Tiba-tiba kilat telolet menyambar disaat tanah
Indonesia diguyur hujan uang lembaran kertas yang konon bakalan awet seperti hujan uang di Negara Jepang. Seperti menyuruh pencari rumput dan tukang pandai
besi beristirahat sejenak lalu melepas kaos berwarna merah atau malah SMS kepada tukang penyewa kursi, yang bulan Febuari akan hajatan di Jakarta untuk berhenti
sejenak mendengarkan sapaan om telolet di pinggir jalan. Ajakan dari anak-anak Sekolah Dasar (SD) yang sudah
dibekali handphone dibalik tutup
baterainya made in china berdiri diatas
trotoar warung tenda sebelah kirinya bapak tukang becak tidur lalu terkaget
bunyi “Om telolet Om” bersama teman lainnya.
www.bejeu.com
Sudah cukup bingung anak-anak
kita mau bermain apa lagi hari ini. Permainan COC sudah banyak dinasti terbangun semua bertempur dan menjadi
pemenangnya. Subway Surfer sudah lelah
karena sudah menabrak ribuan bintang dan koin rel kereta api. Lebih keren lagi
Pokemon Go seperti mencari jejak yang diajarkan pramuka dari predikat siaga
hingga penggalang mereka pun bisa lulus penuh tawa. Capek terasa perasaan
meraka atas rasa galau yang menimpanya. Handphone
lungsuran dari bapaknya terus dipegang sementara milik bapaknya mempunyai spek kecepatan 3 RAM agar analisa terhadap isu politik lebih cepat
menangkapnya kemudian dishare agar kelihatan orang berpengetahuan luas.
Terasa jengah melihat perilaku
bapak tatkala minta uang ternyata jatah uang sakunya berkurang, agaknya sering
banyak berdamai dengan keadaan kegiatan luarnya, mereka berkata “Bapakku
sekarang sudah menjadi komentator layar handphone,
sehingga jatah uangku banyak dibelikan pulsa internet”. Anak-anak ini
berjalan ke perempatan menuju jalan raya, sambil membawa handphone berwarna hitam bagian bawahnya ada dua karet gelang agar
tutup batreinya tidak lepas. Perempatan jalan tersebut terdapat lampu bangjo
yang ketika pergantian lampu kuning ke hijau cukup lama, ada beberapa kendaraan
yang berjajar. Namun, dari arah belakang ada bus “plat K” dengan suara khas klakson kencang “telolet-telolet” hingga tiga kali
berturut-urut. Sangat menarik didengar melepas ketegangan suasana rumah. Bunyi pertama
anak ini hanya kaget dan melihat ada bus menuju perempatan, bunyi kedua
beranggapan “Kok seperitnya asyik didengar” dan bunyi ke tiga akan merekam
busnya keburu lampu kuning berganti hijau, akhirnya bus itu bablas, menambah
deretan berbagai masalah galau dibuatnya.
Kesempatan berikutnya agar
tidak disia-siakan lagi. Kakinya lebih berani menghadang di dekat bawah lampu
bangjo. Ternyata menunggu itu cukup lama, kemudian berharap agar datang lagi bus
serupa membunyikan klakson suara khas klakson kencang “telolet-telolet” . Saat setelah 15 menit kemudian dari kejauhan bus
dominasi warna hitam akan segera datang menghampirinya. Menu kamera sudah
dibuka dan sudah diposisikan dalam posisi merekam. Perasaan itu semakin takut,
disaat Om sopir tidak membunyikan klakson “telolet-telolet”
, anak tersebut terus berteriak berkali-kali “Om Telolet Om” sembari memainkan jempol tangan sebelum bus melaju hadapannya.
Lalu anak tersebut akhirnya berhasil mempunyai rekaman ”telolet” , dibuka
berulang-ulang bersama teman-temannya. Mereka tidak mau
ketinggalan dengan hal serupa. Ternyata mereka pulang sebentar mengambil handphone ibunya yang tergeletak di meja
TV. Kegirangan teman sebaya terus meningkatkan kebersamaan, menunggu, merekam,
berteriak “Om Telolet Om” merambah ke
usia remaja bahkan dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, dari dalam negeri
maupun luar negeri seperti New York dan Tottenham dan masih banyak unggahan
lagi di aplikasi pengunggah video lainnya.
