Wednesday, 28 February 2018

Soto Sop

Selain batik, Pekalongan menyuguhkan makanan sejuta umatnya yaitu nasi megono. Kalau kebetulan ada tamu dari luar kota saya selalu memaksa agar pernah mencoba makanan berbahan dasar nangka muda ini. Saya sering "ngangsu kawruh" apa saja dari daerah lain. Obrolan ringan dari mulai keadaan geografis, kebiasan masyarakat hingga muaranya pasti berujung pada makanan.

Saya bukan pecinta kuliner, minimal tahu aja sudah cukup. Kalau diizinkan bertemu antara rasa penasaran dengan keadaan sebenarnya, dosis rasa syukur terus saya tambahi. "Ooo...ngene iki pok? ternyata rasane ngene....Alhamdulillah!", dan itu jarang terjadi.

Lidah memang engga saya manjakan. Lha, wong sebenarnya perut itu pun, tidak punya mata. Kebutuhan perut hanyalah terisi makanan agar tidak kelaparan. Masalah bentuk dan rasa hanya terjadi proses di mata, otak dan mulut manusia.

Ada seorang mahasiswa Kupang NTT yang hobi makan soto dan sop. Pertama kalinya memakan nasi megono. Minggu siang itu setelah kesanan kemari mencari warung makan, ketemulah warung nasi megono. Obrolan berlanjut dan mahasiswa itu masih duduk menunggu ibu penjual nasi.

"Ketika sudah ada di Pekalongan, secara perlahan kamu harus bisa menyesuaikan kebiasaan orang sini melalui nasi megono." saranku kepada mahasiswa itu. Dia hanya mengangguk, "Oh...tidak masalah yang penting cocok dengan keuangan saya." jawabnya. Sesekali ia membayangkan bentuk olahan nangka muda yang sebelumnya saya ceritakan. Keadaan tersebut bisa sebagai saran untuk sekedar menghemat sebagai anak kos. Ya, megono lebih murah dibanding dengan soto dan sop.

No comments:

Post a Comment