Karim pagi-pagi
sudah keluar dari rumah jam 05.45 menuju ke kantor membawa motor GL butut.
Sampai di parkiran lalu ganti dengan mobil dinas milik Pak Babe, berplat hijau
nomor cantik lagaknya. Badangembor Karim sudah akrab
disapa oleh satpam penjaga parkiran sebagai sopir ajudan Pak Babe.
“Jemput pak
bos, Rim?”
“Iya pak
satpam, tapi tak panasi dulu mesinnya”.
Kontak mobil
diambilnya dari saku kemudian pintu dibuka, mesin mulai dihidupkan. Karim
membuka pintu belakang mobil, mengambil peralatan kebersihan seperti lap
kanebo. Sesuai tugas pokok sebagai sopir termasuk didalamnya menjaga agar mobil
milik perusahaan itu dijaga kebersihannya beserta kilaunya. Sampai suatu saat
jika ada lalat yang kebetulan hinggap di bagian kap mobil Pak Babe itu bisa
terpeleset.
Waktu sudah
mendekati jam 06.30 artinya Karim harus meluncur ke rumah Pak Babe 3 kilometer
dari kantor bekerjanya, mobil hitam itu meluncur diantara hiruk pikuk jalanan
kota di pagi hari. Sesampainya di depan rumah Pak Babe,
“Selamat Pagi
Pak Babe!”
“Silakan Pak,
masuk ke mobil”
“Oya Karim,
nanti siang kita ke luar kota ya, seperti biasa kamu urus SPJ dan minta uang
jalan”
“Untuk berapa
hari ya Pak?”
“Dua hari dua
malam, nanti kamu tidur di mobil saja”
“Oiya pak,
nanti setibanya di kantor saya uruskan ke bagian kasir kegiatan”
Perjalanan
sekitar 15 menit menuju ke kantor, setibanya pukul 07.15 anak buah Pak Babe
sudah menunggu apel pagi yang segera akan dimulai. Dalam pidatonya Pak Babe
mengingatkan bahwa dalam waktu dekat ini kantornya akan kedatangan tamu dari
Jakarta untuk melaksanakan standarisasi pekerjaan semua anak buahnya.
“Sebagai bentuk
standarisasi pekerjaan yang dilakukan kita sehari-hari maka dalam waktu dekat
ini kita akan dinilai baik kekompakan kerja, etos kerja dan disiplin kerja
dalam sendi-sendi bidang pekerjaan”
“Untuk itu saya
menghimbau agar anak buahku tetap mengerjakan pekerjaan sesuai dengan petunjuk
yang sudah ditetapkan”
Dari pojok
barisan anak buah Pak Babe, berbagai gurauan muncul melalui mulut paling belakang.
Wagino salah satu anak buah yang ditugaskan sebagai tukang anterin cucunya Pak
Babe yang suka nyanyi lagu Indonesia Raya disaat kakeknya mimpin apel pagi.
“Wak kok ribet
sekali ya, kita sudah kerja masih disuruh hafalan”, ucap Wagino kepada Arlan
“Kok hafalan?”,
ujar Arlan kepada Wagino
“Iya betul
hafalan tentang tujuan kamu bekerja”
“Ohh...kalau
saya tidak masalah mau hafalan tentang itu, yang penting bulanan lancar”
“Ya juga sih,
eh denger-denger Pak Babe mau pensiun?”
“Katanya begitu
sih tapi belum tahu tentang siapa pengganti Pak Babe, kamu tahu Gino?”
“Apalagi saya
yang tidak tahu menahu masalah Pak Babe”
Apel telah
selesai Pak Babe menemui Karim,
“Rim ayo
berangkat ke luar kota!”
“Sebentar Pak,
ini lagi saya proses uang sakunya”
“Belum selesai juga?,
harus full ya Rim di backup semuanya termasuk
penginapan!”
“Iya pak, ini
saya hubungi pihak kasirnya lagi”
Pukul 10.00
tiba waktunya Pak Babe pergi bersama Karim menggunakan mobil hitam milik
perusahaan menuju kota sebelah dengan jarak kurang lebih hampir 120 kilometer.
Selama dua hari dua malam, Pak Babe tinggal di hotel bersama rekan-rekan
perusahaan ternama. Sementara Karim harus menunggu kegiatan Pak Babe di
parkiran terlalu suntuk baginya keluar masuk mobil bahkan tidur semalaman harus
di mobil.
Perusahaan
terlalu tidak terpengaruh atas keberadaan Pak Babe, aktifitas lancar mungkin
karena Pak Babe bukan tipikal orang yang terlalu ambil pusing terhadap tingkah
laku anak buahnya. Pemasukan perusahaan lancar tidak ada masalah dengan klien
adalah kabar syurga bagi Pak Babe meski harus di luar kota.
Di warung kopi
deket perusahaan, kaum sudra dari perusahaan bergumul anak buah Pak Babe ngobrolkesana
kemari termasuk agenda-agenda bahkan rumor kabar burung sebagai topik hangat di
pagi itu. Marto, Lukmi, Supeno dan Carmi memesan nasi campur bikinan Bu Sri
istri dari Pak Wendo.
“To..marto, apa
bener Pak Babe mau pensiun?” tanya Supeno.
“Iya Pak Peno,
bulan maret ini beliau katanya udah pensiun” Jawab Marto
“Owalah berarti
bener kabar itu, ya To?”
“Lha kenapa?kok
kamu tanya-tanya Pak Babe pensiun?
Mau titip siapa
buat kerja di perusahaan?” tanya Marto.
“Eee...lhaa
dalah, kok kamu bilang seperti itu?” jawab Supeno
“Iyah
niee...bang Peno kok kepo kepada Pak Babe?” tanya Lukmi kepada Supeno.
“Lho lha ini
sebagai bentuk perhatian kaum sudra kepada Pak Babe” ujar Supeno.
“Bentuk
perhatian gimana Mas Peno?” tanya Carmi sambil mengaduk air teh di gelas.
“Gini lho
temen-temen, kamu tahu tidak kalau tiap tanggal 15 itu kita dapat bonusan?”
“Iyaa
tahu...”jawab Marto
“Itu Pak Babe
sudah minta sebelumnya pada tanggal 12 karena dia sudah butuh juga buat
angsuran mobilnya”, jawab Supeno.
“Ah...kamu sok
tahu aja Mas Peno?”, tanya Carmi lagi.
“Dikasih tahu
kok kamu ngeyel mih?” jawab Pak Supeno agak kesal.
“Lha Mas Peno dapat
kabar dari siapa kok begitu?”
“Ya pokoknya
ada yang pernah bilang sama saya”, jawab Supeno.
“Lho Bang Peno
jangan bilang dulu kalau belum jelas sumbernya”, saran Lukmi
“Ini sumbernya
sudah dipercaya Lukmi, tinggal percaya atau tidak sih kalian semua”, jawab
Supeno.
“Lantas apa
hubungan bonus dengan pensiun itu Pak Peno?”, tanya Marto.
“Ya jelas ada
hubungannya, kalau Pak Babe pensiun, penggantinya apa akan sama dengan beliau
suka ngasih bonus rutin tiap bulannya? Bisa jadi kalau lagi gak suka dengan anak
buah bisa di pending bonus kita”, jawab Supeno.
“Ada benernya
juga tuh, alasan Pak Peno”, kata Marto.
Sementara kaum
sudra lainnya saling bertatapan menanyakan siapa pengganti kelak Pak Babe.
No comments:
Post a Comment