“Gaes...
Kita jalan-jalan ke masa lalu, Yuk!”
“Apa ya yang akan dibahas, sepertinya
paling gampang yaitu tentang handphone. Yap,
tentang hp.”
Di era millenial ini alat komunikasi
berupa hp sudah tidak yang bisa dienyahkan keberadaannya.
“Kok bisa ya?”
Simpelnya kalau mau pergi kemudian hp
belum ada di kantong, pilihan terbaik masih memilih untuk putar balik mengambil hp kembali. Mungkin saja alasan
perginya tidaklah sebentar. Sisi ketergatungan itu merujuk pada kepentingan
berkomunikasi dengan orang lain yang juga mempunyai perangkat sama.
“Lantas, sejak kapan sih kita mulai menggunakan hp?”
Kalau jawabanku sih, ketika semua sistem perangkat pertelekomunikasian sudah mapan
dalam berbagai aspek. “Jiah, tambah
mubeng Lhur, dyarrr!”
Paket perdana yang sekarang dijual
hanya 2 ribu rupiah jangan serta merta Sampeyan
kepenak, gonta-ganti nomor hp.
Kalau Sampeyan ingat tentang awal
pertama kali munculnya kartu perdana di Pekalogan. Sekitar tahun 2000, harganya
dibanderol sekitar 500 ribu rupiah, gaes!.
Bentuknya sih, memang eksklusif.
Paket starterpack dari sisi wadah
kartu perdana berupa mika plastik mirip tempat tool set elektronik. Sangat elegan, serta berbagai informasi
disajikan secara lengkap. Bahkan kalau perdana itu dikeluarkan di musim mudik
lebaran, ada bonusnya, tuh! yaitu
peta jalur mudik dilengkapi berbagai informasi rest area, restoran, bengkel
mobil dan lainnya meskipun hanya pulau Jawa saja. Bagi sebagian orang bentuk
paket kartu perdana tersebut adalah barang mahal. Ini menjadi salah satu alasan
hp hanya digunakan kalangan yang mempunyai kocek
lebih, pantas lah perdananya saja sudah 500 ribu apalagi unit hpnya bisa
dibayangkan engga harganya? Hhmm...Penyedia jasa layanan pertelekomunikasian
(operator seluler) pada awalnya hanya beberapa saja itu pun konon juga sahamnya ada yang masih berplat merah.
Agar sinyal itu hadir di kecamatan A misalnya. maka di sana juga harus dibagun Base Transciver Station (BTS) dan
pemancarnya berupa menara (tower) sebagai penguat sinyal GSM kepada pengguna. Seperti
kita ketahui bersama operator layanan berbasis sinyal GSM kualitasnya sangat
bagus karena ditunjang oleh BTS disetiap tempat minimal di setiap kecamatan. Untuk
membangung sebuah BTS saja memakan waktu serta anggaran yang tidak murah.
Perizinan serta kompensasi terhadap eksekusi resiko lahan warga sekitar proyek
BTS menjadi polemik berbulan-bulan hingga mencapai titik kesepakatan. Jadi,
meskipun Sampeyan mempunyai kocek yang tebal kalau di daerahnya belum
di jangkau sinyal operator seluler ya percuma saja gaes, lha wong BTS nya
saja belum dibangun, kok!.
Selanjutnya
mengenai unit hp itu sendiri. Semenjak produsen hp seperti Ericsson, Siemens
dan Nokia yang awalnya masuk jajaran merek hp di Indonesia. Menurut saya hanya
ada satu merek hp yang merakyat yaitu Nokia. Masyarakat mulai belajar fitur hp
melalui Nokia. Selain sangat mudah dipelajari karena akses menu dalam bentuk
gambar, variannya serinya beraneka ragam. Dari fasilitas layar monochrome hingga berbasisa layar TFT
yang beribu warna menarik lainnya. Begitu pula ragam suara nada dering dari monophonic berlanjut teknologi polyphonic hingga berbentuk nada dering
mp3 yang berasal dari potongan sebuah lagu. Saking rajinnya pihak Nokia
menelurkan seri hp yang didominasi menggunakan angka misalnya 3310,3350, 5510,
5110 dan sebagainya dalam waktu yang sangat singkat. Salah satu sistem
pemasaran Nokia tersebut berdampak pada
harga pasar hape akan cepat mengalami perubahan tatkala sudah ada seri
terbarunya. Masih ingat kan gaes? dulu
hp itu merupakan barang mahal. Semenjak seri-seri hp bertebaran maka harga hp
seken masih dapat dijangkau oleh masyarakat ada yang sekitar 100-200 ribu meski
waktu itu harga hape juga ada berkisar antara 2-4 juta jika memang fiturnya
dirasa paling lengkap di jamannya.
Sistem pertelekomunikasian memang
saling menunjang antara penyedia layanan operator, BTS serta daya beli
masyarakat tentang unit hp. Saya sebagai masyarakat awam, juga berterima kasih
atas segala fungsinya hp dan semboyannya Nokia Connecting People mendekatkan yang jauh. Namun, perkembangan
pertelekomunikasian ini juga mempunyai side
effect terhadap kemampuan bersosialisasi secara langsung yang semakin
berkurang serta dampak dan berbagai masalah nasional lainnya. Maka seyogyanya,
mari kita kembalikan alat komunikasi ini sebagai jembatan untuk berkomunikasi
secara langsung. Sekali lagi ini sebagai jembatan saja. Yang paling terpenting tingkatan
tertinggi berkomunikasi itu jika kita bisa bertemu langsung mengerti raut
ekspresi wajah serta gestur lawan bicara sehingga makna serta tujuan
berkomunikasi bisa tepat sasaran.