Friday 15 July 2016

Pokemon Menjadi Pokok Men

Mendengar Pokemon langsung teringat kartun Jepang yang menghiasi layar telivisi kurun tahun silam. Entah karena perkembangan industri teknologi gadget baik hardware maupun software istilah kartun Pokemon menjadi ikon permainan di sistem operasi android. Rumor yang terus melejit dari pemberitaan media elektronik membuat setiap orang merasa ingin tahu keberadaan game ini.

Pokok men adalah istilah bahasa jawa khususnya dialek orang Pekalongan mempunyai arti pokoknya atau ungkapan sebuah keharusan yang mendekati makna memaksa. Tentunya saya menuliskan judul tersebut ada korelasi nyata antara dua istilah yang ucapannya hampir sama berbolak-balik.

Demam permainan Pokemon telah merubah para pengguna gadget lebih antusias mengikuti jejak permainan dimana pun berada. Ini yang menjadikan alasan saya menulis sekelumit tingkah laku para penikmat game Pokemon khususnya dari kalangan remaja hingga dewasa. Saya pun hanya merespon keadaan sosial masyarakat dan tentunya dalam benak saya pun tidak ada rasa latah ingin mencobanya. Tidak ada alasan apapun menghindarinya karena  saya  menganggap bahwa hidup ini sudah seperti permainan.

Secara teknik permainanannya pengguna harus berpindah tempat untuk memburu monster dalam permainan  Pokemon. Pengguna harus lebih jeli bejalan disemua titik tempat atau bisa dikatakan bertualang. Ada makna lain yang dapat diambil sisi positif bahwa permainan ini membuat penggunanya harus sama-sama bergerak alhasil aktifitas fisikpun juga diperlukan. Antusias para pengguna dengan berpetualang membuat dirinya menjadi manusia aktif setidaknya mengeluarkan keringat dari pori-porinya.

Sisi positif lainnya dengan adanya interaksi sesama pengguna maka tidak jarang diantara mereka dapat berkenalan ditempat yang sama disebuah petualangan. Fenomena ini sangat digemari bagi mereka, para remaja yang sedang mencari jati diri dunia sosialnya.

Pokok men atau keharusan mungkin dapat diartikan kelatahan sosial yang mencoba rasa keingintahuannya. Aktualisasi pengguna secara aktif membuat orang lain menilai secara langsung tentang pertanyaan seputar kegiatan permainan. Setelah itu maka rasa keingintahuannya meningkat hingga tergerak hatinya mengunduh aplikasi yang sama. Tidak hanya itu kelatahan sosial ditunjang oleh pemberitaan media sosial nasional menjadi konsumsi masyarakat dunia maya.

Kelatahan yang memuncak apabila disuatu tempat menjadi masyarakat pengguna permainan Pokemon. Seolah mereka menemukan dunia yang sama maka  tidaklah salah dalam sebuah koridor penyuka (hobi) permainan ataupun anime. Namun apabila kelatahan tidak pada tempatnya akan menimbulkan berbagai masalah baik secara kejiwaan, norma etika maupun hukum.  Ketergantungan gadget berlebihan sudah menjadi masalah kejiwaan secara sederhana yaitu kegelisahan apabila dalam satu hari tidak memegang benda yang bernama gadget. Apalagi ketergantungan dengan permainan secara kejiwaan menjadi manusia yang kurang bisa bersosialisasi kepada masyarakat bahkan bisa berkecenderungan menjadi autis. Norma etika pengguna sering diabaikan baik secara secara sadar maupun tidak, bahwa pengguna tidak bisa membagi waktu dalam kesehariannya. Teorinya akan menambah deretan kegiatan jadwal tentunya memerukan waktu, Nah...tinggal yang dikorbankan waktu yang mana? Pekerjaan (tugas) ataupun keluarga (sosial). Norma hukum telah diberlakukan hukuman tegas bagi pengendara yang dengan sengaja menggunakan handphone. Selama artikel terbit belum ada kabar dampak lain dari sisi hukum. Semoga pengguna lebih smart seperti gadgetnya.


Pokemon menjadi pokok men atau keharusan yang memaksa seharusnya tidak terjadi maka sebelum terjadi lebih menitikbereatkan prioritas kegiatan yang lebih bermanfaat akan lebih penting. Masyarakat yang smart mampu memberikan filter arus global yang sangat memprihatikan.


No comments:

Post a Comment