Sudah 10 bulan
Dharma berpuasa mengenai apapun yang disukainya, termasuk membeli rokok tiap
minggunya hampir 2 bungkus atau ngopi-ngopi di Warung Yu Prapti perempatan
Pasar Kluthuk kebanggaan wong cilik.
Yatmi sudah
berbangga kiranya dalam pikirannya bisa tersenyum berbinar lega suatu saat uang
yang disimpan di balik bambu belakang tempat angon unggas bisa dibuka disaat
kebutuhan menghimpit pundi-pundi nafas rumah tangganya.
Sementara itu
Angger masih seperti biasa bermain layaknya anak seusianya, sesekali dia
meminta sejumlah uang membeli gethuk keliling. Meskipun merengek
menangis suatu saat meminta mobil-mobilan seperti anaknya Pak Doni juragan
sayur, Dharma tidak bergeming mengabulkan permintaan tersebut. Hidupnya tidak
cukup hanya untuk menuruti diluar batas kemampuan bagi dirinya.
“Oh, rupanya aku
masih kepikiran rumah kita, bu”, ungkap Dharma kepada Yatmi.
“Emang kenapa,
Pak?”
“Lho bagian depan
rumah kita sudah tidak beraturan lagi bentuknya,Bu”,
“Terus, memang
sudah seperti itu kok Pak rumah kita?’
“Lha iya pengennya
sih bisa panggil tukang biar bisa betulin pagar depan rumah”,
“Bapak itu kok
bicaranya seperti itu?bukannya untuk kebutuhan sehari-hari saja kita harus ngatur biar bisa cukup semua, eh malah
sekarang Bapak mau betulin depan rumah?ada-ada aja Pak?”
“Jangan salah Bu,
kan sudah 10 bulan Bapak puasa merokok siapa tahu uang tersebut biar bisa
digunakan buat betulin pagar, itu sih rencana Bapak, menurut Ibu bagaimana?”
“Halah Pak,
sekarang apa-apa serba mahal, apa uang Bapak cukup buat beli material bangunan
dan membiayai tukangnya?sekarang biaya tukang itu mahal lho Pak?”
“Ya kalau tidak
cukup nanti pinjanm uang Bu, nanti biar Bapak deh urusannya”,
“Kalu urusan pinjam
sih boleh aja Pak, terus nanti angsurannya gimana?apa gak terlalu berat?”
“Paling tidak nanti
ngangsurnya jangan terlalu banyak Bu, biar bisa buat kebutuhan yang lain”,
“Oh, terserah Bapak
deh, pokoknya Ibu gak
mau denger nanti Bapak sambat
sama Ibu”,
“Ya doain saja Bu,
biar lancar semuanya, apa Ibu gak seneng kalau rumah kita dibenerin ditata biar
layaknya rumah, gak usah bagus tapi biar rajin dan enak dilihat”,
“Ya, pengin banget
Pak, tapi melihat keuangan dulu, tapi kalau Bapak pengennya seperti itu dan
punya tabungan sendiri ya silahkan, Ibu izinkan”,
“Kalau begitu nanti
malam Bapak mau ke rumahnya Pak Radi tukang bangunan biar segera dikerjakan”,
“Kok cepet-cepet
Pak?apa Bapak sudah yakin dengan uangnya? sudah cukup untuk beli material?
“Sudah Bu, tenang
saja besok saya lihatkan jumlah uangnya biar Ibu bisa lebih percaya”.
“Halah, bapak itu
gayanya mentang-mentang punya uang lagaknya, cieh...cieh”, ejek Yatmi kepada
Dharma.
***
Pagi dihari Sabtu suasana agak temaram
mendung Pak Radi sudah datang jam 07.30 pekerjaan sudah dimulai dengan
merapikan pagar rumah Dharma. Pagi yang sudah mulai mengeluarkan ongkos rokok
untuk tukang sambut Yatmi.
“Pak, tukangnya mau dikasih rokok
apa?”
“Oya Bu, nanti biar Bapak sampaikan ke
tukangnya, tapi coba nanti ke warung ajah Bu, biasanya mereka lebih hafal
kebiasaan para tukang bangunan”.
“Begitu?nanti Ibu coba ke warung
sambil beli jajan, lha uangnya mana Pak?”
