Wednesday, 16 November 2016

Masalah Sebagian Besar Siswa SMA (Pendekatan Lokal)

Luangkan sejenak waktu yang sudah diberikan dengan menatap wajah-wajah remaja SMA dengan senyum yang semestinya harus diarahkan termasuk orang-orang terdekat mereka.
foto : google


Sewajarnya Sekolah Menengah Atas pendidikan lanjutan dengan berbagai disiplin ilmu yang diberikan melalui sebuah kurikulum pendikan dengan mencanangkan ilmu secara mendasar sebagai pengetahuan bukan ilmu aplikatif kejuruan. Secara teknik asupan pemberian ilmu ini tidak jauh beda, dengan yang dipelajari pada tingkatan sebelumnya yaitu Sekolah Menengah Pertama. Pemberian materi, diskusi, pemberian tugas tulis, praktek dan meliputi evaluasi termasuk ujian yang diselenggarakan tiap semesternya.

Banyak sekali faktor-faktor yang berpengaruh terhadap karakter pelajar, kondisi lingkungan, sosial, ekonomi dan motivasi  baik disaat masuk hingga keluar dari bangku SMA. Kondisi lingkungan pelajar di kota besar sangat berbeda sekali dengan lingkungan didaerah meskipun masih dalam pulau Jawa. Kebiasaan hubungan sosial baik menyangkut tata krama, strata pada umumnya, serta pengangkatan norma masyarakat setempat erat kaitannya terhadap atitude kebiasaan pelajar.

Dilingkungan SMA daerah masih menjunjung tinggi norma kewajaran tata krama misalnya disaat pertama masuk pintu gerbang harus bersalaman dengan Bapak gurunya. Hal ini menjadi pilihan kedua atau bahkan ditiadakan mengenai kebiasaan yang terjadi dilingkungan sekolah kota besar. Mungkin karena alasan banyak kemacetan sehingga Bapak gurunya juga bisa sama-sama terjebak dalam perjalanan sehingga semuanya belum bisa dilakukan.

Faktor ekonomi menyangkut kemampuan finansial baik sebagai biaya utama pendidikan maupun alat penunjang. Orang tua dari pelajar di daerah masih mempertimbangkan banyak hal disetiap pengeluaran finansial yang menyangkut pendidikan meskipun tidak semua orang tua melakukan hal demikian. Sedangkan mayoritas orang tua di perkotaan sudah menyadari pentingnya pendidikan dengan orientasi masa depan kelak anaknya.

Secara garis besar permasalah pelajar SMA di daerah dan di perkotaan hampir sama yaitu kenakalan remaja, buta  harapan masa depan dan perhatian dari orang terdekatnya.
1.     Kenakalan Remaja
Sudah menjadi kodratnya rasa ingin tahu remaja begitu tinggi terhadap segala disekitarnya dan cenderung mencontoh figur idola. Dua sifat tersebut akan berubah menjadi kegiatan posisif apabila disalurkan kepada hal yang yang positif dan mereka belum mengetahui sesuatu yang harus diperbuatnya. Sesuatu yang sudah menjadi wajar sebagaimana sifat tersebut akan tidak tepat dalam menyalurkan kegiatannya akan berubah menjadi momok yang disebut kenakalan remaja.  

Sudah menjadi tanggung jawab bersama mengenai koordinasi lingkungan sekolah dan lingkungan rumah senantiasa menciptkan kegiatan positif yang bisa membangun karakteristik pribadi seperti melatih kepemimpinan, ekstrakulikuler, dan kegiatan lainnya rasa ingin tahu tersebut menjadi tersalurkan dari pemaparan teknik dari masing-masing kegiatan. Tentunya pengawasan secara berkesinambungan masih dirasa sangat perlu agar penyimpangan yang terjadi dapat diminimalisir.

Hal demikian sudah dilakukan oleh sekolah ditambah lagi kegiatan tersebut sangat banyak yang sekiranya sesuai dengan minat masing-masing pelajar. Sekolah hanya bisa mengakomodir penggiringan kegiatan positif dalam kelompok dan hanya bisa memberi pengawasan pelajar jika benar-benar terjadi arah perbuatan yang menyimpang melalui Bimbingan Penyuluhan.

2.     Sering berbeda pendapat dengan orang tua
Kematangan cara berfikir masa remaja merupakan peralihan secara pengakuan ingin menjadi manusia yang lebih dewasa. Namun, kematangan tersebut masih berproses sehingga sifat kekanak-kanakan masih saja melekat meski tanpa mereka sadari. Diantara perbedaan pendapat misalkan antara seorang anak dan bapak seharusnya ibu menjadi penengah didalamnya.  Meskipun secara logika pendapat ibu lebih membenarkan pendapat bapak, dalam keadaan mendesak boleh berpura-pura sedikit memberikan pembelaan kepada anak, meski diwaktu yang berbeda akan tetap menjelaskan sisi kebaikan pendapat dari seorang ayah kepada anaknya.

Langkah begitu sepele namun berdampak lebih nyaman dirasakan seorang anak, pendapatnya tidak merasa terpojokkan dalam sebuah adu argumen. Dengan cara tersebut juga bisa meredam aksi nekat keluar rumah alias kabur beberapa hari meninggalkan rumah karena dianggapnya melakukan hal yang serba salah.

