Wednesday 28 February 2018

Permainan Tradisional Yang Semakin Punah

Perubahan tatanan sosial masyarakat mengalami pergeseran dari mulai masa anak-anak. Dulu sekitar tahun 90 an mainan anak masih berkutat pada pola permainan fisik benda seperti kelereng, kasti, mobil-mobilan dan lain sebagainya. Permainan tradisional seperti bentik, seketeng, dampu, apollo, jag-jag bruk masih memperhitungkan sisi jiwa seserawungan antar anak-anak.

Dunia anak-anak hanyalah bersenang-senang, namun kalau diperhatikan dari sisi kegiatan sosialnya mereka secara perlahan belajar berkomunikasi serta berinteraksi kepada teman-temannya. Jiwa berkerjasama mereka pun turut diolah maka respon tanggap terhadap aksi yang diperoleh teman melalui nuansa permainan sedikit-demi sedkit mereka pelajari. Semisal apabila dalam permainan itu ada salah satu temannya yang kakinya tersandung sehingga menimbulkan luka. Seketika itu maka akan mengucap kata mbelet yang artinya saya istirahat sebentar. Biasanya teman sepermainnya juga akan menghentikan sejenak permainannya. Salah satu diantaranya akan memapah menolong sejenak paling tidak membantunya duduk sebentar. Di sana anak-anak terdidik secara alamiah ada pelajaran empati  dalam sebuah tim permainan.

Keadaan sosial anak-anak perlahan mulai berubah. Semenjak adanya permainan play station (PS) bahkan ada yang sengaja membuka usaha penyewaan permainan tersebut dalam bentuk durasi waktu yang ditarifkan. Sekitar tahun 1998 di Pekalongan sendiri awal adanya rental PS tarif permainan satu jamnya sebesar 2 ribu rupiah. Ternyata perkembangan pabrikan SONY tersebut mengalami upgrade ke play station 2 yang secara visualisasi citra dari permainan ini lebih nyata. Maka tarifnya pun berganti pula dari 2 ribu rupiah menjadi 3 ribu rupiah. Tak jarang ada oknum pelajar yang juga memanfaatkan jam sekolahnya untuk mengunjungi rental PS ini sebagai aktifitas mbolosnya.

Menginjak tahun 2005 pangsa pertelekomunikasian khususnya di market ponsel juga turut menyematkan aplikasi permainan melalui sistem Symbian. Meski tidak secara langsung anak-anak membutuhkan perangkat ponsel, acapkali ketika ponsel milik sang ayah ketika tidak digunakan. menjadi incaran anak-anak. Alasan pertama kali meminjam ponsel karena sebelumnya telah mengetahui terdapat aplikasi permainan di ponsel tersebut.  Meski tujuannya permainan itu dikhususkan sebagai penghilang penat para pemegang ponsel, malah sekarang tidak hanya itu anak-anaknya pun turut serta menikmatinya.  Akibatnya mata anak-anak sudah tidak asing lagi melihat layar elekronik yang tadinya berjarak 2 meter melalui televisi sekarang lebih dekat lagi 30 cm langsung bertatap muka melalui layar ponsel.

Menginjak tahun 2008 dunia pertelekomunikasian telah merilis sistem dengan sebutan Android dikembangkan secara berkelanjutan oleh Google dan Open Handset Alliance (OHA). Perkembangan aplikasi permainan lebih banyak variannya. Hal ini berbanding lurus dengan versi Android yakni Cupcake (1.5), Donut (1.6), Eclair (2.0–2.1), Froyo (2.2–2.2.3), Gingerbread (2.3–2.3.7), Honeycomb (3.0–3.2.6), Ice Cream Sandwich (4.0–4.0.4), Jelly Bean (4.1–4.3) dan sebagainya. Namun, arus perkembangan permainan digital tersebut tidak diimbangi tentang pemahaman orang dewasa terhadap dampak kesehatan, mental serta komunikasi serta interaksi sosial bagi anak-anak. Karena itu, tidak bisa memungkiri era digital tersebut ternyata membuat orang dewasa lebih suka berjam-jam di depan layar ponsel smartphone dibanding membuka lembaran-lebaran kertas sebagai jendela dunia yang menimbulkan aroma khas dibanding dengan versi e-book-nya. 

foto :google


No comments:

Post a Comment