Luangkan sejenak waktu yang
sudah diberikan dengan menatap wajah-wajah remaja SMA dengan senyum yang
semestinya harus diarahkan termasuk orang-orang terdekat mereka.
foto : google
Sewajarnya
Sekolah Menengah Atas pendidikan lanjutan dengan berbagai disiplin ilmu yang
diberikan melalui sebuah kurikulum pendikan dengan mencanangkan ilmu secara
mendasar sebagai pengetahuan bukan ilmu aplikatif kejuruan. Secara teknik
asupan pemberian ilmu ini tidak jauh beda, dengan yang dipelajari pada
tingkatan sebelumnya yaitu Sekolah Menengah Pertama. Pemberian materi, diskusi,
pemberian tugas tulis, praktek dan meliputi evaluasi termasuk ujian yang
diselenggarakan tiap semesternya.
Banyak
sekali faktor-faktor yang berpengaruh terhadap karakter pelajar, kondisi
lingkungan, sosial, ekonomi dan motivasi
baik disaat masuk hingga keluar dari bangku SMA. Kondisi lingkungan
pelajar di kota besar sangat berbeda sekali dengan lingkungan didaerah meskipun
masih dalam pulau Jawa. Kebiasaan hubungan sosial baik menyangkut tata krama,
strata pada umumnya, serta pengangkatan norma masyarakat setempat erat
kaitannya terhadap atitude kebiasaan pelajar.
Dilingkungan
SMA daerah masih menjunjung tinggi norma kewajaran tata krama misalnya disaat
pertama masuk pintu gerbang harus bersalaman dengan Bapak gurunya. Hal ini
menjadi pilihan kedua atau bahkan ditiadakan mengenai kebiasaan yang terjadi
dilingkungan sekolah kota besar. Mungkin karena alasan banyak kemacetan
sehingga Bapak gurunya juga bisa sama-sama terjebak dalam perjalanan sehingga
semuanya belum bisa dilakukan.
Faktor
ekonomi menyangkut kemampuan finansial baik sebagai biaya utama pendidikan
maupun alat penunjang. Orang tua dari pelajar di daerah masih mempertimbangkan
banyak hal disetiap pengeluaran finansial yang menyangkut pendidikan meskipun
tidak semua orang tua melakukan hal demikian. Sedangkan mayoritas orang tua di
perkotaan sudah menyadari pentingnya pendidikan dengan orientasi masa depan
kelak anaknya.
Secara
garis besar permasalah pelajar SMA di daerah dan di perkotaan hampir sama yaitu
kenakalan remaja, buta harapan masa
depan dan perhatian dari orang terdekatnya.
1.
Kenakalan Remaja
Sudah
menjadi kodratnya rasa ingin tahu remaja begitu tinggi terhadap segala
disekitarnya dan cenderung mencontoh figur idola. Dua sifat tersebut akan
berubah menjadi kegiatan posisif apabila disalurkan kepada hal yang yang
positif dan mereka belum mengetahui sesuatu yang harus diperbuatnya. Sesuatu
yang sudah menjadi wajar sebagaimana sifat tersebut akan tidak tepat dalam
menyalurkan kegiatannya akan berubah menjadi momok yang disebut kenakalan
remaja.
Sudah
menjadi tanggung jawab bersama mengenai koordinasi lingkungan sekolah dan
lingkungan rumah senantiasa menciptkan kegiatan positif yang bisa membangun
karakteristik pribadi seperti melatih kepemimpinan, ekstrakulikuler, dan
kegiatan lainnya rasa ingin tahu tersebut menjadi tersalurkan dari pemaparan
teknik dari masing-masing kegiatan. Tentunya pengawasan secara berkesinambungan
masih dirasa sangat perlu agar penyimpangan yang terjadi dapat diminimalisir.
Hal
demikian sudah dilakukan oleh sekolah ditambah lagi kegiatan tersebut sangat
banyak yang sekiranya sesuai dengan minat masing-masing pelajar. Sekolah hanya
bisa mengakomodir penggiringan kegiatan positif dalam kelompok dan hanya bisa
memberi pengawasan pelajar jika benar-benar terjadi arah perbuatan yang
menyimpang melalui Bimbingan Penyuluhan.
2.
Sering berbeda pendapat dengan
orang tua
Kematangan
cara berfikir masa remaja merupakan peralihan secara pengakuan ingin menjadi
manusia yang lebih dewasa. Namun, kematangan tersebut masih berproses sehingga
sifat kekanak-kanakan masih saja melekat meski tanpa mereka sadari. Diantara
perbedaan pendapat misalkan antara seorang anak dan bapak seharusnya ibu
menjadi penengah didalamnya. Meskipun
secara logika pendapat ibu lebih membenarkan pendapat bapak, dalam keadaan
mendesak boleh berpura-pura sedikit memberikan pembelaan kepada anak, meski
diwaktu yang berbeda akan tetap menjelaskan sisi kebaikan pendapat dari seorang
ayah kepada anaknya.
Langkah
begitu sepele namun berdampak lebih nyaman dirasakan seorang anak, pendapatnya
tidak merasa terpojokkan dalam sebuah adu argumen. Dengan cara tersebut juga
bisa meredam aksi nekat keluar rumah alias kabur beberapa hari meninggalkan rumah
karena dianggapnya melakukan hal yang serba salah.
3.
