Wisuda merupakan puncak ritual
pendidikan politeknik, perguruan tinggi, sekolah tinggi atau universitas yang
disematkan dalam sebuah acara senat yang dihadiri oleh guru besar dan wali
mahasiswa. Euforia kebahagiaan terus terpancar menjadi tonggak keberhasilan
jenjang pendidikan yang ditempuhnya. Perubahan status dari mahasiswa kemudian
masuk ke dalam ranah ikatan alumni pendidikan yang bersangkutan sudah mulai
terasa. Terlebih disaat ketua alumni profesi memberikan lencana penghormatan
sebagai tanda sejawat dan wajib menjunjung etika profesi yang embannya.
Perlu disadari bersama bahwa
pendidikan bidang kesehatan bukan pendidikan kedinasan yang setelah lulus
kuliah bisa langsung mendapat surat keputusan tugas bekerja. Saat setelah momen
wisuda itu terjadi, munculah sifat ego masing-masing mahasiswa menentukan
langkah selanjutnya memulai karier dan berjalan dari titik 0 menyandang
predikat pencari kerja. Rasa ego tersebut muncul secara alami betapa ketatnya
persaingan didunia pekerjaan. Keadaan ini sangatlah lumrah khususnya lowongan
kerja di Pulau Jawa semakin hari jumlahnya semakin sedikit sedangkan jumlah
lulusan mahasiswa di tiap kabupaten atau kota semakin tahun akan meningkat.
Meski dalam hal ini Saya belum mendapatkan data secara spesifik kebutuhan pasar
tenaga kesehatan ditiap kota atau kebupaten. Keadaan tersebut hanya pandangan
subyektif yang keabsahannya patut ditelaah lebih lanjut.
Rasa peduli kepada teman seangkatan
akan timbul kembali setelah mendapatkan pekerjaan. Semangat kebersamaan terasa
tidak akan hilang begitu saja, perasaan senasib sepenanggungan masih ada. Sekiranya
itu bisa terjadi, maka akan diulangi kembali di dunia baru yaitu pekerjaan.
Bagi mahasiswa yang sudah memiliki pekerjaan tentunya tidak serta merta
mengajak temannya untuk bekerja satu atap ruang kerja. Ada beberapa faktor yang
bisa mempengaruhi kriteria tersebut, yaitu mengenai karakter sifat dan kualitas
etos kinerja yang dapat dinilai disaat melakukan Praktek Kerja Lapangan selama
di pendidikan. Faktor tersebut sangat mungkin terjadi, karena bekerja dalam
bidang kesehatan adalah kerja tim yang membutuhkan koordinasi dan loyalitas
yang tinggi. Maka menurut Saya sangat mungkin ada korelasi kualitas karakter pribadi
disaat menjadi mahasiswa dengan nasib disaat mencari pekerjaan.
Kesulitan
Yang Sering Dijumpai
Dalam beberapa pengamatan yang Saya
lakukan ada beberapa kesulitan yang sering sering dijumpai tenaga kesehatan disaat
mencari pekerjaan. Secara garis besar kesulitan tersebut dibagi menjadi 2 macam
yaitu:
Berasal
dari Internal
Pada fase ini
lebih menekankan kesulitan yang berasal dari pencari kerja sebut saja tenaga
kesehatan. Saya awali dari pola cara berfikir mengenai letak tempat kerja. Ada
beberapa pencari kerja khususnya orang Jawa enggan merantau meninggalkan pulau
tercintanya. Faktor yang penyebab
masalah tersebut sangatlah variatif diantaranya karena masalah jarak terlalu
jauh, susah meninggalkan keluarga, kesiapan mental, kesehatan orang tua,
pasangan hidup dan masih banyak sekali kaitannya. Meski tidak dapat dipungkiri
bahwasanya masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi asas “makan gak makan asal kumpul”. Jadi selain disebutkan di atas
memang sudah menjadi apabila di
Pulau Jawa masih memungkinkan mencari pekerjaan, kenapa harus keluar pulau?
hanya untuk mengejar sebuah karier.
Pola cara
berfikir mengenai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang masih menjadi primadona bagi
sebagian besar masyarakat. Adanya perekrutan tenaga PNS melalui tes CPNS secara
online banyak diantaranya pencari kerja rela menunggu kegiatan tersebut
diadakan. Menunggu dalam ketidakpastian, pasalnya pemerintah semakin
menunjukkan moratorium CPNS dan mengedepankan tenaga kesehatan di instansi
pemerintah melalui sistem Badan Layanan Usaha baik pusat maupun daerah. Apabila
terus berpaku mengharap belas kasihan pemerintah sama halnya menggantungkan
harapan hidup yang penuh ketidakpastian.
Pola cara
berfikir bekerja di rumah sakit swasta menjadi kasta nomor dua setelah rumah
sakit umum milik pemerintah. Pandangan ini berlaku di daerah yang kondisi
secara finansial penggajian menggantungkan nilai Upah Minimum Regional (UMR)
sedangkan penambahan fasilitas jasa lainnya sangat minim bahkan
tunjangan-tunjangan lainnya tidak terkondisikan dengan baik. Kembali dengan mindset menjadi Pegawai Negeri Sipil
(PNS) yang sudah menjadi pandangan masyarakat sebagai standarisasi kelayakan
hidup. Maka disisi lain ada keengganan bekerja di instansi swasta dibandingkan
dengan instansi milik pemerinatah, meski secara ketentuan manajerial karyawan
instansi swasta lebih memenuhi kaidah peraturan perundangan Kementrian
Ketenagakerjaan.
