Wednesday, 28 February 2018

Silaunya Dunia

Ungkapan bahasa Jawa Silune dunyo kebak ing perkoro dalam bahasa Indonesia bisa berarti silaunya dunia terdapat banyak masalah. Boleh jadi menurut saya kata silau ini mengandung makna berupa kemegahan, iming-iming atau gemerlap tatanan kehidupan yang sudah merambah begitu cepatnya. Meski hanya sebatas pendekatan empiris, Sampeyan tidak perlu mengernyitkan dahi yang berujung beda pendapat karena dari pendekatannya saja hanya sebuah rasan-rasan belaka.

Sampeyan bisa mengamati sendiri keadaan kanan kiri tetangga Sampeyan. Saya pun tidak akan memberikan justifikasi seperti apa keadaan perekonomian Sampeyan saat ini ataupun hari esok. Dapur ngebul bukan hanya pertanda hari itu bisa makan, namun lebih persisnya dari mana beras itu dapat diperoleh sesuai dengan kapasitas terbaik oleh Tuhan. Semoga capaian itu bisa sama sisi dan sebangun dari harapan Tuhan menghidupkan kita di dunia sebagai mahluk yang terus memperbaiki kehidupannya.

Kalaupun tidak ada laba untuk hari ini paling tidak uang kembali modal bisa dipakai sementara untuk membeli beras secukupnya atau beberapa bahan makanan seperti tempe dan tahu.  Kiranya itu jika dianggap rezeki terbaik maka nikmati dan harus bisa tersenyum lega hari ini. Rasa lelah berkerja pun terjadi karena pada dasarnya Tuhan menciptakan manusia ada batasannya. Tidak selamanya badan itu sehat, maka setiap manusia butuh beristirahat. Minimal masih ada sanak saudara atau bahkan tetangga yang dimintai tolong meminjam beberapa lembar uang pecahan sekedar melanjutkan perjalanan hidup tiga hari ke depan. Mungkin diantara saya dan Sampeyan pernah mengalami hal yang sama pada waktu tertentu keadaan keuangan menipis berharap kepada manusia tidak satu pun yang berhasil disitulah Tuhan sedang berdialog langsung kepada diri kita kemanakah langkah selanjutnya selain tertunduk malu meminta pertolongan-Nya.

Ada diantara manusia memang dibekali dengan berbagai kemuliaan harta yang melimpah. Pengklaiman itu juga datang dari sesamanya manusia bahkan sampai 7 turunan itu tidak akan pernah habis. Namun sejatinya sifat dari sebuah barang, kebahagiaan itu bisa hilang begitu cepat. Yang membuat barang itu bahagia adalah dari kebahagiaan hati yang merasakannya. Sangat manusiawi ketika sedang mengalami kesusahan sedang diantaranya melihat seseorang yang sedang bersenda gurau menikmati segala kemewahan. Dari situlah manusia yang sedang diuji dengan berbagai kesulitan maka akan berandai andai. Coba kalau kaya semuanya tidak akan seperti sekarang. Coba kalau bisa mempunyai segala kemudahan akses pekerjaan semuanya bisa mudah dan seterusnya. Segala kenikmatan yang diahdirkan sebagaimana layaknya cahaya yang menyilaukan mata. Terus memancar sehingga menjadi pusat perhatian manusia. Apabila hati tidak dibekali rasa sumeleh pasrah kepada Sang Khalik semuanya itu akan benar-benar silau dan mata ini tak kuat menahannya padahal jalan singkat ini dipergunakan bekal kembali pulang.

No comments:

Post a Comment