Sunday 4 February 2018

Tisu Gulung

Meski tak sedekat dengan pembalut, untuk mengenal tisu bagi saya sangatlah mudah. Hampir setiap hari saya menyobek 1 helai dari gulungan tisu. Makanya terasa lebih gayeng "glendengi" siapa tahu ada keanehan terselubung terhadap benda satu ini, "Apa iya...sih?"

Orang berkacamata kalau lupa bawa "kanebo" dari tukang kacamata, sudah kelar hidupnya. Pandangannya menjadi keder parsial. Di acara resepsi, melihat irisan brownies coklat dikira empal daging, pas dimakan dagingnya berasa manis. Itu saja tetep ngeyel yakin itu daging sapi. Sedang kemudian masih lupa kalau kacamatanya masih belepotan noda jari tangan dan juga terkena cipratan air hujan. Di sini peran tisu begitu vital sebagai pengganti pembersih kacamata.

Alhasil, untuk mengilhami kebiasaan pelupa, paling tidak saya harus membawa satu lembar tisu di kantong. Meski terkadang saking banyaknya aktifitas, tisu ini akan berubah bentuk menjadi "kuwelan". Jika diizinkan keadaan ini berlanjut, tisu akan sama-sama ikut masuk dalam pencucian, lalu ambyar semua. Bisa diakui kredibilitas tisu sangat diprioritaskan bagi orang berkacamata. Kemesraan tisu dengan kacamata seperti hubungan rokok dan korek api.

Pemandangan formal lain disaat masuk ke toliet. Tisu gulung ini biasanya ditaruh di samping berdekatan dengan kloset. Ibaratnya hewan, dia hidup sesuai habitat yang ditentukan yaitu tisu toilet. Semua orang "fair" lahirnya jenis tisu ini diperuntukan agar irit air dan sekelumit alasan lainnya.

"Agaknya ada sebagian orang yang masih memilih membersihkan kotoran menggunakan tisu atau digunakan sekedar "finishing" menghilangkan air setelah bercebok ria?, wah mberuh!" itu semua urusan celana dalamnya masing-masing.

Pabrik plastik pecah belah pun turut melirik kebiasaan masyarakat kita. Ketika tisu gulung harus terbuka di meja makan tanpa ada wadah. Ini sebagai momentum bagus membuat "prototype" tempat tisu gulung. Fakta ini menyeruat diikuti adanya respon bagus masyarakat yang ditandai adanya tenda-tenda makan di pinggir jalan lebih banyak menyediakan tisu gulung dibandingkan dengan tisu makan.

Jumlah kebutuhan tisu gulung di meja makan ternyata lebih banyak dibandingkan di toilet. Kita hitung saja, misalnya di rumah makan ada 10 meja makan dan 2 toilet. Bisa diprediksi tisu mana yang cepat habis duluan? jika dalam satu meja ada 5 orang yang makan ayam goreng lalapan setelah makan harus mengambil tisu gulung untuk membersihkan mulutnya. Dari 5 orang tersebut tidak semuanya membutuhkan tisu gulung di toilet karena masih ada air.

Dari realita keadaan tersebut ada beberapa perusahaan tisu enggan melabeli tisu gulung dengan tisu toilet. Mereka mengejar target pangsa pasar lebih-lebih kalau masih kebingungan mereka melabelinya dengan tisu serbaguna. Keanehan terselubung ini bentuknya seperti tisu toilet namun bisa bertransformasi pula kedudukanya bisa berada di meja makan. 

Keadaan itu akan ditampik dengan nada ndagelan, "Masyarakat Indonesia itu sangat fleksibel, semuanya itu kembali pada kepentingannya yaitu sama-sama membersihkan, yang pentingkan tisu itu bersih, lupakan isi di toilet", kelar sudah.


No comments:

Post a Comment