“Sepurane
Lhur, sedelok maneh aku meh macul. Tak izin balik sek yo. Mengko gampang
dilanjut maneh ngobrol ngalor-ngidule ning liyo dino!”,
kurang lebih ucapan seperti itu yang sering aku dengar dari beberapa temanku.
Dalam Bahasa Jawa macul mempunyai arti
mencangkul. Berasal dari kata benda pacul sedangkan aktifitasnya disebut macul..
Beralih pada kehidupan sosial ternyata ada yang menggunakan istilah macul
sebagai istilah aktivitas bekerja.
Penggunaan istilah macul
jika dimaknai dalam kehidupan
sehari-hari, “Macul kok dilakukan sampai dini hari bahkan sampai pagi?” maka akan
melampaui batas sebagaimana lazimnya. Ini bukan makna mencangkul sebenarnya. Adalah bahasa
komunikasi lisan agar ranah kerjanya seorang petani itu bisa merasuk dalam
kehidupannya. Alasan yang bisa melatarbelakangi itu semua karena pekerjaan
seperti petani sangatlah mulia. Kalau pada umumnya macul-nya petani di sawah
pagi pagi hari jika memang analogi bekerja seseorang sampai malam hari sudah
barang tentu ini tidak bisa setiap orang bisa melakoninya.
Menurut wejangan Sunan Kalijogo
kegiatan macul mempunyai filosofi yang berarti ngipatakae barang kang muncul. Secara sederhana kegiatan macul
ini awalnya menghilangkan bagian yang tidak rata (bergelombang). Dari
salah satu fungsinya itu dahulu masyarakat Jawa memberi pesan agar tabiat
manusia itu senantiasa menghilangkan sifat-sifat yang tidak rata sebagaimana
jalurnya manusia untuk selalu berbuat baik. Sifat serakah, sombong, iri hati, menang
sendiri, congkak dan sebagainya adalah sifat ketidakrataan manusia seiring akal
dan pikirannya berkembang. Makna macul juga sebagai wejangan hidup
yang sudah tertanam, menghilangkan sesuatu yang bisa mencelakakan manusia mulai dari
cara mencari penghidupan salah satunya ketika bekerja.
Merambah pada bagian-bagian pacul yang
dibagi menjadi 3 bagian istilah yaitu doran, bawak dan langkir. Pegangan pacul berbahan
kayu bentuknya memanjang disebut dengan doran. Sebutan doran berasal dari kata dongo marang Pangeran. Fungsi doran
sebagai pegangan pacul tak luput dari pesan filosofi agar manusia senantiasa
berdoa kepada Allah SWT yang selalu menjadi petunjuk hidup.
Pada bagian pangkal pacul terdapat bawak
berupa lubang tempat masuknya pegangan pacul. Juga sebagai tumpuhan beban ketika
pacul itu diayunkan yang berarti obahing
awak. Pada pencapaian manusia menjalankan semua aspek kehidupannya harusnya
untuk selalu berusaha. Aspek geraknya manusia merupakan cara yang berasal dari
akal manusia yang implementasikan dalam laku ataupun perbuatan yang tidak
melanggar jalur kodratnya sebagaimana pengabdian sebagai makhluk Allah SWT. Bekerja
sebagaimana cara manusia menjemput rezeki yang berasal dari pola akal kreatifnya manusia yang tidak
berseberangan dengan rasa patuhnya kepada Allah SWT.
Pada bagian paling bawah cangkul
terbuat dari logam besi tajam atau yang disebut dengan langkir yang berarti ladheping pikir. Oleh karena manusia
dibekali akal serta pikirannya yang seharusnya bisa digali kemampuannya melalui
sosial kemasyarakatan ataupun sosial keilmuan. Betapa manusia dibebaskan oleh
Allah SWT mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Tidak pula harus menuntut manusia berpendidikan tinggi yang
mempunyai atmosfir birokrasi pendidikan yang mengharuskan mengeluarkan biaya
yang tidaklah murah. Ternyata banyak ilmu yang diperoleh dari akibat interaksi
sosialnya manusia yang disebut dengan pengalaman. Gambaran tersebut sebagai
upaya agar manusia tidak luput dari tugasnya melihat dari kiri dan kanannya
menelaah jarak masa lalu dan masa yang akan datang agar manusia berfikir lebih
jeli dan teliti akan perubahan zaman.
Dari beberapa filsofi tersebut dapat
disimpulkan bahwasanya manusia itu pada prinsipnya untuk selalu macul
membenahi segala macam sifat negatifnya. Atas petunjuk Allah SWT manusia
senantiasa memegang teguh jalan kebenaran Allah SWT. Melalui usaha atau langkah
kongkret yang bisa dilakukan manusia. Selain itu kemampuan manusia untuk
berpikir sangatlah perlu digali sebagai landasan atas usahanya lagar lebih
baik. Pesan yang filosofi jawa melalui pacul ini sungguh sangat dalam maknanya.
Masyarakat jawa pun pada umumnya membawa pacul ini di pundaknya ketika
berjalan. Bukannya sangat bisa ketika membawa pacul ini bisa ditenteng ternyata
tidak demikian. Bisa jadi karena bagi mereka pacul merupakan pesan yang sakral
tidak boleh begitu saja disepelekan. Tidak hanya seorang petani profesi lain juga turut memikul filosofi tentang
pacul ini.
No comments:
Post a Comment