“Suatu saat kalian akan merasakan kehilangan momen kebersamaan seperti ini.
Disaat satu per satu melucuti status hidup maka sedikit demi sedikit mereka
akan meninggalkan. Kekosongan dari kebersamaan kian sulit ditemukan,
bingkai-bingkai kenangan telah berganti stase-stase kehidupan di ruang lingkup
yang kompleks yang disebut pernikahan”
“Kalian sama halnya menyebut aku, kamu dan kita semua,
sebagai satu keutuhan yang berawal dari sebuah pertemanan”.
“Aku dan kamu sebuah istilah pembenaran disaat kita
satu bersama, satu irama, satu juang serta satu keutuhan tali yaitu saudara
yang tidak ditemukan oleh selain kita. Aku dan kamu sengaja dipertemukan
diruang singkat dalam tiga kedipan mata”.
“Sedang selain kita yaitu mereka dalam waktu sesingkat
itu tidak menemukan hal itu seperti kita. Terlepas dari singkatnya waktu itu,
aku dan kamu mencoba mengukir kata bukan seperti mereka tanpa ada kata-kata
lalu hilang begitu saja dan tentunya hal itu tidak ingin terjadi kepada kita”.
***
Satu kedipan mata belum pernah ada
rasa keterikatan satu sama lain, berjalan memasuki suasana baru di momen yang
sama yaitu masa awal masuk SMA. Ruang lingkup berbagi saling mengenal hanya sebatas masing-masing nama. Bagiku keberadaan
teman yaitu Ardi teman yang mengajariku pertama kali naik motor, keliatan begonya disaat motor kesayangan harus nabrak pagar pohon dan ngrusuk di samping rumah.
Banyak acara yang menyisakan lelah
yaitu ekstrakurikuler wajib di hari Jumat rutinitas berkumpul hanya di akhir
jam pulang sekolah di rumahnya Ardi. Diantara kita yang bisa satu jalan menuju
rumah hanya dia dan Afed alias Sodron terkadang Yayan juga ikut nebeng ,tapi tidak demikian Yayat yang
masih akrab dengan Farid alias Gobel yang lebih memilih pulang jalan kaki.
Ada satu teman seperjuangan SMP dari
Afed yaitu Widya alias Mas Bos yang menjadi rumpun pertemanan sekelas di SMA
seakan reunian kembali seperti sediakala. Sifat kedermawanannya Widya alias Mas Bos seakan
menjadi magnet yang disukai teman-temannya. Alhamdulillah dari situlah
pertemanan kita mulai terjalin begitu akrabnya.
Dua kedipan saat beranjak kelas 2
ruang kelas mulai diacak, suasana berbeda dan banyak mengenal teman-teman baru.
Pertemanan ku dengan Ardi masih saja bersama karena baik berangkat maupun
pulang aku selalu nebeng bareng
motornya. Saat itu Afed punya teman baru
yaitu Munawir alias Gembus yang juga sering main ke rumah Ardi sepulang
sekolah. Tidak sekedar Munawir alias Gembus karena Afed alias Sodron sangat getol modifikasi motor maka banyak
sekali temannya seperti Edi, Burhan yang berada di bengkel Gumawang.
Masa ini merupakan masa keemasan di
waktu SMA sudah tidak ada intimidasi dari kakak kelas dan untuk memikirkan
ujian nasional masih terlalu panjang. Aktifitas ekstrakulikuler bertambah
menjadi ikut-ikutan tren main basket yang menjadi duta-duta pemain basket
diantaranya kembar Yayan & Yayat, Farid alias Gobel, adik kelas Teguh alias
Tekek masih banyak lainnya. Aku sama Ardi pun ikut-ikutan sebagai penggembira
disore waktu menjelang ke sekolahan main basket meski ada Iwung pemain T-Rex 21
menjadi pelatih dadakan. Perhelatan tren basket itu pun sangat singkat sudah
tidak begitu nyaman menekuni olah raga tersebut.
