Sunday, 27 November 2016

Realita Mahasiswa Kesehatan Mencari Pekerjaan

Wisuda merupakan puncak ritual pendidikan politeknik, perguruan tinggi, sekolah tinggi atau universitas yang disematkan dalam sebuah acara senat yang dihadiri oleh guru besar dan wali mahasiswa. Euforia kebahagiaan terus terpancar menjadi tonggak keberhasilan jenjang pendidikan yang ditempuhnya. Perubahan status dari mahasiswa kemudian masuk ke dalam ranah ikatan alumni pendidikan yang bersangkutan sudah mulai terasa. Terlebih disaat ketua alumni profesi memberikan lencana penghormatan sebagai tanda sejawat dan wajib menjunjung etika profesi yang embannya.


Perlu disadari bersama bahwa pendidikan bidang kesehatan bukan pendidikan kedinasan yang setelah lulus kuliah bisa langsung mendapat surat keputusan tugas bekerja. Saat setelah momen wisuda itu terjadi, munculah sifat ego masing-masing mahasiswa menentukan langkah selanjutnya memulai karier dan berjalan dari titik 0 menyandang predikat pencari kerja. Rasa ego tersebut muncul secara alami betapa ketatnya persaingan didunia pekerjaan. Keadaan ini sangatlah lumrah khususnya lowongan kerja di Pulau Jawa semakin hari jumlahnya semakin sedikit sedangkan jumlah lulusan mahasiswa di tiap kabupaten atau kota semakin tahun akan meningkat. Meski dalam hal ini Saya belum mendapatkan data secara spesifik kebutuhan pasar tenaga kesehatan ditiap kota atau kebupaten. Keadaan tersebut hanya pandangan subyektif yang keabsahannya patut ditelaah lebih lanjut.

Rasa peduli kepada teman seangkatan akan timbul kembali setelah mendapatkan pekerjaan. Semangat kebersamaan terasa tidak akan hilang begitu saja, perasaan senasib sepenanggungan masih ada. Sekiranya itu bisa terjadi, maka akan diulangi kembali di dunia baru yaitu pekerjaan. Bagi mahasiswa yang sudah memiliki pekerjaan tentunya tidak serta merta mengajak temannya untuk bekerja satu atap ruang kerja. Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi kriteria tersebut, yaitu mengenai karakter sifat dan kualitas etos kinerja yang dapat dinilai disaat melakukan Praktek Kerja Lapangan selama di pendidikan. Faktor tersebut sangat mungkin terjadi, karena bekerja dalam bidang kesehatan adalah kerja tim yang membutuhkan koordinasi dan loyalitas yang tinggi. Maka menurut Saya sangat mungkin ada korelasi kualitas karakter pribadi disaat menjadi mahasiswa dengan nasib disaat mencari pekerjaan.

Kesulitan Yang Sering Dijumpai
Dalam beberapa pengamatan yang Saya lakukan ada beberapa kesulitan yang sering sering dijumpai tenaga kesehatan disaat mencari pekerjaan. Secara garis besar kesulitan tersebut dibagi menjadi 2 macam yaitu:

Berasal dari Internal
Pada fase ini lebih menekankan kesulitan yang berasal dari pencari kerja sebut saja tenaga kesehatan. Saya awali dari pola cara berfikir mengenai letak tempat kerja. Ada beberapa pencari kerja khususnya orang Jawa enggan merantau meninggalkan pulau tercintanya.  Faktor yang penyebab masalah tersebut sangatlah variatif diantaranya karena masalah jarak terlalu jauh, susah meninggalkan keluarga, kesiapan mental, kesehatan orang tua, pasangan hidup dan masih banyak sekali kaitannya. Meski tidak dapat dipungkiri bahwasanya masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi asas “makan gak makan asal kumpul”. Jadi selain disebutkan di atas memang sudah menjadi  apabila di Pulau Jawa masih memungkinkan mencari pekerjaan, kenapa harus keluar pulau? hanya untuk mengejar sebuah karier.

Pola cara berfikir mengenai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang masih menjadi primadona bagi sebagian besar masyarakat. Adanya perekrutan tenaga PNS melalui tes CPNS secara online banyak diantaranya pencari kerja rela menunggu kegiatan tersebut diadakan. Menunggu dalam ketidakpastian, pasalnya pemerintah semakin menunjukkan moratorium CPNS dan mengedepankan tenaga kesehatan di instansi pemerintah melalui sistem Badan Layanan Usaha baik pusat maupun daerah. Apabila terus berpaku mengharap belas kasihan pemerintah sama halnya menggantungkan harapan hidup yang penuh ketidakpastian.

Pola cara berfikir bekerja di rumah sakit swasta menjadi kasta nomor dua setelah rumah sakit umum milik pemerintah. Pandangan ini berlaku di daerah yang kondisi secara finansial penggajian menggantungkan nilai Upah Minimum Regional (UMR) sedangkan penambahan fasilitas jasa lainnya sangat minim bahkan tunjangan-tunjangan lainnya tidak terkondisikan dengan baik. Kembali dengan mindset menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sudah menjadi pandangan masyarakat sebagai standarisasi kelayakan hidup. Maka disisi lain ada keengganan bekerja di instansi swasta dibandingkan dengan instansi milik pemerinatah, meski secara ketentuan manajerial karyawan instansi swasta lebih memenuhi kaidah peraturan perundangan Kementrian Ketenagakerjaan.

