Monday, 12 December 2016

Proses Pemuda Berpendidikan Formal


Sebuah pertanyaan yang sedang diajukan kepada calon mahasiswa disaat mengikuti program pengenalan kampus oleh panitia penerimaan mahasiswa baru. Satu persatu mereka menjawab diantaranya ada yang menjawab ingin sukses, ingin bekerja disebuah perusahaan, agar masa depannya cerah atau saking tidak sempatnya memikirkan hal yang jauh hanya sekedar menjawab karena disuruh orang tua. Deskipsi tersebut jawaban kejujuran mereka atas dasar yang sering, mereka lihat bahwa tujuan hidupnya memandang kebahagiaan orang lain bukan mengerti tugas mulianya Tuhan kepadanya.

Jiwa-jiwa pemuda masih berjiwa subuh di ufuk timur akan menerangi kehidupan dunia menjelang pagi. Hatinya masih seperti embun yang jernih banyak sekali harapan manfaat dari berkumpulnya embun sebagai pembasuh lusuhnya tatanan negara dimasa menjelang matahari terbenam. Pemuda baru bangun dari tidurnya saat itu pula menonton para ayah-ayahnya berpesta-pora dalam lembaran perjanjian proyek. Beraneka ragam hiburan hedonis  sebagai pedoman membedakan sebuah strata klasifikasi masyarakat. Permainan berbentuk layar disana disisipkan berbagai macam sajian khas bertemakan jejaring sosial.  Pola pikirnya dikerdilkan mengasumsikan serta menggeneralisasikan bangsanya sebagai bangsa yang sangat ketertinggalan. Lalu mereka kebingungan mengenai jati dirinya.

Pemuda dari lingkungan keluarga serta peradaban modern dituntut berpendidikan formal. Dari usia cara bermain mereka dikelompokkan dalam kelompok belajar. Tatkala harus mengenal sesama mereka ditempatkan disebuah taman kanak-kanak. Sebagai pondasi dasar mereka mengenyam selama 6 tahun menjadi anak-anak yang kuat menerima pelajaran diatasnya. Ditengah-tengah masa transisi anak menjadi remaja, sekolah menengah pertama sebagai pendidikan banyak sekali menerima perubahan emosi keingintahuan. Setingkat sekolah menengah atas doktrin-doktrin masa depan dicanangkan melalui penjurusan mata pelajaran. Sedang produk keilmuan telah disalah interpretasikan adanya dualisme pemahaman antara mata pelajaran umum dan agama. Padahal semuanya bersumber pada muara pengabdian sepenuhnya keilmuan kepada Tuhannya manusia. Meskipun konteks pengalihan pemahaman tersebut sepele, namun dampak pemahaman tersebut telah nampak dari esensi hidupnya.

Sedikit demi sedikit mereka terasing dari awalnya lahir kemudian dilupakan atas kejadian yang sedang mereka pelajari. Saat itu pula banyak faktor luar diantaranya gemerlap gaya hidup modern, kemewahan yang melupakan tujuan akhir yaitu penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Anggapan sukses dicontohkan dari berbagai sudut proses kehidupan manusia sebagai makhluk yang bermateri dengan segala fasilitas  keduniaannya.

Tatanan kultur hidup sebagai kaum karyawan lebih menjanjikan, sepertinya mereka masih mengagungkakan dibandingkan menciptakan sebuah lapangan pekerjaan untuk orang lain. Proses setingkat pencapaian karier dengan instan menjalankan sistem pekerjaan yang sudah ada lebih diminati daripada bergelut sistem panjang sebagai proses kemanfaatan lapangan pekerjaan lain untuk masyarakat. Tidak jauh dari orang tua yang sama halnya sebagai kaum buruh dari perusahaan ataupun lebih sama sebagai pegawai pemerintah maka seperti buah yang akan jatuh tidak jauh dari pohonnya. Kesempitan ini terus menurun sebagai sesuatu yang diwariskan sebagai tanda kejayaan dari sebuah keluarga.

Pemuda masih belum mengetahui tentang sesuatu yang diminatinya disaat memlilih jurusan perkuliahan. Biasanya tidak ada yang melakukan pendekatan emosional terarah dari orang tua atau pemberian pengetahuan mengenai keadaan jurusan perkuliahan. Merasa bingung sedangkan teman-teman lainnya telah memilih jurusan yang diinginkan. Ada juga orang tua yang terlalu mendalam mengarahkan jurusan perkuliahan sehingga dalam praktek perkuliahan keadaannya merasa tertekan bisa karena kurang nyaman bukan pilihan dirinya.

Tidak sedikit kasus mahasiswa salah jurusan karena waktu penerimaan mahasiswa baru di universitas lain sudah tutup. Alasan lain karena sudah capek kesana kemari daftar masuk ke perguruan tinggi tidak membuahkan hasil. Sehingga memilih jurusan apa adanya dengan asumsi yang penting kuliah. Meskipun sangat sepele memilih jurusan perkuliahan sangat penting mengingat bahwa sesuatu apabila dilandasi dengan kekuatan suka atau cinta terhadap bidang tertentu maka ketika menghadapi kesulitan maka kukuatan itu menjadi penyemangat bagi kehidupannya.

No comments:

Post a Comment