari tulusnya pompa angin digerakkan melalui minimal 5 terompet berbeda ukuran berbeda pula bunyi yang dihasilkan. Desain pengguna klakson “telolet” di Indonesia merebak kepada pemilik transportasi darat berupa bus bukan pengangkut muatan barang. Padahal sama-sama menempati pengguna jalan, ada makna tersirat dari peristiwa sebagai aktor bersimbiosis mutualisme antara sopir bus berklakson “telolet” dan penikmat bunyi suara “telolet” berbagai usia sebagai pemburunya.

Ada kesan tersendiri dari suara klakson sebelumnya yang hanya menghasilkan homogenitas suara klakson (konvensional) menjadi klakson “telolet”. Saking bebalnya pengendara lain di depan bus, tak menghiraukan atas klakson yang sudah dianggap biasa. Sebelum ditemukan klakson “telolet” variasi suara klakson konvensional dalam bentuk suara terompet panjang atau sangat singkat, keras tapi bisa membuat jantung pengendara lain berdetak kencang kaget mencapai heart rate diatas rata-rata. Tapi akhirnya disaat setelah diganti klakson “telolet” maka berubah menjadi trendsetter (ide kreatif) heterogenitas suara klakson yang identik kendaraan bus sebagai pemiliknya. Para pengendara di depannya terkesan berbeda atas sapaan mesra sopir bus sehingga menyentuh posisi berkendara agar bergerak cepat, minggir ataupun kode-kode situasional lainnya.

Kalangan anak-anak sebagai makhuk yang belum mengenal dosa atas apa-apa yang diterima dari orang tuanya berupa fasilitas handphone meski minim koneksi internet, minimal pemanfaatan kamera digunakan sebagaimana mestinya mereka kuasai. Mengumpulkan satu persatu rekaman video atas pengalamannya memperoleh feedback dari teman barunya yaitu pak sopir, kebanggaan tersendiri atas permintaanya dikabulkan, meski hanya bunyi  klakson “telolet”. Fenomena yang unik bebarengan dari keadaan bangsa Indonesia yang butuh sekali tempat tersenyum baik media sosial atau kehidupan nyata.

Dari desiran pompa angin dititipkan pesan melalui pak sopir, kita bersama belajar kepada beliau yang mampu tersenyum kepada penikmat klakson “telolet” membawa masyarakat melalui berbagai perjalanan lintas daerah dan memberikan peringatan kepada pengendara lainnya tanpa ada sesuatu yang mengagetkan bahkan bisa membahagiakan anak-anak yang masih butuh perhatian. Apabila skalanya ditingkatkan menjadi nasional bisa berarti tetap hati-hati membawa, memberikan peringatan serta menghibur masyarakat agar berjalan berkesinambungan dan berirama. Melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang agar homogenitas peringatan diganti dengan heterogenitas cara agar tidak cepat membuat orang lain mengalami kepanikan. Lalu keadaan masyarakat khususnya anak-anak masih butuh suasana segar, rileks dan sapaan hangat bagi orang-orang disekitarnya. Disaat mereka tidak bisa menghandel kebutuhan tersebut maka cara-cara humoris ditempuh dengan kemesaraan bersama “Om Telolet Om”.

No comments:

Post a Comment