Monday, 16 January 2017

Namanya "Pak Babe""

Karim pagi-pagi sudah keluar dari rumah jam 05.45 menuju ke kantor membawa motor GL butut. Sampai di parkiran lalu ganti dengan mobil dinas milik Pak Babe, berplat hijau nomor cantik lagaknya.  Badangembor  Karim sudah akrab disapa oleh satpam penjaga parkiran sebagai sopir ajudan Pak Babe.
“Jemput pak bos, Rim?”
“Iya pak satpam, tapi tak panasi dulu mesinnya”.

Kontak mobil diambilnya dari saku kemudian pintu dibuka, mesin mulai dihidupkan. Karim membuka pintu belakang mobil, mengambil peralatan kebersihan seperti lap kanebo. Sesuai tugas pokok sebagai sopir termasuk didalamnya menjaga agar mobil milik perusahaan itu dijaga kebersihannya beserta kilaunya. Sampai suatu saat jika ada lalat yang kebetulan hinggap di bagian kap mobil Pak Babe itu bisa terpeleset.

Waktu sudah mendekati jam 06.30 artinya Karim harus meluncur ke rumah Pak Babe 3 kilometer dari kantor bekerjanya, mobil hitam itu meluncur diantara hiruk pikuk jalanan kota di pagi hari. Sesampainya di depan rumah Pak Babe,
“Selamat Pagi Pak Babe!”
“Silakan Pak, masuk ke mobil”
“Oya Karim, nanti siang kita ke luar kota ya, seperti biasa kamu urus SPJ dan minta uang jalan”
“Untuk berapa hari ya Pak?”
“Dua hari dua malam, nanti kamu tidur di mobil saja”
“Oiya pak, nanti setibanya di kantor saya uruskan ke bagian kasir kegiatan”

Perjalanan sekitar 15 menit menuju ke kantor, setibanya pukul 07.15 anak buah Pak Babe sudah menunggu apel pagi yang segera akan dimulai. Dalam pidatonya Pak Babe mengingatkan bahwa dalam waktu dekat ini kantornya akan kedatangan tamu dari Jakarta untuk melaksanakan standarisasi pekerjaan semua anak buahnya.
“Sebagai bentuk standarisasi pekerjaan yang dilakukan kita sehari-hari maka dalam waktu dekat ini kita akan dinilai baik kekompakan kerja, etos kerja dan disiplin kerja dalam sendi-sendi bidang pekerjaan”
“Untuk itu saya menghimbau agar anak buahku tetap mengerjakan pekerjaan sesuai dengan petunjuk yang sudah ditetapkan”

Dari pojok barisan anak buah Pak Babe, berbagai gurauan muncul melalui mulut paling belakang. Wagino salah satu anak buah yang ditugaskan sebagai tukang anterin cucunya Pak Babe yang suka nyanyi lagu Indonesia Raya disaat kakeknya mimpin apel pagi.
“Wak kok ribet sekali ya, kita sudah kerja masih disuruh hafalan”, ucap Wagino kepada Arlan
“Kok hafalan?”, ujar Arlan kepada Wagino
“Iya betul hafalan tentang tujuan kamu bekerja”
“Ohh...kalau saya tidak masalah mau hafalan tentang itu, yang penting bulanan lancar”
“Ya juga sih, eh denger-denger Pak Babe mau pensiun?”
“Katanya begitu sih tapi belum tahu tentang siapa pengganti Pak Babe, kamu tahu Gino?”
“Apalagi saya yang tidak tahu menahu masalah Pak Babe”

Apel telah selesai Pak Babe menemui Karim,
“Rim ayo berangkat ke luar kota!”
“Sebentar Pak, ini lagi saya proses uang sakunya”
“Belum selesai juga?, harus full ya Rim di backup semuanya termasuk penginapan!”
“Iya pak, ini saya hubungi pihak kasirnya lagi”

Pukul 10.00 tiba waktunya Pak Babe pergi bersama Karim menggunakan mobil hitam milik perusahaan menuju kota sebelah dengan jarak kurang lebih hampir 120 kilometer. Selama dua hari dua malam, Pak Babe tinggal di hotel bersama rekan-rekan perusahaan ternama. Sementara Karim harus menunggu kegiatan Pak Babe di parkiran terlalu suntuk baginya keluar masuk mobil bahkan tidur semalaman harus di mobil.

Perusahaan terlalu tidak terpengaruh atas keberadaan Pak Babe, aktifitas lancar mungkin karena Pak Babe bukan tipikal orang yang terlalu ambil pusing terhadap tingkah laku anak buahnya. Pemasukan perusahaan lancar tidak ada masalah dengan klien adalah kabar syurga bagi Pak Babe meski harus di luar kota.

Di warung kopi deket perusahaan, kaum sudra dari perusahaan bergumul anak buah Pak Babe ngobrolkesana kemari termasuk agenda-agenda bahkan rumor kabar burung sebagai topik hangat di pagi itu. Marto, Lukmi, Supeno dan Carmi memesan nasi campur bikinan Bu Sri istri dari Pak Wendo.
“To..marto, apa bener Pak Babe mau pensiun?” tanya Supeno.
“Iya Pak Peno, bulan maret ini beliau katanya udah pensiun” Jawab Marto
“Owalah berarti bener kabar itu, ya To?”

“Lha kenapa?kok kamu tanya-tanya Pak Babe pensiun?
Mau titip siapa buat kerja di perusahaan?” tanya Marto.
“Eee...lhaa dalah, kok kamu bilang seperti itu?” jawab Supeno
“Iyah niee...bang Peno kok kepo kepada Pak Babe?” tanya Lukmi kepada Supeno.
“Lho lha ini sebagai bentuk perhatian kaum sudra kepada Pak Babe” ujar Supeno.

“Bentuk perhatian gimana Mas Peno?” tanya Carmi sambil mengaduk air teh di gelas.
“Gini lho temen-temen, kamu tahu tidak kalau tiap tanggal 15 itu kita dapat bonusan?”
“Iyaa tahu...”jawab Marto
“Itu Pak Babe sudah minta sebelumnya pada tanggal 12 karena dia sudah butuh juga buat angsuran mobilnya”, jawab Supeno.
“Ah...kamu sok tahu aja Mas Peno?”, tanya Carmi lagi.
“Dikasih tahu kok kamu ngeyel mih?” jawab Pak Supeno agak kesal.

“Lha Mas Peno dapat kabar dari siapa kok begitu?”
“Ya pokoknya ada yang pernah bilang sama saya”, jawab Supeno.
“Lho Bang Peno jangan bilang dulu kalau belum jelas sumbernya”, saran Lukmi
“Ini sumbernya sudah dipercaya Lukmi, tinggal percaya atau tidak sih kalian semua”, jawab Supeno.

“Lantas apa hubungan bonus dengan pensiun itu Pak Peno?”, tanya Marto.
“Ya jelas ada hubungannya, kalau Pak Babe pensiun, penggantinya apa akan sama dengan beliau suka ngasih bonus rutin tiap bulannya? Bisa jadi kalau lagi gak suka dengan anak buah bisa di pending bonus kita”, jawab Supeno.
“Ada benernya juga tuh, alasan Pak Peno”, kata Marto.

Sementara kaum sudra lainnya saling bertatapan menanyakan siapa pengganti kelak Pak Babe.


No comments:

Post a Comment