Senja mulai usai lalu
malam akan datang, langkah pemuda menuju gerobak penjaja sop buah di tepi jalan.
Sapaan ramah terucap dari mas-mas penjaja dengan postur agak tinggi sembari
meracik takaran buah ke dalam makok bercorak putih kemudian ia dihidangkan,
meski tergolong masih baru berdagang yaitu Anggar anak pertama Dharma.
foto : okezone google
Masih terdengar lirih
suara salam dari jamaah di masjid tepat dibagian utara jalan, adzan magrib
masih terasa baru berkumandang. Meski dipinggir jalan sembari menikmati
segarnya buah kedamaian suasana pinggiran kota menyejukkan jiwa, masih ada
sesuatu yang berusaha memakmurkan masjid yang semakin hari dihiasi kaum senja.
Segarnya buah
melupakan obrolan kecil antara pemuda dan Anggar suasana hening diantara
keduanya. Mudah ditebak memang, sudah tak dielakkan makanan kesukaan jika sudah
ada di depan mata tiada nikmat lagi yang harus ia dustakan, Subhanallah Wal Khamdulillah. Namun
suasana terpecahkan disaat kata-kata terlontar dari mulut Anggar dengan
pertanyaan “Mas sudah nikah apa belum?”.
Irisan melon dan
pepaya langsung berhenti nyangkut di kerongkongan. Sejenak pemuda harus menghentikan
menjawab pertanyaan tersebut. “Saya masih sendiri mas”, tak kalah menariknya
pertanyaan itu lalu pemuda tersebut membalikkan pertanyaan kepadanya.
Mungkin karena sudah
mendengar jawaban dari pemuda terlebih dahulu, dengan tanpa malu-malu Anggar memberikan jawaban
serupa. Wajah Anggar terlalu sumringah tatkala ada usia sebayanya yang
mempunyai nasib sama. Sedikit nya pemuda itu memberikan pengalaman atas
kegagalan mengenai rencana besar yang dinamakan pernikahan. Angger meresponnya
bahwa atas dasar cinta permasalahan diantara laki-laki dan perempuan menjadi
tanggung jawab mereka. Keabsahan orang tua terletak pada doa yang terus dipanjatkan untuk kebahagiaan
anak-anaknya. Terasa begitu arogan disaat orang tua terlalu memaksakan perasaan
anaknya tatkala perasaan telah menguasai segala nalar dan logika.
Sop buah sudah
berkurang setengah mangkok kemudian pemuda itu terseyum kecil atas segala
respon yang Anggar lontarkan, memang terasa belajar menghargai orang lebih
penting dari membenarkan ucapan kita kepada orang lain.
Ada satu sisi
kebenaran tatkala perubahan status menjadi suami sudah keluar dari mulut
laki-laki berarti tanggung jawab sepenuhnya atas pemimpin keluarga. Orang tua
memberikan doa baik berupa restu memang begitu selayaknya. Lantas pemuda
tersebut berprinsip yaitu merelakan mempunyai menantu jika sudah mempunyai
kemampuan usaha agama paling tidak ada ingin rasa belajar memperbaiki agamanya sangat
jarang ditemui dimasa sekarang. Terasa masih belum cukup tenang belum adanya
bonus-bonus lain yang sekiranya bisa membuat untung minimal bagi anaknya. Dunia telah merubah asumsi-asumsi kejernihan
menilai permasalahan yang substansi. Anggar mulai memahami penekanan campur
tangan orang tua atas penjelasan dari Pemuda itu bahwa ada perubahan paradigma
keduniaan diantara substansi yang seharusnya menjadi modal utamanya.
Hanya ucapan sabar
dan terus berusaha sabagai yang diucapkan pemuda tersebut kemudian berlalu
meninggalkan Anggar sembari mengucapkan terima kasih atas sop buah yang membuat
segar pikirannya.
No comments:
Post a Comment