Jejaring media sosial seperti facebook
hampir dimiliki oleh setiap masyarakat di era digitalisasi komunikasi. Menurut
data HarianTI.com pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta
orang. Dari angka tersebut 95% nya digunakan untuk mengakses jejaring sosial. Beragam
fitur mengenai fasilitas dari facebook data postingan berupa pemikiran, foto,
video hingga tautan dengan sumber berita dimanfaatkan sebagai ajakan positif
ataupun bisa berpotensi menggiring khalayak menilai sebuah peristiwa yang masih
hangat terjadi. Kolom komentar sebagai cara untuk memancing tanggapan atas
berita atau informasi sehingga setiap pemilik akun mempunyai pandangan
subyektifitas masing-masing. Sangatlah mungkin, mereka menanggapinya menurut
kacamata yang mereka pakai dan kebenarannya masih patut dipertanyakan.
Memasuki percaturan politik di
Indonesia tak ubahnya memanfaatkan media sosial sebagai sarana berkampanye.
Masih ingat peristiwa mendekati Pilpres tahun kemarin banyak sekali informasi
saling sahut menyahut berlomba memperoleh penilaian dari masyarakat. Tujuan
utamanya meraih simpati dari masyarakat agar nantinya bisa menjadi pasangan terpilih.
Tim sukses memegang peranan penting selain memberikan strategi turun langsung
di lapangan melainkan juga membuat program kampanye melalu media sosial. Facebook
salah satunya fanspage didalam jejaring sosial yang wajib dimiliki, alasan yang
mungkin karena sebagian orang telah mempunyai akun yang terus diaksesnya. Wadah
tersebut selalu diisi perkembangan kegiatan kandidatnya yang diusungnya
kemudian berlomba-lomba menghimpun dukungan masyarakat sebanyak-banyaknya.
Setiap postingan yang diunggah
mendapat apresiasi dari masyarakat yang sudah menjadi anggota fanspage. Tanggapan berupa rasa suka terus
membanjiri postingan dengan semakin
bertambahnya jumlah “like” di pojok kiri postingan. Selain itu pada kolom komentar dapat
dijadikan sebagai ruang untuk beropini dengan kegiatan tersebut. Terasa masih
dini dengan pencapaian tanggapan dari anggota fanspage , pada pojok kanan postingan terdapat fasilitas untuk
membagikan kepada khalayak lain yang masih belum bergabung.
Tidak menjadi masalah facebook
dijadikan sarana berkampanye asal mempunyai prinsip bukan saling menjatuhkan, setidaknya mereka mempunyai program-program
tersendiri yang diunggulkan. Setiap detik tanggapan bergulir pembagian
informasi dalam hitungan detik dibagi oleh ratusan orang. Dari tiap orang
tersebut mempunyai 1000 pertemanan, apabila 50 % jumlah orang yang membaca
berita tersebut maka semakin banyak pula yang meyakini keakuratan berita,
meskipun masih ada yang ragu meyakininya.
Kompetisi saling mengunggulkan
diantara kandidat menyebabkan rasa fanatik yang berlebihan. Anggoota fanspage
terus beradu argumen meyakinkan kebenaran yang terjadi kepada masyarakat
lainnya. Hal ini terkadang sangat berbeda dengan
kandidat oposisi dengan memberikan kampanye hitam melalui steatment yang memunculkan kontroversi bahkan bisa menjadi bumerang
bagi kelangsungan karier partai pengusungnya. Para anggota fanspage yang mendukung dan secara sengaja terus menerus membagikan
kegiatan kandidatnya, Saya memberi julukan
nama sebagai Politikus Facebook. Secara garis besar dia tidak mempunyai latar
belakang ilmu yang mumpuni sebagai aktor intelektual politik. Sumber data yang
dia bagi kepada khalayak hanya mengekor dari pertemanan lainnya yang kebetulan
mempunyai pendapat yang sama. Keadaan tersebut tidak mengajarkan masyarakat
berfikir jernih dalam menerima informasi. Bisa dikatakan demokrasi di Indonesia
sudah begitu bebasnya berbicara, menghasud, berprasangka mengandung unsur
fitnah yang luar biasa dampaknya.
Semoga kelak para Politikus Facebook
ini terus berkurang jumlahnya, minimal dari diri kita terus bertindak sebagai
aktor independen dalam menyikapi informasi yang beredar.
No comments:
Post a Comment