Setiap musim kempanye halaman media sosial berseliweran aksi saling dukung
dan hujat antar pendukung calon, misalnya pada saat pemilhan presiden tahun
kemarin. Dukungan baik melalui program-program pencitraan calon presiden,
selain itu juga banyak terjadi kampanye hitam yang menjatuhkan kredibilitas
calon presiden yang jelas bahwa media sosial sangat efektif bisa mendongkrak popularitasan
seseorang dalam meraih simpati dari masyarakat.
Pemilik akun media sosial sebagai pengejawantahan profil seseorang di ranah
nyata agar lebih dikenali orang lain. Kegiatan yang diunggah melalui foto atau
video ke akun sosial media secara cepat bisa diketahui oleh publik. Sesorang
akan mudah mengidentifikasi pemilik akun dengan cara melihat kegiatan tiap
harinya apabila memang pemilik akun resmi dan dapat dipertanggungjawabkan.
Fanatisme para pendukung calon presiden berlomba mempertahankan argumen
pembelaan apabila ada isu yang menghimpit popularitasan dengan melakukan aksi
hujatan balik berakibat perang dingin di media sosial. Gejolak fanatik
terserbut terus bergulir seirama aksi serang argumen agar terus memperoleh
simpati dari pemilik suara.
Dari berbagai aksi dukung di media sosial, tak jarang pelayan rakyat
(Pegawai Negeri Sipil) juga turut serta menyuarakan aksi dukungan dari salah
satu calon pilihan. Sudah tidak ada keraguan baginya terus mengunggah berbagai
aksi dukungan langsung berupa fanspage salah
satu pasangan calon presiden. Kelalaian tersebut terbawa dari arus komunikasi
virtual dari media sosial yang tak terkontrol yang jika tiap hari dikonsumsi memungkinkan
menimbulkan keikutsertaan dengan melontarkan aksi dukungan serupa.
Netralitas dari pelayan rakyat memang sedang diuji melalui informasi yang
merebak melalui jejaring media sosial. Seharusnya mereka terus mentadabburi
makna yang terkandung dalam UU Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pasal 43 yang berbunyi, “Pejabat negara, pejabat struktural dan
pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta kepala desa atau sebutan lain
dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu Pasangan Calon selama kampanye”. Memposisikan diri sendiri dari
posisinya sekarang yang terikat sebagai pejabat negara, pejabat struktural dan
pejabat fungsional serta kepala desa.
Hal ini telah jelas disebutkan jenis-jenis jabatan yang diemban sebagai
abdi negara yang berpihak sebagai pelayan rakyat. Sedangkan makna membuat
keputusan berupa tindakan nyata yang secara terang-terangan mengunggah aksi
dukungann melalui media sosial yang menguntungkan atau bahkan sebaliknya
mendukung kampanye hitam yang justru merugikan pasangan calon.
Melalui tulisan ini semoga para pelayan rakyat turut serta mematuhi
perundangan yang sudah berlaku. Penggunaan media sosial sewajarnya sebagai
media pemersatu komunikasi. Menyampingkan penggunaaan media sosial sebagai
kampanye partai politik, calon presiden atau sejenisnya. Dari perlakuan
tersebut masyarakat akan menilai contoh netralitas sebagai pelayan rakyat yang
sesungguhnya.
No comments:
Post a Comment