“Owalah hari pertama sudah mengelurkan
uang Bu?Ya sudah ini aku kasih buat jajan dan rokok hari ini”,
“Makanya Pak kalau mau serius panggil
tukang ya harus repot seperti ini”
“Iyaa iyaa Bu, yang penting kan nanti
wajah rumah kita oke punya...betul kan?...hehee...”.
***
Hari ke 6 tukang berada di rumah
Dharma merapikan pagar depan rumahnya
Proses pekerjaan baru kurang lebih 60 % setengah jadi. Sementara hari ini
Kamis atau hari ke enam Dharma mengeluarkan biaya pembuatan pagar rumah.
“Pak, hari ini hari
Kamis nanti sore kita bayarin tukang, Bapak jangan lupa uangnya disiapkan”,
“Ya bu mereka kan
hitungan kerjanya mingguan jadi Bapak kemarin sudah siapin kok uangnya”.
“Oh ya...syukur kalau
sudah disiapkan tinggal dihitung saja nanti
diberikan rada sore-sore”
“Hitungannya berapa
hari Bu?”
“Berarti sudah mulai
dari Sabtu hingga Kamis jumlahnya 6 hari Pak kemudian dikali 150 ribu jadi
totalnya 900 ribu, Pak”.
“Hehehe... lumayan ya
Bu menguras tabungan”
“Haaayooo....Bapak
katanya sudah siap tho, Pak?”
“Iya...iya...Bu
tenang saja...ini Bapak titipkan uangnya ke Ibu nanti sore tolong kasihkan
kepada mereka”.
“Ini sudah cukup pak
900 ribu?”
“Iya Bu, sudah Bapak
hitung tadi pagi”.
“Bapak mau keluar
sebentar mau beli material pasir buat hari Sabtu katanya tinggal sedikit lagi
Bu selesai pekerjaan mereka”,
“Ya Pak, hati-hati di
jalan”.
“Iya Bu...jangan lupa
nanti dikasihkan kepada tukangnya”.
“Bapak ini kok serasa
tidak percaya tho?”
“Ibu kan biasanya
suka lupa?”, ungkap Dharma kepada Yatmi dengan nada bercanda.
***
Hari terakhir tukang menyelesaikan
pekerjaan di hari Selasa atau hari ke 3 setelah hari Sabtu mereka berangkat
bekerja. Disela-sela pekerjaan Pak Radi terlibat dalam situasi percakapan
diantara mereka.
“Pak Dharma...hari ini pekerjaan sudah
selesai, ini bagian pagarnya tak buat ada bagian udara”,
“Oyaa Pak Radi, ini sudah sesuai
dengan model, tinggal di cat aja”
“Saran saya sih Pak Dharma cat nya
warna yang lebih cerah dan tahan air”
“Oh iya Pak Radi biar saya belikan
catnya berarti”
“Boleh biar nanti siangan bisa dicat
sekalian”
Yatmi segera menghampiri Dharma
bersama ikut dalam satu pembicaraan.
“Pak berarti biar nanti beli cat
tembok sekalian ya kalau mau keluar”
“Iya Bu, rencana ini Bapak mau keluar
beli cat tembok dan kuas”
“Syukur deh kalau Bapak udah ingat,
iya diurus sekalian saja kan udah ada pagarnya biar baru dicat sekalian
kerjanya”
Pukul 17.15 sore para pekerja langsung
meminta pamit kepada Dharma pekerjaan selesai dengan hasil cukup memuaskan.
Semenjak mereka meninggalkan rumah Dharma terlihat Yatmi masih saja menanyakan
pengeluaran selama ada tukang bangunan.
“Pak pengeluaran total nya berapa?”
“Ya pokoknya masih kurang Bu, uang
Bapak kemaren buat beli material saja kalau untuk tukang masih kurang”,
“Terus Bapak pinjam siapa?”
“Pinjam teman Bu, tapi tenang saja ya
Bu, pokoknya doain saja biar cepat lunas”,
“Bener nih gak papa ?”
“Iya bener Bu,nanti biar Bapak yang
urus”
Yatmi agak lega mendengar pernyataan Dharma, paling tidak dia
tidak menanggung beban hutang dan benar-benar niat yang mendalam oleh Dharma
sebagai upaya pemeliharaan bagian rumah yang mereka tempati.
No comments:
Post a Comment