Tiga kedipan telah dimulai dahi
semakin banyak berkerut, waktu istirahat pertama banyak dihabiskan mengerjakan
PR matematika, sedang memasuki istirahat kedua mata pelajaran Bahasa Inggris
sudah menanti dengan mencatat kosa kata. Belajar di kelas IPA terasa banyak
tuntutan terutama agar bisa lulus dari Ujian Akhir Nasional.
Aku masuk di kelas IPA 3 sedangkan
Ardi, Afed alias Sodron, masuk di kelas IPA 2 yang letaknya dipisahkan oleh
tembok kesemrawutan kelas IPA 3 tidak separah IPA 2 yang notabene banyak siswa
yang rada koplak, aneh dan lurus tergabung
dalam heterogenitas sifat di satu kelas. Atas dasar keterikatan teman di
kampung hubungan pertemanan lebih banyak dihabiskan dengan teman-teman IPA 2.
Di kelas IPA 2 kekerabatannya semakin
nyata diantara teman-teman baru seperti Dede Cholil alias Cholil, Agustina dan
Linda yang masih satu kampung juga sama halnya aku dengan Ardi. Sedangkan
Agustina dan Oktaviana alias Nana yang berada di kelas IPA 3 sudah bersahabatan
semenjak kelas 1 SMA. Kesimpulannya dimanapun ada Agustina disitupun ada sosok
Oktaviana alias Nana yang juga mulai kelas 3 ini semakin akrab bareng kita.
Diantara kesibukan sekolah sudah
barang tentu target-target penguasaan menghadapi Ujian Akhir Sekolah semakin
dekat. Alhasil berbagai bimbingan ditempuh disore hari sepulang sekolah. Selain
Linda yang memilih mengikuti bimbingan Ujian Akhir Nasional di NEUTRON biasanya
mengikuti acara les di rumahnya Pak Mugi Guru Fisika ,yang tidak lain ayahnya
dari Aditya alias Popo yang satu kelas denganku di IPA 3.
Les di rumahnya Pak Mugi serasa main
dirumahnya teman sendiri, diantara teman-teman yang sudah pulang ke rumahnya masing-masing, aku dan Ardi sering
menunggu kumandang adzan magrib tiba. Hanya ngobrol
dengan Aditya alias Popo yang sebagai anak kota banyak sekali cerita
tentang pengalamannya. Disaat waktu jam makan tiba terkadang aku dan Ardi
diikut sertakan jika kebetulan ada mas-mas nasi goreng keliling lewat di
rumahnya. Momen yang menyenangkan les pelajaran sampai rumah hingga malam
dengan berkendara menggunakan HONDA C70 menambah asoynya perjalanan malam.
Satu yang tertinggal yaitu Iwan alias
Iwan Katub seorang teman dari IPA 2 yang super usil sekali baik dengan teman-temanya
bahkan dengan gurunya pun berani mengusilinya. Sewaktu disuruh maju mengerjakan
soal hitung-hitungan Iwan alias Iwan Katub tidak bisa mengerjakannya, karena
merasa dirinya kesal dari tempat duduk paling belakang nomor hape guru tersebut
ditelp private number dan tiba-tiba
dimatikan. Kejadian tersebut sempat membuat rempong guru dengan mondar-mandir
keluar masuk ruang kelas Iwan alias Iwan Katub pun serasa tidak mempunyai dosa
tertawa melihat reaksi guru tersebut.
Banyak hal cerita yang sempat mengukir
kebersamaan, baik belajar bareng di rumahnya Iwan alias Iwan Katub, jajan
camilan lontong tahu di Mbah Ipah Kauman Wiradesa, merayakan jika ada teman
yang ulang tahun dan masih banyak kenangan wisata misalnya yang pernah ke
Bandung di rumahnya Dede Cholil alias Aziz dan masih banyak kenangan lainnya
diantara kita. Dimasa yang belum secanggih sekarang kenangan-kenangan itu tidak
bisa diabadikan melalui foto-foto seperti sekarang. Hanya guratan-guratan
memori yang hampir digerus oleh kesibukan yang melupakan segalanya dan itu
adalah kejadian yang lumrah sebagai proses kehidupan.
No comments:
Post a Comment