Friday 17 February 2017

Perlu Rajin dan Rapi

Remaja yang setiap malam berada di meja belajar sembari membaca buku pelajaran atau sedang mengerjakan pekerjaan rumah dari gurunya boleh saja kita menyebutnya anak rajin. Bagi orang tua tipikal remaja demikian sangat diidamkan karena mampu berusaha bertanggung jawab tugasnya sebagai pelajar. Lalu bagaimana mengenai atitude atau tingkah laku dari remaja atas “tanggap sasmita” atau kepekaan terhadap lingkungan terdekatnya yang bagi dirinya dianggap mampu mengerjakan?

Era orang tua sekarang enggan mendidik dalam hal keuletan menghadapi kehidupan. Kebanyakan dari sepersekian jumlah orang tua yang mempunyai strata ekonomi menengah hingga ke atas, umumnya mereka tidak mengajarkan berbagai kesulitan. Pemaknaan istilah kesulitan dianggapnya sebagai hambatan yang harus dihindari. Sedangkan hidup itu sendiri berusaha menghadapi kesenangan bersama pasangannya yaitu kesulitan atau berjalan menapaki pengalaman hidup yang orang sering menyebutnya ujian.

Rajin dan rapi adanya keduanya berasal dari sesuatu yang belum dan diperlakukan keadaan oleh seseorang dengan tujuan tertentu misalkan keindahan.  Tidak semestinya rajin itu tanggap, namun dari berbagai stase rajin dapat berpotensi menjadi keadaan yang tersusun dalam bingkai kerapian. Sedangkan kerapian pun tidak mutlak berlaku disetiap keadaan.

Kalau pernah melihat saya rapi dalam berpakaian itu hanyalah akting mungkin hanya tidak pernah melihat disaat saya hanya berkaos oblong dan menggunakan celana pendek yang sudah pudar warnanya. Rapi itu sebagai bentuk kecenderungan menyukai terhadap sesuatu lingkungan disekitar dan bersifat dinamis.

*** 

Rajin pangkal pandai adalah kata pertama yang pernah saya dengarkan dibangku madrasah atau setingkat sekolah dasar. Menurut almarhum bapak saya pengertian rajin berhubungan aktifitas yang dilakukan secara terus menerus. Saya pun mengamini pengertian itu layaknya kepatuhan anak kepada bapak.

Belajar mempunyai arti mengeksplore leibih dalam segala yang sudah diberi melalui akal dan diberi asupan berupa ilmu. Proses pemasukan ilmu baik di sekolah, lembaga pendidikan, ruangan laboratorium, lapangan olah raga, observasi lapangan, rumah dan setiap tempat yang terdapat proses pembelajaran hal tersebut yang dinamakan belajar. Semua itu pengertian saya untuk saat ini dikala banyak cara pandang dari segala sisi yang berbeda.

Saat mengenyam pendidikan di madrasah hingga sekolah menengah atas. Batasan belajar hanya berkutat membuka kembali pelajaran-pelajaran yang telah diberikan oleh seorang guru di sekolah. Yang saya banggakan sampai saat ini kedua orang tua saya tidak pernah menyuruh saya untuk belajar dari semenjak madrasah hingga sekarang dan hanya memberikan fasilitas berupa uang pendidikan.

Saya bercerita disaat masuk kelas I madrasah yang disetiap harinya saya tidak pernah mendengar seruan belajar. Terkadang saya merasa aneh disaat teman sebaya saya terkena omelan dari orang tuanya agar segera belajar disaat bermain, maka semuanya itu tidak terjadi pada kehidupan saya. Padahal dari latar belakang orang tua yaitu ibu saya sebagai guru sekolah dasar.

Selepas ibu saya mengajar ada beberapa rangkuman materi mengenai pengetahuan umum dari ilmu pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan alam, rumus matematika dan bahasa Indonesia langsung aku raih dan aku baca di kamar. Kalau semisal saya pulang sampai rumah jam 13.00 siang selebaran itu aku baca berulang-ulang. Yang paling menarik yaitu tentang nama-nama huruf depan tanda nomor kendaraan tiap kota di Indonesia. Alhamdulillah sampai sekarang saya sampai hafal khususnya plat nomor di daerah pulau Jawa.


Menurut saya rajin itu hanya cara pandang melihat kebiasaan. Tapi yang lebih penting dari kebiasaan itu adalah rasa bersungguh-sungguh mengerjakan sesuatu karena kesungguhan itu cara efektif sebagai pengejawantahan usaha yang diwajibkan manusia, sedangkan Tuhan itu mengiringi langkah sebagai penentu berhasil dan ditangguhkan.

No comments:

Post a Comment