Sebut saja sama-sama petualang,
berangkat bersama dari gubuk persinggahan atas nama lelakon bahkan melakoninya.
Berjalan melalui berbagai rintangan ranting, semak belukar, batu terjal,
dataran naik menjulang, pada bagian sungai mengalir air membasuh muka sejenak
beristirahatlah menunggu kicauan burung jalak memberikan isyarat bidadari akan
lewat selepas dari istana. Rupanya tiba saat gurauan kecil terdengar dari balik
bukit, bidadari tengah asik bercanda dengan laki-laki yang konon akan diambil
menjadi pangeran di kahyangan. Perjalanan terus menapaki tepian bukit di
pinggir tebing jalur tanah pegunungan basah suara serangga,”krreeit...kreeitt...kreeitt” berulang dengan ritme yang sama.
Perjalanan sudah hampir satu jam, tiba saatnya memasuki bukit seberang suara
yang terdengar hampir sama sedikit agak menggema. Ternyata memang benar adanya
sudah hampir dua hari seorang petualang
berada di bukit bersama bidadari yang baru dikenalnya tatkala masuk ke hutan.
Tidak ada tanda apapun yang dirasakan
disaat seseorang telah jatuh cinta kepada lawan jenisnya entah itu manusia
biasa ataupun bidadari penuh keelokan. Bisa dikatakan sifatnya yang pintar
menyembunyikan masalah paling rahasia bagi dirinya untuk tidak diketahui.
Kebiasaan hanya sebatas komunikasi dua arah terhadap sesuatu yang menyangkut
hal lain yaitu alasan keperluan. Kalaupun ada sekedar kelakar itu hanya pemanis
gurauan agar padatan-padatan suasana dapat sedikit dicairkan. Pernyataan
terhadap agenda masa depan jarang pernah diketahui orang banyak, kiranya
terlalu berlebihan apabila orang lain harus tahu. Bagi yang berinteraksi dengan
frekuensi yang sering pun tidak bisa merasakan tanda-tanda kejanggalan yang
merujuk kepada rencana besar. Wajah datar ekspresi sering mengecohkan
orang-orang terdekat meski lelucon-lelucon sederhana yang dianggap lucu seraya
tidak bergeming apalagi meresponnya meskipun itu sekedar basa-basi.
Sampai suatu saat keheningan memecahkan
bunyi jarum jatuh dari meja yang berisi tumpukan gaun pengantin diantara mereka
berdua. Bergegas suara tersebut dilontarkan karena melihat sepasang gaun
tersebut telah jadi lalu ingin mereka pakai dalam momen bahagia yang disebut
pernikahan.Berbagai ucapan selamat mendengung ditelinga seorang petualang nan
gagah tinggi tiada lawan. Penghuni kahyangan lainnya terasa mencengangkan
secepat itu terjadi, kemudia mereka
memakluminya karena ada sesuatu yang dipaksakan, dalam batas keinginan
berkomitmen bukan eksekusi terhadap pilihan atas dasar kedaulatan pribadi sang
petualang.
Tidak semua penghuni hutan diundang ke
negeri kahyangan, beberapa spesies isi hutan sebagai saksi hidup yang bisa
menebus batas sakral yang akan ditempuh akhir-akhir ini menjelang awal tahun.
Beragam pernak-pernik aksen bumbu pesta pernikahan tersaji indah dalam momen
sakral setelah pagi hari terlewati, giliran rasa syukur yang mendalam ingin
mereka bagi kepada khalayak khususnya orang-orang terdekat mereka. Sungguh
keceriaan terpancar dari masing-masing petualang beserta bidadari menyertai
untaian salam ke setiap yang memberikan ucapan. Diantara hari paling bahagia
selama mereka hidup hanya saat ini waktu sakral penuh haru dan bahagia. Semua
mata tertuju atas keindahan pasangan penuh cinta diantara liku perjalanan
setapak, berbukit-bukit dan rintangan kini terjawab sudah. Penggarisan nasib
telah ditentukan dihari yang lancar sudah sesuai dalam rencana jauh sebelum
keduanya mengenalnya.
Tanpa waktu panjang petualang pun
meninggalkan teman sejawatnya yang masih menikmati kebahagiaan. Lalu petualang turun kembali mengarungi hutan sebagai musafir
di hutan belantara. Terus berjalan menikmati seninya hidup. Raut mukanya
dipaksakan harus tersenyum karena tuntutan penduduk hutan senantiasa selalu
hormat dan ramah, itu semua sebagai keyword
tatkala salah satu kaki menginjakkan pelataran hutan bagian depan. Menahan
perih atas laparnya hati tatkala harus menapaki langkah meski pernah bertemu
kebahagian yang hanya separuh rasa lalu berujung pertikaian dingin. Menoleh
kebelakang sebagai tapak tilas peradaban kebahagiaan, hatinnya menangis ,
perasaannya teriris atas imaji-imaji yang terkikis.
Menghela nafas adalah cara terbaik
sebagai cara melapangkan hati dan menghibur diri. Perasaan akan lebih menerima
kenyataan menerima keadaan diantara cara-cara lain yang memaksakan diri
menghadirkan seperti kenikmatan orang lain. Detak jantung lebih stabil dari
kekhawatiran masalah yang belum nampak sampai saat ini bahkan hari esok masih
tergantung dalam langit yang tidak pasti. Diantara carut marut pertentangan
maka perlahan hati menjawab atas keyakinan kepada pemilik jagad raya Tuhan
semesta alam.
Senja datang keheningan mulai tampak
perjalanan masih saja tidak berhentinya. Telinga mulai terusik mendengar suara
alunan seruling seraya ada pesta. Suara tampak lebih jelas disaat langkah kaki
mendekati bukit ternyata memang ada benarnya, kemesraan pangeran dan bidadari
terlukis indah diantara tamu-tamu yang silih berdatangan. Sudah bisa ditebak
bahwa pangeeran itu sahabat petualang yang pernah 10 tahun lamanya mereka
saling mengenal. Rasa percaya diri sangatlah perlu meski datang terlambat
langkahnya sangat dinanti pangeran turut larut ke dalam aura cinta berbalut
tirai pernikahan.
Perlahan terus langkah mendekati
beberapa pelandang istana dibawah bukit. Mencoba tegar bahwa kedatangannya
hanya sendiri melipur kesedihan hati. Mencoba
tersenyum lalu hatinya memaksa mengatakan harus bahagia dihadapan mereka. Menutup
kesedihan atas keadaan yang sesungguhnya terjadi. Perasaannya kembali
melapangkan diri bahwa ingin cepat-cepat malam ini lebih singkat lalu berganti
esok hari. Tangan kanan disodorkan kepada pangeran, lalu berjabat tangan ucapan selamat turut dihaturkan atas
kebahagiaan yang mereka rasakan. Beberapa tamu yang hadir saling menatap atas
keadaannya masing-masing, ternyata perjalanan petualang lebih panjang dari
mereka yang baru akan menapaki menuju lintasan alam. Kepalanya menunduk
meratapi perjalanan yang sudah terlalu lama dihabiskan oleh perjalanan. Hatinya
menangis atas kesunyian perjalanan atas riwayat-riwayat impian yang tak kunjung
hadir. Keadaan semakin pilu, langkah kaki tak ingin berlama-lama berada di
istana kebahagiaan, bergegaslah lalu berlari berteriak di ruang hati yang
begitu sesak. Kemudian petualang itu sadar hari itu dua bukit terlampui begitu
cepatnya lalu tertinggal.
No comments:
Post a Comment