Tuesday, 15 November 2016

Pesan Senja Penjaja Sop Buah

Senja mulai usai lalu malam akan datang, langkah pemuda menuju gerobak penjaja sop buah di tepi jalan. Sapaan ramah terucap dari mas-mas penjaja dengan postur agak tinggi sembari meracik takaran buah ke dalam makok bercorak putih kemudian ia dihidangkan, meski tergolong masih baru berdagang yaitu Anggar anak pertama Dharma.
foto : okezone google

Masih terdengar lirih suara salam dari jamaah di masjid tepat dibagian utara jalan, adzan magrib masih terasa baru berkumandang. Meski dipinggir jalan sembari menikmati segarnya buah kedamaian suasana pinggiran kota menyejukkan jiwa, masih ada sesuatu yang berusaha memakmurkan masjid yang semakin hari dihiasi kaum senja.

Segarnya buah melupakan obrolan kecil antara pemuda dan Anggar suasana hening diantara keduanya. Mudah ditebak memang, sudah tak dielakkan makanan kesukaan jika sudah ada di depan mata tiada nikmat lagi yang harus ia dustakan, Subhanallah Wal Khamdulillah. Namun suasana terpecahkan disaat kata-kata terlontar dari mulut Anggar dengan pertanyaan “Mas sudah nikah apa belum?”.

Irisan melon dan pepaya langsung berhenti nyangkut di kerongkongan. Sejenak pemuda harus menghentikan menjawab pertanyaan tersebut. “Saya masih sendiri mas”, tak kalah menariknya pertanyaan itu lalu pemuda tersebut membalikkan pertanyaan kepadanya.

Mungkin karena sudah mendengar jawaban dari pemuda terlebih dahulu, dengan tanpa malu-malu Anggar memberikan jawaban serupa. Wajah Anggar terlalu sumringah tatkala ada usia sebayanya yang mempunyai nasib sama. Sedikit nya pemuda itu memberikan pengalaman atas kegagalan mengenai rencana besar yang dinamakan pernikahan. Angger meresponnya bahwa atas dasar cinta permasalahan diantara laki-laki dan perempuan menjadi tanggung jawab mereka. Keabsahan orang tua terletak pada doa  yang terus dipanjatkan untuk kebahagiaan anak-anaknya. Terasa begitu arogan disaat orang tua terlalu memaksakan perasaan anaknya tatkala perasaan telah menguasai segala nalar dan logika.

Sop buah sudah berkurang setengah mangkok kemudian pemuda itu terseyum kecil atas segala respon yang Anggar lontarkan, memang terasa belajar menghargai orang lebih penting dari membenarkan ucapan kita kepada orang lain.


Ada satu sisi kebenaran tatkala perubahan status menjadi suami sudah keluar dari mulut laki-laki berarti tanggung jawab sepenuhnya atas pemimpin keluarga. Orang tua memberikan doa baik berupa restu memang begitu selayaknya. Lantas pemuda tersebut berprinsip yaitu merelakan mempunyai menantu jika sudah mempunyai kemampuan usaha agama paling tidak ada ingin rasa belajar memperbaiki agamanya sangat jarang ditemui dimasa sekarang. Terasa masih belum cukup tenang belum adanya bonus-bonus lain yang sekiranya bisa membuat untung minimal bagi anaknya.  Dunia telah merubah asumsi-asumsi kejernihan menilai permasalahan yang substansi. Anggar mulai memahami penekanan campur tangan orang tua atas penjelasan dari Pemuda itu bahwa ada perubahan paradigma keduniaan diantara substansi yang seharusnya menjadi modal utamanya.


Hanya ucapan sabar dan terus berusaha sabagai yang diucapkan pemuda tersebut kemudian berlalu meninggalkan Anggar sembari mengucapkan terima kasih atas sop buah yang membuat segar pikirannya.

No comments:

Post a Comment