Wednesday, 11 January 2017

Dua Bukit Terlampui

Sebut saja sama-sama petualang, berangkat bersama dari gubuk persinggahan atas nama lelakon bahkan melakoninya. Berjalan melalui berbagai rintangan ranting, semak belukar, batu terjal, dataran naik menjulang, pada bagian sungai mengalir air membasuh muka sejenak beristirahatlah menunggu kicauan burung jalak memberikan isyarat bidadari akan lewat selepas dari istana. Rupanya tiba saat gurauan kecil terdengar dari balik bukit, bidadari tengah asik bercanda dengan laki-laki yang konon akan diambil menjadi pangeran di kahyangan. Perjalanan terus menapaki tepian bukit di pinggir tebing jalur tanah pegunungan basah suara serangga,”krreeit...kreeitt...kreeitt” berulang dengan ritme yang sama. Perjalanan sudah hampir satu jam, tiba saatnya memasuki bukit seberang suara yang terdengar hampir sama sedikit agak menggema. Ternyata memang benar adanya sudah hampir  dua hari seorang petualang berada di bukit bersama bidadari yang baru dikenalnya tatkala masuk ke hutan.

Tidak ada tanda apapun yang dirasakan disaat seseorang telah jatuh cinta kepada lawan jenisnya entah itu manusia biasa ataupun bidadari penuh keelokan. Bisa dikatakan sifatnya yang pintar menyembunyikan masalah paling rahasia bagi dirinya untuk tidak diketahui. Kebiasaan hanya sebatas komunikasi dua arah terhadap sesuatu yang menyangkut hal lain yaitu alasan keperluan. Kalaupun ada sekedar kelakar itu hanya pemanis gurauan agar padatan-padatan suasana dapat sedikit dicairkan. Pernyataan terhadap agenda masa depan jarang pernah diketahui orang banyak, kiranya terlalu berlebihan apabila orang lain harus tahu. Bagi yang berinteraksi dengan frekuensi yang sering pun tidak bisa merasakan tanda-tanda kejanggalan yang merujuk kepada rencana besar. Wajah datar ekspresi sering mengecohkan orang-orang terdekat meski lelucon-lelucon sederhana yang dianggap lucu seraya tidak bergeming apalagi meresponnya meskipun itu sekedar basa-basi.

Sampai suatu saat keheningan memecahkan bunyi jarum jatuh dari meja yang berisi tumpukan gaun pengantin diantara mereka berdua. Bergegas suara tersebut dilontarkan karena melihat sepasang gaun tersebut telah jadi lalu ingin mereka pakai dalam momen bahagia yang disebut pernikahan.Berbagai ucapan selamat mendengung ditelinga seorang petualang nan gagah tinggi tiada lawan. Penghuni kahyangan lainnya terasa mencengangkan secepat itu terjadi, kemudia mereka  memakluminya karena ada sesuatu yang dipaksakan, dalam batas keinginan berkomitmen bukan eksekusi terhadap pilihan atas dasar kedaulatan pribadi sang petualang.

Tidak semua penghuni hutan diundang ke negeri kahyangan, beberapa spesies isi hutan sebagai saksi hidup yang bisa menebus batas sakral yang akan ditempuh akhir-akhir ini menjelang awal tahun. Beragam pernak-pernik aksen bumbu pesta pernikahan tersaji indah dalam momen sakral setelah pagi hari terlewati, giliran rasa syukur yang mendalam ingin mereka bagi kepada khalayak khususnya orang-orang terdekat mereka. Sungguh keceriaan terpancar dari masing-masing petualang beserta bidadari menyertai untaian salam ke setiap yang memberikan ucapan. Diantara hari paling bahagia selama mereka hidup hanya saat ini waktu sakral penuh haru dan bahagia. Semua mata tertuju atas keindahan pasangan penuh cinta diantara liku perjalanan setapak, berbukit-bukit dan rintangan kini terjawab sudah. Penggarisan nasib telah ditentukan dihari yang lancar sudah sesuai dalam rencana jauh sebelum keduanya mengenalnya.

Tanpa waktu panjang petualang pun meninggalkan teman sejawatnya yang masih menikmati kebahagiaan. Lalu petualang  turun kembali mengarungi hutan sebagai musafir di hutan belantara. Terus berjalan menikmati seninya hidup. Raut mukanya dipaksakan harus tersenyum karena tuntutan penduduk hutan senantiasa selalu hormat dan ramah, itu semua sebagai keyword tatkala salah satu kaki menginjakkan pelataran hutan bagian depan. Menahan perih atas laparnya hati tatkala harus menapaki langkah meski pernah bertemu kebahagian yang hanya separuh rasa lalu berujung pertikaian dingin. Menoleh kebelakang sebagai tapak tilas peradaban kebahagiaan, hatinnya menangis , perasaannya teriris atas imaji-imaji yang terkikis.

Menghela nafas adalah cara terbaik sebagai cara melapangkan hati dan menghibur diri. Perasaan akan lebih menerima kenyataan menerima keadaan diantara cara-cara lain yang memaksakan diri menghadirkan seperti kenikmatan orang lain. Detak jantung lebih stabil dari kekhawatiran masalah yang belum nampak sampai saat ini bahkan hari esok masih tergantung dalam langit yang tidak pasti. Diantara carut marut pertentangan maka perlahan hati menjawab atas keyakinan kepada pemilik jagad raya Tuhan semesta alam.

Senja datang keheningan mulai tampak perjalanan masih saja tidak berhentinya. Telinga mulai terusik mendengar suara alunan seruling seraya ada pesta. Suara tampak lebih jelas disaat langkah kaki mendekati bukit ternyata memang ada benarnya, kemesraan pangeran dan bidadari terlukis indah diantara tamu-tamu yang silih berdatangan. Sudah bisa ditebak bahwa pangeeran itu sahabat petualang yang pernah 10 tahun lamanya mereka saling mengenal. Rasa percaya diri sangatlah perlu meski datang terlambat langkahnya sangat dinanti pangeran turut larut ke dalam aura cinta berbalut tirai pernikahan.


Perlahan terus langkah mendekati beberapa pelandang istana dibawah bukit. Mencoba tegar bahwa kedatangannya hanya sendiri melipur kesedihan hati.  Mencoba tersenyum lalu hatinya memaksa mengatakan harus bahagia dihadapan mereka. Menutup kesedihan atas keadaan yang sesungguhnya terjadi. Perasaannya kembali melapangkan diri bahwa ingin cepat-cepat malam ini lebih singkat lalu berganti esok hari. Tangan kanan disodorkan kepada pangeran, lalu berjabat tangan  ucapan selamat turut dihaturkan atas kebahagiaan yang mereka rasakan. Beberapa tamu yang hadir saling menatap atas keadaannya masing-masing, ternyata perjalanan petualang lebih panjang dari mereka yang baru akan menapaki menuju lintasan alam. Kepalanya menunduk meratapi perjalanan yang sudah terlalu lama dihabiskan oleh perjalanan. Hatinya menangis atas kesunyian perjalanan atas riwayat-riwayat impian yang tak kunjung hadir. Keadaan semakin pilu, langkah kaki tak ingin berlama-lama berada di istana kebahagiaan, bergegaslah lalu berlari berteriak di ruang hati yang begitu sesak. Kemudian petualang itu sadar hari itu dua bukit terlampui begitu cepatnya lalu tertinggal.

No comments:

Post a Comment