Sebab terakhir yaitu mengenai kemampuan komunikasi dengan Bahasa Inggris. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Bali, penggunaan Bahas Inggris sudah familiar di lingkungan kerja rumah sakit. Bahasa komunikasi tersebut tidak hanya digunakan disaat menerima pasien asing, melainkan membudayakan bahasa dalam pertemuan antar unit terkait dalam sebuah manajerial rumah sakit. Informasi tersebut Saya dapatkan dari sejawat yang telah menggunkan english conversation disaat melakukan meeting dengan unit lain. Jadi siap-siap mempunyai nilai TOEFL yang cukup bagus apabila ingin bekerja di rumah sakit ternama di kota besar.

Berasal dari Eksternal
Kesulian yang ditimbulkan dari pihak eskternal berasal dari luar tenaga kesehatan. Kesulitan pertama yang sering dijumpai yaitu manajemen rumah sakit menerapkan prinsip ekonomi yang begitu mendasar. Manajemen rumah sakit menekan sedikit mungkin pengeluaran sisi finasialnya untuk karyawan sedangkan segala macam pressure kinerja sangat tak terbatas mengedepakan loyalitas. Bahkan ada beberapa tipe rumah sakit swasta yang penggajiannya 50% selama masa orientasi minimal 3 bulan bahkan ada yang hingga 6 bulan berturut-urut. Pemberitahuan keadaan sistem penggajian ini sering dijumpai disaat pencari kerja sudah akan memasuki tahap seleksi karyawan. Tidak jarang tenaga kesehatan mangkir dari panggilan akad kontrak kerja saat setelah tes dilakukan yang berakhir mundur dari melamar kerja.

Kesulitan kedua berasal dari keluarga, orang-orang terdekat misalnya orang tua yang telah bersusah membesarkan serta menyekolahkan anak-anaknya tidak ingin tinggal berjauahan mengingat kondisinya tidak muda lagi. Diusia senja terkadang perhatian yang mereka inginkan dibandingkan pemberian finansial, kalaupun mereka membutuhkan hanya sebatas kebutuhan pokok harian. Keadaan tersebut terkadang membuat hati tersentak melihat sisi lain meski keadaan hati telah mantap meninggalkan tanah kelahiran untuk bekerja diperantauan. Seperti kondisi yang telah dikemukakan di atas bahwa realita budaya kehidupan orang Jawa sangat begitu tunduk menghormati perkataan orang tuanya. Bahkan meminta pertimbangan bekerja pun selama orang tua masih hidup maka mereka selalu dilibatkan.

Kesulitan terakhir yang sering dijumpai yaitu link atau jejaring komunikasi dan relasi. Kadaan ini hampir merata dan sama di bidang lain termasuk di bidang kesehatan. Relasi informasi pekerjaan berhubungan ada informasi lowongan pekerjaan yang diberikan oleh senior almamater yang mengetahui secara detail kemampuan, atitude dan kinerjanya. Biasanya penilaian tersebut akan dinilai disaat menjadi mahasiswa dalam Praktek Kerja Lapangan yang kebetulan menjadi lahan prakteknya. Kecocokan atas prinsip bisa diajak bekerja dalam kerja tim membawa efek  nyata dengan memberikan informasi lowongan pekerjaan yang dengan kondisi tidak di publikasikan secara umum melainkan pemanggilan beberapa kandidat calon karyawan.

Berbeda dengan relasi yang hanya mengedepakan hubungan vertikal birokrasi. Pendekatan kepada pihak yang mempunyai cakupan kedudukan lebih tinggi dengan meminta rekomendasi meski hanya sebuah tanda tangan dan nama terang akan mempengaruhi keputusan hasil akhir dari serentetan tes calon karyawan. Sama-sama mempunyai kualifikasi pendidikan, kemampuan berfikir, intelejensi, kecepatan serta ketepatan akan berakhir pada relasi dari pembawa lamaran pekerjaan. Meskipun sulit menembus batas dan bukti nyata atas asas “bawaan” yang masih lekang dalam birokrasi kantor atau sejenisnya yang sudah membudaya. Fenomena permainan ini sangat halus sekali bahkan bisa dikatakan sulit dibuktikan hal itu terjadi.


Pemaparan diatas menunjukkan bahwa masih banyak tuntutan serta tahapan lain yang harus dihadapi oleh tenaga kesehatan dalam mencari pekerjaan. Keberuntungan seseorang sangatlah berbeda satu dengan yang lain adakalanya kemampuan intelektual di kampus mengalahkan dari keberuntungan karier menurut Saya adalah rezeki yang tidak terduga dari Allah SWT. Berusaha serta memohon petunjuk terbaik dari-Nya serta bersabar menunggu panggilan adalah proses kehidupan yang harus dijalani sebagai tanda kelemahan manusia yang tidak mempunyai daya serta upayanya.

No comments:

Post a Comment