Kebiasaan memilih sudah saya
alami semenjak pendidikan dasar. Ada proses pemilahan di antara beberapa
jawaban yang tersedia. Dari pemaparan tersebut siswa diberikan kewenangan
memilih jawaban yang dianggapnya benar.
Pilihan ganda menjadi makanan
yang disajikan disaat ulangan catur wulan saat itu. Memang pilihan ganda
membuat siswa merasa terbantu menemukan jawaban. Dari yang semula tahu semakin
yakin. Dari yang lupa menjadi ingat karena memang sudah tersedia jawaban yang
benar. Begitu pula yang tidak tahu jawaban dari soal yang disajikan. Meskipun
telah tersedia jawaban yang benar, tetap kurang yakin bahkan salah dalam
memilih jawabannya. Lika-liku pilihan ganda memerlukan persiapan belajar
padahal tugas utamanya hanya sekedar memilih jawaban.
Pola pengecualian dari seluruh
soal juga diberikan. Biasanya mempunyai kapasitas jumlahnya lebih kecil.
Umpanyanya apabila jumlah soal pilihan gandannya 30 soal, pola pengecualian hanya
5% atau sekitar 6 soal. Pola ini umumnya pola identifikasi masalah. Dari hasil
pemaparan identifikasi adalah jawaban tinggal para siswa memilih pengecualian
dari beberapa jawaban yang benar.
Kebiasaan memilih jawaban yang
benar semakin berlanjut ke tingkat pendidikan selanjutnya. Sebagai masyarakat
awam saya mengamati kecenderungan bentuk soal pilihan ganda menjadi tradisi
pendidik kepada para kaum terdidik. Dari seorang manajer kepada karyawan dan
sebagainya.
Ada dampak kehidupan sosial
ketika para kaum terdidik terjun di lingkungan masyarakat. Pola memilih sesuatu
benar terhadap masalah, menjadi tolok ukur pilihan jawaban yang dianggapnya
telah sesuai dengan jawaban kebenaran. Terlebih apabila kaum terdidik tersebut
berkumpul dengan rekan kaum pendidik yang memberikan keputusan yang berhubungan
dengan kegiatan masyarakat. Sedang hubungan pendekatan emosi, religi, tradisi
serta geografi dan aspek lain tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan.
Akhirnya kreatifitas memberikan
alternatif jalan keluar dari permasalahan masyarakat menjadi mandek, buntu dan
melahirkan babak masalah baru.
Ah, sepertinya soal pola pilihan
ganda harus ada batasan. Perberlakuan itu khususnya bagi mereka yang disiapkan
menjadi seorang penjawab masalah-masalah bangsa dengan kreatifitasnya sebagai
makhluk Pancasila.
No comments:
Post a Comment