Saturday 25 March 2017

Permen Bukan Peraturan Menteri

Saya termasuk orang gumunan ketika Gubernur Jakarta Pak Jokowi membawa bungkusan permen diletakkan di atas meja pelayanan kantor kelurahan. Kok...sempat-sempatnya beliau berfkir hal terkecil yang disukai anak kecil bahkan orang dewasa pun kalau disuruh pilih antara bengong sama ngemut permen, bisa jadi banyak orang yang milih ngemut permen lah yang paling enak. Apalagi rasanya bisa milih kaya rasa buah, coklat atau bahkan rasa mint yang menyegarkan. Saya semakin penasaran dan coba menelusuri lebih jauh mengenai hal sepele yaitu tentang permen.

Beberapa kalimat di atas tidak memaksakan untuk pro dan kontra tentang subyek yang menaruh permen. Saya ajak Anda berfikir lebih mendalam tentang alasan kenapa kok permen? Ada apa dengan permen? Bagaimana meletakkan permen? dan Kapan meniru kebiasaan baik dengan permen?....Ahhh... itu bagi orang yang mau praktik hal sepele, kalau mau sih!

Sudah saya singgung dari awal sifat universalnya permen mencangkup semua usia, gender, strata dan siapapun boleh menikmatinya. Saking ngebet-nya orang diet glukosa selama satu tahun, saya kira boleh kok kalau cuma nikmati satu butir permen. Bisa jadi industri permen berawal dari anak kecil yang suka karena rasa manisnya dan orang dewasa pun juga tak kalah gemar mengkonsumsinya.

Sejarah tentang permen dimulai pada tahun 1828 saat seorang Belanda,Conrad J. Van Houten yang memeras biji coklat yang dimasaknya yang kemudian dicampur gula hingga menjadikannya permen coklat. Meski tergolog benda kecil, permen bisa menghadirkan suasana baru bagi penikmatnya. Akan terasa efeknya ketika tenggorokan serta mulut terasa kurang nyaman, maka permen menjadi sesuatu hal yang paling berharga menjawab keadaan tersebut.

Rutinitas di pelayanan umum seperti kantor pelayaan keuangan seperti bank, koperasi simpan pinjam, kasir pembayaran dan sifatnya ada sesi menunggu proses pelayanan, permen menjadi sajian gratis di atas meja. Hal demikian bagi pengelola mensiasati agar kenyamanan pelanggan benar-benar kondusif. Cara mengambilnya pun diberi kebebasan sepenuhnya  dan dengan jumlah lebih dari satupun diperbolehkan. Gaya-gaya semacam ini menumbuhkan kepercayaan diri pelanggan di sebuah tempat umum yang sudah nyaman seperti rumahnya sendiri.

Asyik juga lho...kalau tempat yang kita anggap favorit misalnya di meja kamar atau meja ruang tamu disediakan permen diantara berbagai camilan makanan ringan. Sembari mengambil satu permen lalu ingatlah, kapan pula kita menaruh permen di tempat kerja kita, kios dagangan kita atau sekedar membawanya berbagi orang lain yang kebetulan mempunyai kartu anggota perokok pasif lalu menjadi percontohan publik. Bahkan bisa diangkat sebagai duta permen, dilingkungan Anda...wahhh....malah jadi viral...monggo lah terserah asumsinya.

Dari contoh kebiasaan pemimpin maka publik akan menilainya. Meski menjadi pemimpin itu tidak mudah, sedang mau mengajak kebaikan saja masih enggan percaya harus berfikir, netralitas, rasionalitas atau obyektifitas.




No comments:

Post a Comment