3.     Ingin serba instan dalam segala hal
Dizaman yang serba digitalisasi, efisien, praktis dan ekonomis. Merubah cara berfikir mendapatkan sesuatu dengan kata segera tanpa melalui proses perjalanan.  Terasa angan mereka masuk dalam sinetron malam hari dengan mudahnya mendapatkan fasilitas seperti kendaraan atau alat penunjang lainnya. Suatu faslitas yang bisa memudahkan jalan seseorang, maka sifat kreatifitasnya  akan hilang satu poin dan rasa perjuangan akan tumpul minimal satu langkah. Ibarat tersebut mengartikan bahwa tidak selamanya rasa susah tanpa fasilitas memadahi akan berubah menjadi keburukan ataupun kesialan. Dibalik sesuatu yang dijalani dengan penuh cara akan membuat anak lebih memikirkan segala sesuatunya dengan belajar mengatasi masalahya. Selain itu memorinya akan menyimpan secara permanen mengenai perjuangan mendapatkan sesuatu tak semudah membalikkan tangan.

Diantara kemudahan fasilitas yang didapatkan oleh anak, akan menjadi bumerang dengan menurunnya daya kreatifitas pemecahan masalah dan sisi perjuangan dalam mendapatkan sesuatu hal. Orang-orang yang sukses terbentuk bukan dari fasilitas  penunjang yang begitu lengkap melainkan kesungguhan meningkatkan kreatifitas memcahkan masalah kehidupannya.

4.     Bingung langkah setelah lulus SMA
Rasa senasib sepenanggungan akan dirasakan sewaktu bersama-sama di bangku sekolah, namun itu hanya sementara. Predikat sahabat  bagi remaja yang mengedepankan perasaan jiwa sehidup semati memang sangat lekang dimiliki olehnya. Padahal sesuatu tersebut justru tidak ia sadari bahwa semuanya akan segera berakhir yangg berganti dengan mencari kesibukan setelah lulus SMA.

Meskipun sama-sama bingung setelah lulus SMA, pelajar yang sudah disiapkan melanjutkan ke jenjang berikutnya akan lebih ringan dibanding dengan mereka yang tidak ada harapan melanjutkan kembali pendidikannya karena masalah finansial atau bahkan karena tidak ada rasa ketertarikan sama sekali terhadap pendidikan.

Satu persatu bahasan kita urai, pendidikan di negara kita masih mempertimbangkan esensi hasil akhir setelah menempuh pendidikan yaitu mengenai pekerjaan.  Bagi orang tua yang telah mempunyai rencana terhadap keinginan anaknya sudah seperti menemukan jalan tinggal kualitas berkesinambungan baik komunikasi dan motivasi antara anak dan orang tua memasuki jalan tersebut. Permasalahan lain meski orang tua secara finasial berpredikat mampu melanjutkan ke jenjang berikutnya, keadaan anak masih belum bisa menentukan pilihan jurusan yang diminatinya. Tak jarang dari berbagai mahasiswa mengalami salah jurusan disaat yang dia tuju tidak sesuai dengan kemampuannya atau malah tidak respon rasa ketertarikannya mempelajari lebih dalam.

Kebingungan teramat dalam bagi pelajar SMA yang tidak bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya karena alasan finansial. Saya batasi cakupannya, disini hanya ketidaksanggupan sisi finansial, memang biaya pendidikan perguruan tinggi tidak semurah yang dibayangkan. Coba ditengok sisi positif lain yang dimiliki oleh pelajar disaat sisi lemah menjadi batu penghalang langkahnya. Tentunya pihak sekolah SMA bisa memfilter dan mencari jalan keluar bagi pelajar dengan keterbatasan satu sisi finansial namun mempunyai sisi ceme rlang dari prestasi yang dicapainya. Saya beru ‘ngeh ternyata ada program pemerintah melalui pihak SMA yang mengusulkan beberapa pelajar yang berprestasi dengan keterbatasan biaya perkuliahan. Disini peran sekolah sangat vital dalam menolong nasib pelajar yang masih ingin bermimpi atas cita-citanya.

Lalu bagaimana dengan mereka para pelajar SMA yang tidak sanggup melanjutkan kuliah karena keterbatasan finansial dan prestasi nilai?

Jawaban untuk mereka tetap berusaha menjadi orang baik dengan belajar terus menerus tentang kejujuran. Tidak ada penyesalan tentang kompetensi kejuruan. Memang sekolah tidak patut disalahkan karena disana bukan mendidik pelajar kejuruan satu bidang. Lantas tetap berusaha  mencari sesuatu yang bisa dijadikan kegiatan misalkan ketrampilan dari dinas tenaga setempat dengan memberikan kursus cuma-cuma kepada pencari kerja. Membuka wawasan pergaulan, meski terkadang harus mau menerima sebuah pekerjaan yang dianggap tidak ada nilainya secara materi, namun tetap terus melakukan yan terbaik sebagai proses kehidupan.


Gambaran tersebut cerminan senyum remaja-remaja kita, penerus masa depan Indonesia. Bimbinglah selagi kita bisa meski hanya sebatas rasa keprihatinan terhadap kelakuan yang mereka lakukan  atau akan lebih baik mendoakan agar Allah SWT memberikan jalan terbaik, mencerahkan rasa hati dan pikirannya mengenai tujuan hidup manusia sebenarnya.

No comments:

Post a Comment