Remaja
yang setiap malam berada di meja belajar sembari membaca buku pelajaran atau
sedang mengerjakan pekerjaan rumah dari gurunya boleh saja kita menyebutnya
anak rajin. Bagi orang tua tipikal remaja demikian sangat diidamkan karena
mampu berusaha bertanggung jawab tugasnya sebagai pelajar. Lalu bagaimana mengenai
atitude atau tingkah laku dari remaja atas “tanggap sasmita” atau kepekaan
terhadap lingkungan terdekatnya yang bagi dirinya dianggap mampu mengerjakan?
Era
orang tua sekarang enggan mendidik dalam hal keuletan menghadapi kehidupan.
Kebanyakan dari sepersekian jumlah orang tua yang mempunyai strata ekonomi
menengah hingga ke atas, umumnya mereka tidak mengajarkan berbagai kesulitan. Pemaknaan
istilah kesulitan dianggapnya sebagai hambatan yang harus dihindari. Sedangkan
hidup itu sendiri berusaha menghadapi kesenangan bersama pasangannya yaitu kesulitan
atau berjalan menapaki pengalaman hidup yang orang sering menyebutnya ujian.
Rajin
dan rapi adanya keduanya berasal dari sesuatu yang belum dan diperlakukan
keadaan oleh seseorang dengan tujuan tertentu misalkan keindahan. Tidak semestinya rajin itu tanggap, namun
dari berbagai stase rajin dapat berpotensi menjadi keadaan yang tersusun dalam
bingkai kerapian. Sedangkan kerapian pun tidak mutlak berlaku disetiap keadaan.
Kalau
pernah melihat saya rapi dalam berpakaian itu hanyalah akting mungkin hanya
tidak pernah melihat disaat saya hanya berkaos oblong dan menggunakan celana
pendek yang sudah pudar warnanya. Rapi itu sebagai bentuk kecenderungan
menyukai terhadap sesuatu lingkungan disekitar dan bersifat dinamis.
***
Rajin pangkal pandai adalah kata
pertama yang pernah saya dengarkan dibangku madrasah atau setingkat sekolah
dasar. Menurut almarhum bapak saya pengertian rajin berhubungan aktifitas yang
dilakukan secara terus menerus. Saya pun mengamini pengertian itu layaknya
kepatuhan anak kepada bapak.
Belajar mempunyai arti mengeksplore
leibih dalam segala yang sudah diberi melalui akal dan diberi asupan berupa
ilmu. Proses pemasukan ilmu baik di sekolah, lembaga pendidikan, ruangan
laboratorium, lapangan olah raga, observasi lapangan, rumah dan setiap tempat
yang terdapat proses pembelajaran hal tersebut yang dinamakan belajar. Semua itu
pengertian saya untuk saat ini dikala banyak cara pandang dari segala sisi yang
berbeda.
Saat mengenyam pendidikan di madrasah
hingga sekolah menengah atas. Batasan belajar hanya berkutat membuka kembali
pelajaran-pelajaran yang telah diberikan oleh seorang guru di sekolah. Yang
saya banggakan sampai saat ini kedua orang tua saya tidak pernah menyuruh saya
untuk belajar dari semenjak madrasah hingga sekarang dan hanya memberikan
fasilitas berupa uang pendidikan.
Saya bercerita disaat masuk kelas I
madrasah yang disetiap harinya saya tidak pernah mendengar seruan belajar.
Terkadang saya merasa aneh disaat teman sebaya saya terkena omelan dari orang tuanya agar segera
belajar disaat bermain, maka semuanya itu tidak terjadi pada kehidupan saya.
Padahal dari latar belakang orang tua yaitu ibu saya sebagai guru sekolah
dasar.
Selepas ibu saya mengajar ada beberapa
rangkuman materi mengenai pengetahuan umum dari ilmu pengetahuan sosial, ilmu
pengetahuan alam, rumus matematika dan bahasa Indonesia langsung aku raih dan
aku baca di kamar. Kalau semisal saya pulang sampai rumah jam 13.00 siang
selebaran itu aku baca berulang-ulang. Yang paling menarik yaitu tentang
nama-nama huruf depan tanda nomor kendaraan tiap kota di Indonesia. Alhamdulillah
sampai sekarang saya sampai hafal khususnya plat nomor di daerah pulau Jawa.
Menurut saya rajin itu hanya cara
pandang melihat kebiasaan. Tapi yang lebih penting dari kebiasaan itu adalah
rasa bersungguh-sungguh mengerjakan sesuatu karena kesungguhan itu cara efektif
sebagai pengejawantahan usaha yang diwajibkan manusia, sedangkan Tuhan itu
mengiringi langkah sebagai penentu berhasil dan ditangguhkan.
No comments:
Post a Comment