Perubahan tatanan sosial masyarakat
mengalami pergeseran dari mulai masa anak-anak. Dulu sekitar tahun 90 an mainan
anak masih berkutat pada pola permainan fisik benda seperti kelereng, kasti,
mobil-mobilan dan lain sebagainya. Permainan tradisional seperti bentik, seketeng, dampu, apollo, jag-jag
bruk masih memperhitungkan sisi jiwa seserawungan
antar anak-anak.
Dunia anak-anak hanyalah
bersenang-senang, namun kalau diperhatikan dari sisi kegiatan sosialnya mereka
secara perlahan belajar berkomunikasi serta berinteraksi kepada teman-temannya.
Jiwa berkerjasama mereka pun turut diolah maka respon tanggap terhadap aksi
yang diperoleh teman melalui nuansa permainan sedikit-demi sedkit mereka
pelajari. Semisal apabila dalam permainan itu ada salah satu temannya yang
kakinya tersandung sehingga menimbulkan luka. Seketika itu maka akan mengucap
kata mbelet yang artinya saya
istirahat sebentar. Biasanya teman sepermainnya juga akan menghentikan sejenak
permainannya. Salah satu diantaranya akan memapah menolong sejenak paling tidak
membantunya duduk sebentar. Di sana anak-anak terdidik secara alamiah ada
pelajaran empati dalam sebuah tim
permainan.
Keadaan sosial anak-anak perlahan
mulai berubah. Semenjak adanya permainan play
station (PS) bahkan ada yang sengaja membuka usaha penyewaan permainan
tersebut dalam bentuk durasi waktu yang ditarifkan. Sekitar tahun 1998 di
Pekalongan sendiri awal adanya rental PS tarif
permainan satu jamnya sebesar 2 ribu rupiah. Ternyata perkembangan pabrikan
SONY tersebut mengalami upgrade ke play station 2 yang secara visualisasi
citra dari permainan ini lebih nyata. Maka tarifnya pun berganti pula dari 2
ribu rupiah menjadi 3 ribu rupiah. Tak jarang ada oknum pelajar yang juga
memanfaatkan jam sekolahnya untuk mengunjungi rental PS ini sebagai aktifitas mbolosnya.
Menginjak tahun 2005 pangsa pertelekomunikasian
khususnya di market ponsel juga turut menyematkan aplikasi permainan melalui
sistem Symbian. Meski tidak secara
langsung anak-anak membutuhkan perangkat ponsel, acapkali ketika ponsel milik
sang ayah ketika tidak digunakan. menjadi incaran anak-anak. Alasan pertama
kali meminjam ponsel karena sebelumnya telah mengetahui terdapat aplikasi
permainan di ponsel tersebut. Meski
tujuannya permainan itu dikhususkan sebagai penghilang penat para pemegang
ponsel, malah sekarang tidak hanya itu anak-anaknya pun turut serta menikmatinya. Akibatnya mata anak-anak sudah tidak asing
lagi melihat layar elekronik yang tadinya berjarak 2 meter melalui televisi
sekarang lebih dekat lagi 30 cm langsung bertatap muka melalui layar ponsel.
Menginjak tahun 2008 dunia pertelekomunikasian
telah merilis sistem dengan sebutan Android dikembangkan secara berkelanjutan
oleh Google dan
Open Handset Alliance (OHA). Perkembangan
aplikasi permainan lebih banyak variannya. Hal ini berbanding lurus dengan versi
Android yakni Cupcake (1.5), Donut (1.6), Eclair (2.0–2.1), Froyo (2.2–2.2.3),
Gingerbread (2.3–2.3.7), Honeycomb (3.0–3.2.6), Ice Cream Sandwich (4.0–4.0.4),
Jelly Bean (4.1–4.3) dan sebagainya. Namun, arus perkembangan permainan digital
tersebut tidak diimbangi tentang pemahaman orang dewasa terhadap dampak kesehatan,
mental serta komunikasi serta interaksi sosial bagi anak-anak. Karena itu, tidak
bisa memungkiri era digital tersebut ternyata membuat orang dewasa lebih suka
berjam-jam di depan layar ponsel smartphone
dibanding membuka lembaran-lebaran kertas sebagai jendela dunia yang
menimbulkan aroma khas dibanding dengan versi e-book-nya.
foto :google
No comments:
Post a Comment