Thursday 15 February 2018

Terlalu Cepat, Dhit!

Keadaan malam ini di Pekalongan dan sekitarnya gerimis. Meskipun begitu aku tetap menjalankan sesuai jadwal aktifitasku. Hari ini Kamis, 16 Febuari 2018 adalah jaga dinas malamku untuk ke-dua kalinya. Dalam satu minggu jumlah jatah dinas malam sebanyak maksimal dua kali. Dinas malam ini adalah yang terakhir dan besok adalah hari libur.

Mata ini harus selalu dapat dikompromikan selama 10 jam ke depan. Oleh karena itu, bekal nasi kucing ini bisa untuk mengganjal rasa laparku. Aku beranjak dari tempat parkir motor kemudian turun tangga yang kebetulan ruang kerjaku berada di lantai dasar dalam sebuah gedung bertingkat.

Suasana gerimis diluar kantor masih terasa. Efeknya hawa dingin pun aku rasakan meski tubuh ini telah memakai jaket agak tebal. Setelah langkah ini memasuki ruang kerja, tas dan jaket  kemudian aku taruh di loker yang tersedia. Beberapa tugas pekerjaan berdatangan, satu-persatu alhamdulillah dapat diselesaikan.

Jam di layar hapeku menunjukkan pukul 00.18 WIB artinya waktu ini sudah berbeda tanggal. Semakin malam ruang  kerjaku semakin hening. Hanya terdengar suara hentakan detik jam dinding memutar tiada habisnya. Keheningan itu tiba-tiba memecah ketika jam 02.18 suara dering di hapeku tiba-tiba berbunyi. Nama dalam layar itu tertulis, Pak Mugi yang tak lain adalah ayahnya Adhitya. Sebelum aku buka percakapan, pikiranku mulai berkecamuk. “Jangan-jangan Pak Mugi mau pesan ruang rawat inap. Tapi sudahlah diangkat”, pertanyaan itu terus mendesakku.

Beberapa detik setelah nada buka panggilan itu aktif, terdengar suara Pak Mugi masih dalam kedaaan menangis.
 “Mas Syukron...ini Pak Mugi Papanya Dhyta”.
“Oh iya Pak Mugi”,
“Mas...Dhyta meninggal dunia mas...” suaranya semakin lirih menahan tangisnya.
“Dhyta siapa Pak?”, tanyaku semakin jelas.
“Dhyta...Adhitya anak saya, meninggal barusan”,
“Innalillahi wa inna ilaihi rojiun...Lho meninggal kenapa pak?”
“Barusan karena serangan jantung, mohon teman-temannya dikabari ya”
“Oh iya pak nanti saya kabari”, aku mencoba tenang tapi dada ini  terasa sulit bernafas.
“Ya sudah mas, Assalamualaikum”
“Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh”
Ya Allah...begitu cepat Engkau memanggil sahabat baikku. Belum lama ini kita masih ngobrol dan kamu masih dalam keadaan sehat. Sepertinya tidak pernah terdengar keluhan apapun terhadap kesehatanmu.
“Dhit...Kok lungamu cepet temen...Aku durung sempat mbales kebaikanmu...”
"Dhit...Kita semua sayang kamu"
***
"Ya...Allah mugi Khusnul Khotimah...", sembari ngetik tangis ini terus bergejolak kehilangaanmu, Dhit!.

Inna lillahii wa inna ilaihi rojiun.


No comments:

Post a Comment