Wednesday 14 February 2018

Pecut

Dari wacana Pilkaret, Pilkades, Pilkada dan pil-pil lainnya, istilah pecut manyeruak di kampung saya. Obrolan ringan di warung-warung desa seorang pecut terus membuka tabir cara berbagi isu yang bisa mendongkrak popularitas bagi jagonya.

Misalnya ada orang yang sudah memilih A sebagai jagonya, sudah pasti tidak mengenal jalan visi misi "ngalor-ngidul", bahkan ketemu saja hanya sebentar. Apesnya bakal calon yang konon sebagai pemimpin itu didapat dari "ngrungu-ngrungu" berita hangat laris bak kacang rebus. Bergeraknya pecut ini secara masif bergerilya, membelokkan dari berbagai sudut pandang, mereka akan mengetahui karakteristik dari mangsa cukup lihay dari seorang blantik sapi perah.

"Nek jareku, pasangan pilihanmu mbah, kuwi di dhelok dhisek. Njenengan durung tenanan reti tho, sesuk nek dadi meh aweh opo ngge kampunge dhewe?"
Gertakan "di dhelok dhisek", oleh sang pecut itu bisa membuat mbah yang giginya tinggal dua itu bernafas panjang mukanya mlotrok, lalu kebingungan.

Lebih nyentrik serta bergaya intelektual lalu pecut memberikan iming-iming bernada dasar C hingga ke nada tinggi F. Nada tersebut terus bersautan dari jalan beraspal, beras raskin, kesejahteraan guru-guru TPQ dan segala macam kontrak politik, cukup membuat mbah yang matanya katarak itu diam seribu bahasa.

"Wes, ora usah bingung Mbah, manuto pilihanku, kih lho..jagoku si B tenang, beres-beres jaminane dhalan iki alus karo pos kampling kae mengko ono TV LCD, tenan kuwi!", tegas pecut.
Dari luar warung itu ada remaja tanggung seumuran SMA itu tertawa cekikian, "Dhapuramu...cut,...cut! wong tuwo di ghataki, bhelgedhes".

foto:google




No comments:

Post a Comment