Ingin serba instan dalam segala
hal
Dizaman
yang serba digitalisasi, efisien, praktis dan ekonomis. Merubah cara berfikir
mendapatkan sesuatu dengan kata segera tanpa melalui proses perjalanan. Terasa angan mereka masuk dalam sinetron malam
hari dengan mudahnya mendapatkan fasilitas seperti kendaraan atau alat
penunjang lainnya. Suatu faslitas yang bisa memudahkan jalan seseorang, maka
sifat kreatifitasnya akan hilang satu
poin dan rasa perjuangan akan tumpul minimal satu langkah. Ibarat tersebut
mengartikan bahwa tidak selamanya rasa susah tanpa fasilitas memadahi akan
berubah menjadi keburukan ataupun kesialan. Dibalik sesuatu yang dijalani
dengan penuh cara akan membuat anak lebih memikirkan segala sesuatunya dengan
belajar mengatasi masalahya. Selain itu memorinya akan menyimpan secara
permanen mengenai perjuangan mendapatkan sesuatu tak semudah membalikkan
tangan.
Diantara
kemudahan fasilitas yang didapatkan oleh anak, akan menjadi bumerang dengan
menurunnya daya kreatifitas pemecahan masalah dan sisi perjuangan dalam
mendapatkan sesuatu hal. Orang-orang yang sukses terbentuk bukan dari
fasilitas penunjang yang begitu lengkap
melainkan kesungguhan meningkatkan kreatifitas memcahkan masalah kehidupannya.
4.
Bingung langkah setelah lulus
SMA
Rasa
senasib sepenanggungan akan dirasakan sewaktu bersama-sama di bangku sekolah,
namun itu hanya sementara. Predikat sahabat
bagi remaja yang mengedepankan perasaan jiwa sehidup semati memang
sangat lekang dimiliki olehnya. Padahal sesuatu tersebut justru tidak ia sadari
bahwa semuanya akan segera berakhir yangg berganti dengan mencari kesibukan
setelah lulus SMA.
Meskipun
sama-sama bingung setelah lulus SMA, pelajar yang sudah disiapkan melanjutkan
ke jenjang berikutnya akan lebih ringan dibanding dengan mereka yang tidak ada
harapan melanjutkan kembali pendidikannya karena masalah finansial atau bahkan
karena tidak ada rasa ketertarikan sama sekali terhadap pendidikan.
Satu
persatu bahasan kita urai, pendidikan di negara kita masih mempertimbangkan
esensi hasil akhir setelah menempuh pendidikan yaitu mengenai pekerjaan. Bagi orang tua yang telah mempunyai rencana
terhadap keinginan anaknya sudah seperti menemukan jalan tinggal kualitas
berkesinambungan baik komunikasi dan motivasi antara anak dan orang tua
memasuki jalan tersebut. Permasalahan lain meski orang tua secara finasial
berpredikat mampu melanjutkan ke jenjang berikutnya, keadaan anak masih belum
bisa menentukan pilihan jurusan yang diminatinya. Tak jarang dari berbagai
mahasiswa mengalami salah jurusan disaat yang dia tuju tidak sesuai dengan
kemampuannya atau malah tidak respon rasa ketertarikannya mempelajari lebih
dalam.
Kebingungan
teramat dalam bagi pelajar SMA yang tidak bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya
karena alasan finansial. Saya batasi cakupannya, disini hanya ketidaksanggupan
sisi finansial, memang biaya pendidikan perguruan tinggi tidak semurah yang
dibayangkan. Coba ditengok sisi positif lain yang dimiliki oleh pelajar disaat
sisi lemah menjadi batu penghalang langkahnya. Tentunya pihak sekolah SMA bisa
memfilter dan mencari jalan keluar bagi pelajar dengan keterbatasan satu sisi
finansial namun mempunyai sisi ceme rlang dari prestasi yang dicapainya. Saya beru
‘ngeh ternyata ada program pemerintah
melalui pihak SMA yang mengusulkan beberapa pelajar yang berprestasi dengan
keterbatasan biaya perkuliahan. Disini peran sekolah sangat vital dalam
menolong nasib pelajar yang masih ingin bermimpi atas cita-citanya.
Lalu bagaimana dengan mereka
para pelajar SMA yang tidak sanggup melanjutkan kuliah karena keterbatasan
finansial dan prestasi nilai?
Jawaban
untuk mereka tetap berusaha menjadi orang baik dengan belajar terus menerus
tentang kejujuran. Tidak ada penyesalan tentang kompetensi kejuruan. Memang
sekolah tidak patut disalahkan karena disana bukan mendidik pelajar kejuruan
satu bidang. Lantas tetap berusaha
mencari sesuatu yang bisa dijadikan kegiatan misalkan ketrampilan dari dinas
tenaga setempat dengan memberikan kursus cuma-cuma kepada pencari kerja.
Membuka wawasan pergaulan, meski terkadang harus mau menerima sebuah pekerjaan
yang dianggap tidak ada nilainya secara materi, namun tetap terus melakukan yan
terbaik sebagai proses kehidupan.
Gambaran
tersebut cerminan senyum remaja-remaja kita, penerus masa depan Indonesia.
Bimbinglah selagi kita bisa meski hanya sebatas rasa keprihatinan terhadap
kelakuan yang mereka lakukan atau akan
lebih baik mendoakan agar Allah SWT memberikan jalan terbaik, mencerahkan rasa
hati dan pikirannya mengenai tujuan hidup manusia sebenarnya.