Saturday 14 September 2019

Mengkritik Diri Sendiri


Petang tadi, Lek Karyo tengah asyik main gaple di pos kamling. Tak merasa rikuh atau menggubris atas gesekan suara sandal menuju tempat ibadah. Lek Karyo masih mikir kartu yang akan sodorkan ke lawan main agar nasib menang selalu ada di tangan.

Sesekali Lek Karyo tertawa terkekeh-kekeh merayakan kemenangannya. Pemandangan batang rokok pun masih terselip di antara gigi paling samping berserta kepulan asap hingga rambut sebahu Lek Karyo turut tak terlihat warnanya.
Tak pelak ada suara-suara sumbang di antara orang-orang yang sedang berjalan. Menyayangkan atas tindakan Lek Karyo. Pembenaran itu ternyata menjadi buah bibir masyarakat setempat hingga sehabis ibadah tema itu lagi-lagi dihidangkan.

Memang benar yang namanya kerabat iblis, setan atau sejenisnya itu sudah kadang bersemayam dari hati terkecilnya manusia. Bahkan seseorang yang tengah berbuat baikpun tak luput dari godaan makhluk terkutuk dari sedia kala.
Dasar Lek Karyo bukan orang biasa, dia mengerti dan paham betul orang yang barusan membicarakan dirinya. Sampai saat setelah ibadah itu selesai. Lek Karyo malah berpindah dari pos kamling kemudian dia berjalan hingga memilih "ndlongsor" tidur di tengah jalan.

Memang aneh tingkah laku Lek Karyo. Tak lazim seperti orang biasanya. Lalu, Kang Drakim menghampirinya,
"Lek Karyo, sebenarnya mau sampeyan itu apa?hentikan tingkah kegilaaanmu ini, tidak sopan di hadapan jamaah!"
"Kalau kamu menganggap aku gila dan kamu menganggap dirimu lebih baik alangkah sombongnya dirimu yang hanya telah melakukan ibadah sejenak"
"Siapa yang sombong, Lek Karyo?aku mengingatkan baik-baik"

"Tapi aku tidak melihat sifat welas asih mu yang murni setelah kamu melakukan ibadah"
"Ohh lantas...bagaimana Lek Karyo?maksud sampeyan bagaimana?"
"Hahaa.....kembali Lek Karyo terkekeh, aku ini memang sedang mencoba memberikan ujian kesabaran kepada sampeyan semuanya. Aku mengerti bisa melihat siapa saja yang tadi sengaja membicarakan aibku. Meski Aku tak mendengar. Aku bisa membaca raut muka yang kembali tidak cerah. Raut muka yang tidak suci ketika melihat orang lain yang sebenarnya ujian kesabaran baginya".
Kang Drakim diam sejenak. Kemudian membungkukan badannya ke arah Lek Karyo.

"Saya minta maaf Lek Karyo, ternyata saya baru mengerti bahwa hati saya masih terlalu kotor untuk menilai seseorang. Bisa jadi sampeyan ini memang dihadirkan agar saya ini tidaklah menjadi orang yang sombong, merasa baik dan lupa diri".
"Kang Drakim....Kang Drakim....aku ini orang kotor, masa sampeyan ini minta maaf?"
"Akhh engga begitu Lek Karyo, saya malah berterima kasih atas nasihat yang selama ini tidak saya terima dari orang biasanya. Nasihat ini begitu dalam langsung menyadarkan saya"
Malam semakin bergulir Kang Drakim dan Lek Karyo pulang bersama.

No comments:

Post a Comment