Sudah 4 bulan yang lalu atau pada
akhir mendekati pergantian tahun 2017 saya dibuat terenyuh oleh pedagang makanan yang keliling di depan rumah. Bapak-bapak
berpostur tubuh kurus mengayuh sepeda butut berkali-kali bersuara menawarkan
kue bapel berharap ada calon pembeli memanggilnya. Pemandangan itu aku lihat
disaat bapak itu sudah 15 meter meninggalkan jalan depan rumah. Sudah begitu
sederhananya beliau menawarkan kue yang sudah sangat jarang digemari masyarakat
jaman sekarang.
Bagi saya kejadian dihari itu terlalu
mengesankan. Penampilan beliau sangat sederhana berjenggot tipis pakaian yang
bagi kalangan umum menyebutnya sebagai pakaian syar’i. Ada beberapa pesan yang saya tangkap rasa tanggung jawab
begitu besar kepada keluarga terutama istri dan anak-anaknya.. Apapun keadaan
bagi dirinya tidaklah penting mengenai sesuatu yang dikenakan meski demikian
nilai zuhud tetap beliau terapkan dalam berpakaian.
Akhir-akhir ini suara pedagang kue
bapel itu tidak terdengar mungkin karena sengaja jalanan rumah saya tidak
dilewati. Mungkin karena calon pembeli di kawasan RT saya tidak begitu banyak
dan lagi posisi blok perumahan paling belakang dan pojok sehingga aksesnya pun
jarang dilewati oleh pengguna jalan lainnya.
Diwaktu pagi yang cukup luang, saya
berencana ke sebuah provider layanan
akses seluler, jaraknya kurang lebih 5 kilometer dari rumah. Motor saya siapkan
di depan rumah, bersama ibu akhirnya perjalanan dimulai. Berjarak sekitar 500
meter akses dari rumah menuju ke gerbang awal atau pintu utama perumahan yang
berada di kawasan Jalan Yos Sudarso Wiradesa. Dari gerbang ini lah masyarakat
sering keluar masuk perumahan yaitu tempat pertama sebagai akses interaksi
dunia luar.
Dari pintu utama, sebelum saya
menyeberang ada pemandangan yang tidak seperti biasanya di pinggir jalan,
ditempat saya menunggu lintasan agar benar-benar aman. Terlihat anak berusia
sekitar 10 tahun berpeci dan mengenakan baju koko berdiri sedang menjaga barang
dagangan. Dalam hati saya berkata ini pasti tidak sendirian, bahasa tubuhnya
terasa kaku berdiri disamping meja. Posisi motor saya majukan sedikit sembari
menunggu hilir mudik lalu lintas, saya kembali menerka mengenai barang yang
dijualnya. Setelah saya amati barang yang
berada di atas meja seperti tumpukan kue setengah lingkaran berwarna coklat
dari situlah saya menyimpulkan bahwa anak kecil itu ternyata menjajakan kue
bapel.
Setelah saya menyeberang, sembari
berkendara motor, pikiran saya masih tertuju kepada anak tersebut sepertinya
ada korelasi dengan bapak-bapak pedagang kue bapel yang biasa keliling di
perumahan. Sepertinya perkiraan-perkiraan sementara itu harus saya pending,
karena keamanan berkendara lebih saya prioritaskan.
Kurang lebih satu jam proses acara di sebuah
provider layanan akses seluler telah
selesai. Tidak ada tujuan lainnya dan kemudian perjalanan dilanjutkan pulang ke
rumah. Sesampainya di pintu gerbang perumahan saya melihat bapak-bapak pedagang
kue bapel berada tepat di meja yang ditunggu oleh anak tadi, ternyata perkiraan
saya benar adanya. Bahwasanya anak yang berjualan kue bapel itu anaknya dari
bapak yang sering berjualan keliling di perumahan.
Pelajaran berharga kepada anak
bahwasanya dia dididik agar bisa merasakan keadaan orang tua. Belajar merasakan
keprihatianan mengenai tujuan hidup di dunia haya sebatas pemenuhan kebutuhan
bukan keinginan hawa nafsu. Meski di hari Jum’at hari libur sekolah karena
bersekolah di madrasah tidak digunakan bermain layaknya teman sebayanya. Ini
bukan melanggar hak-hak anak bermain, bisa dikatakan bahwa peraturan pemerintah
tidak setuju jika seorang anak bekerja. Anggapan bahwa memperkerjakan anak bagi
pemerintah sebagai tindak diluar batasanya. Semua itu pandangan pemerintah,
namun disisi lain pemerintah juga tidak menjamin warga negaranya memperoleh
penghidupan yang layak. Menciptakan suasana perekonomian yang kondusif pun
masih jauh dari target yang diharapkan. Rakyat sudah terbiasa dengan cara-cara
tersendiri memperoleh penghidupan, pastinya kerja sama antara bapak dan anak
pedagang kue bapel tersebut berusaha memperoleh rezeki yang halal.
No comments:
Post a Comment