Profesi sebagai sopir bus kini menjadi
trending topik predikat pahlawan bagi pemburu klakson “telolet”. Bagi yang
busnya belum dipasang klakson tersebut disaat melintas sepertinya kurang afdhol
dalam memberikan fasilitas semarak dari keadaan luar bus. Perlahan makna
tersembunyi merdunya suara terompet dari tulusnya pompa angin digerakkan
melalui minimal 5 terompet berbeda ukuran berbeda pula bunyi yang dihasilkan. Desain
pengguna klakson “telolet” di Indonesia merebak kepada pemilik transportasi
darat berupa bus bukan pengangkut muatan barang. Padahal sama-sama menempati
pengguna jalan, ada makna tersirat dari peristiwa sebagai
aktor bersimbiosis mutualisme antara sopir bus berklakson “telolet” dan penikmat
bunyi suara “telolet” berbagai usia sebagai pemburunya.
Ada kesan tersendiri dari suara
klakson sebelumnya yang hanya menghasilkan homogenitas suara klakson (konvensional)
menjadi klakson “telolet”. Saking bebalnya pengendara lain di depan bus, tak
menghiraukan atas klakson yang sudah dianggap biasa. Sebelum ditemukan klakson “telolet”
variasi suara klakson konvensional dalam bentuk suara terompet panjang atau
sangat singkat, keras tapi bisa membuat jantung pengendara lain berdetak
kencang kaget mencapai heart rate
diatas rata-rata. Tapi akhirnya disaat setelah diganti klakson “telolet” maka
berubah menjadi trendsetter (ide kreatif) heterogenitas suara klakson yang identik
kendaraan bus sebagai pemiliknya. Para pengendara di depannya terkesan berbeda
atas sapaan mesra sopir bus sehingga menyentuh posisi berkendara agar bergerak
cepat, minggir ataupun kode-kode situasional lainnya.
Kalangan anak-anak sebagai
makhuk yang belum mengenal dosa atas apa-apa yang diterima dari orang tuanya
berupa fasilitas handphone meski
minim koneksi internet, minimal pemanfaatan kamera digunakan sebagaimana
mestinya mereka kuasai. Mengumpulkan satu persatu rekaman video atas
pengalamannya memperoleh feedback dari
teman barunya yaitu pak sopir, kebanggaan tersendiri atas permintaanya
dikabulkan, meski hanya bunyi klakson “telolet”.
Fenomena yang unik bebarengan dari keadaan bangsa Indonesia yang butuh sekali
tempat tersenyum baik media sosial atau kehidupan nyata.
Dari desiran pompa angin
dititipkan pesan melalui pak sopir, kita bersama belajar kepada beliau yang
mampu tersenyum kepada penikmat klakson “telolet” membawa masyarakat melalui
berbagai perjalanan lintas daerah dan memberikan peringatan kepada pengendara
lainnya tanpa ada sesuatu yang mengagetkan bahkan bisa membahagiakan anak-anak
yang masih butuh perhatian. Apabila skalanya ditingkatkan menjadi nasional bisa
berarti tetap hati-hati membawa, memberikan peringatan serta menghibur masyarakat
agar berjalan berkesinambungan dan berirama. Melihat sesuatu dari berbagai
sudut pandang agar homogenitas peringatan diganti dengan heterogenitas cara
agar tidak cepat membuat orang lain mengalami kepanikan. Lalu keadaan
masyarakat khususnya anak-anak masih butuh suasana segar, rileks dan sapaan
hangat bagi orang-orang disekitarnya. Disaat mereka tidak bisa menghandel
kebutuhan tersebut maka cara-cara humoris ditempuh dengan kemesaraan bersama “Om
Telolet Om”.
No comments:
Post a Comment