Sebab terakhir
yaitu mengenai kemampuan komunikasi dengan Bahasa Inggris. Di kota-kota besar
seperti Jakarta, Bandung dan Bali, penggunaan Bahas Inggris sudah familiar di
lingkungan kerja rumah sakit. Bahasa komunikasi tersebut tidak hanya digunakan
disaat menerima pasien asing, melainkan membudayakan bahasa dalam pertemuan
antar unit terkait dalam sebuah manajerial rumah sakit. Informasi tersebut Saya
dapatkan dari sejawat yang telah menggunkan english
conversation disaat melakukan meeting dengan unit lain. Jadi siap-siap
mempunyai nilai TOEFL yang cukup bagus apabila ingin bekerja di rumah sakit
ternama di kota besar.
Berasal
dari Eksternal
Kesulian yang
ditimbulkan dari pihak eskternal berasal dari luar tenaga kesehatan. Kesulitan
pertama yang sering dijumpai yaitu manajemen rumah sakit menerapkan prinsip
ekonomi yang begitu mendasar. Manajemen rumah sakit menekan sedikit mungkin
pengeluaran sisi finasialnya untuk karyawan sedangkan segala macam pressure kinerja sangat tak terbatas
mengedepakan loyalitas. Bahkan ada beberapa tipe rumah sakit swasta yang
penggajiannya 50% selama masa orientasi minimal 3 bulan bahkan ada yang hingga
6 bulan berturut-urut. Pemberitahuan keadaan sistem penggajian ini sering
dijumpai disaat pencari kerja sudah akan memasuki tahap seleksi karyawan. Tidak
jarang tenaga kesehatan mangkir dari panggilan akad kontrak kerja saat setelah tes
dilakukan yang berakhir mundur dari melamar kerja.
Kesulitan
kedua berasal dari keluarga, orang-orang terdekat misalnya orang tua yang telah
bersusah membesarkan serta menyekolahkan anak-anaknya tidak ingin tinggal
berjauahan mengingat kondisinya tidak muda lagi. Diusia senja terkadang
perhatian yang mereka inginkan dibandingkan pemberian finansial, kalaupun
mereka membutuhkan hanya sebatas kebutuhan pokok harian. Keadaan tersebut
terkadang membuat hati tersentak melihat sisi lain meski keadaan hati telah
mantap meninggalkan tanah kelahiran untuk bekerja diperantauan. Seperti kondisi
yang telah dikemukakan di atas bahwa realita budaya kehidupan orang Jawa sangat
begitu tunduk menghormati perkataan orang tuanya. Bahkan meminta pertimbangan
bekerja pun selama orang tua masih hidup maka mereka selalu dilibatkan.
Kesulitan
terakhir yang sering dijumpai yaitu link
atau jejaring komunikasi dan relasi. Kadaan ini hampir merata dan sama di
bidang lain termasuk di bidang kesehatan. Relasi informasi pekerjaan berhubungan
ada informasi lowongan pekerjaan yang diberikan oleh senior almamater yang
mengetahui secara detail kemampuan, atitude dan kinerjanya. Biasanya penilaian
tersebut akan dinilai disaat menjadi mahasiswa dalam Praktek Kerja Lapangan
yang kebetulan menjadi lahan prakteknya. Kecocokan atas prinsip bisa diajak
bekerja dalam kerja tim membawa efek nyata
dengan memberikan informasi lowongan pekerjaan yang dengan kondisi tidak di
publikasikan secara umum melainkan pemanggilan beberapa kandidat calon
karyawan.
Berbeda dengan
relasi yang hanya mengedepakan hubungan vertikal birokrasi. Pendekatan kepada
pihak yang mempunyai cakupan kedudukan lebih tinggi dengan meminta rekomendasi
meski hanya sebuah tanda tangan dan nama terang akan mempengaruhi keputusan hasil
akhir dari serentetan tes calon karyawan. Sama-sama mempunyai kualifikasi
pendidikan, kemampuan berfikir, intelejensi, kecepatan serta ketepatan akan
berakhir pada relasi dari pembawa lamaran pekerjaan. Meskipun sulit menembus
batas dan bukti nyata atas asas “bawaan” yang masih lekang dalam birokrasi
kantor atau sejenisnya yang sudah membudaya. Fenomena permainan ini sangat
halus sekali bahkan bisa dikatakan sulit dibuktikan hal itu terjadi.
Pemaparan
diatas menunjukkan bahwa masih banyak tuntutan serta tahapan lain yang harus
dihadapi oleh tenaga kesehatan dalam mencari pekerjaan. Keberuntungan seseorang
sangatlah berbeda satu dengan yang lain adakalanya kemampuan intelektual di
kampus mengalahkan dari keberuntungan karier menurut Saya adalah rezeki yang
tidak terduga dari Allah SWT. Berusaha serta memohon petunjuk terbaik dari-Nya
serta bersabar menunggu panggilan adalah proses kehidupan yang harus dijalani
sebagai tanda kelemahan manusia yang tidak mempunyai daya serta upayanya.
No comments:
Post a Comment