Monday, 31 October 2016

Kuota Internet Indosat Tiba-tiba Hilang Per 1 November 2016

Pagi ini Saya dikejutkan dengan kuota internet Indosat yang tiba-tiba habis  dan tidak dapat melakukan akses data internet. Seperti tidak percaya kuota tersebut bisa hilang karena aktivasi perdana kuota 13,5 GB per 21 Oktober 2016, sedangkan penggunaan  data yang terpakai hanya 2 GB. Aktifitas penggunaan data hanya untuk kepentingan browsing serta blogging dan hampir tidak ada aktifitas  download data dengan kapasitas besar. 


Saya cek kembali mengenai bungkus paketan perdana yang masih tersimpan. Saya runut  satu persatu pada bagian belakang paketan perdana tertera masa expired tanggal 31 Agustus 2016. Saya kurang mengetahui maksud tersebut, disitupun tidak ada keterangan apapun. 
                

Screnshoot Notifikasi Kuota Internet 13,5 giga
                      Screnshoot Notifikasi Paketan data Habis tanggal 1 Nopember Pukul 08.13 WIB
                     Screenshoot penggunaan dari tanggal 21 Okt- 31 Ags 2016 sebanyak kurang lebih 2 GB

Untuk lebih jelas Saya pun langsung menuju Gallery Indosat Pekalongan Jl. Imam Bonjol Pekalongan. Ketika sampai masuk ke ruangan Saya langsung ditanya oleh petugas Gallery Indosat Pekalongan (sebut saja petugas A) mengenai keluhannya dan Saya pun mengungkapkan keluhan yang terjadi. Saya tidak disodori nomor antrian hanya saja di catat nama Saya dan dipersilahkan menunggu panggilan. Sembari menunggu antrian Saya mengamati, terdapat ada empat petugas costumer servis (CS) dan satu petugas kasir pelayanan.

Kurang lebih sekitar setengah jam menunggu antrian, tiba giliran dipanggil. Saya dipersilahkan duduk oleh costumer servis (sebut saja petugas B) dan mengungkap kan keluhan mengenai kuota data internet tiba-tiba habis mulai hari ini tanggal 1 November 2016 . Petugas B menjelaskan dan mengakui bahwa memang akhir-akhir ini sistem Indosat masih sering terjadi kesalahan (error) .

Pada kasus yang menimpa Saya kuota tiba-tiba habis hingga data mencapai angka 0 (nol). Menurut petugas B, Saya diberi solusi untuk menunggu 3 x 24 jam konfirmasi pengembalian sisa kuota, namun jika melebihi batas tersebut tidak ada konfirmasi, Saya disuruh untuk kembali ke Gallery Indosat Pekalongan.

Dari sela-sela pembicaraan tersebut Saya menanyakan jaminan, “Apabila hari ke 4 belum ada tindak lanjut dari Indosat, dengan adanya Saya kembali ke Gallery Indosat Pekalongan adakah  tinjak lanjut lagi?”. Adapun jawabnya petugas B, “Nanti akan ditelusuri kembali dengan laporan kasus oleh pelanggan kepada manajerial Indosat”. Artinya kedatangan Saya nantinya pada hari ke 4 hanya untuk melaporkan bahwa kasus ini belum ada tidak lanjutnya dan pihak Indosat belum pasti memberikan solusi pengembalian kuota data tersebut.

Saya memastikan kembali kepada Petugas B, “Berarti nanti pada hari ke-4 Saya datang ke Gallery Indosat Pekalongan belum tentu ada kepastian mengenai kejelasan solusi pengembalian dari pihak Indosat?” , belum sampai pertanyaan itu terjawab, Petugas A tiba-tiba menghampiri Petugas B dan membisiki kata-kata yang isi percakapannya Saya pun tidak mengetahui apa yang mereka bicarakan.

Tanpa basa-basi kemudian Petugas A mengambil peran menjelaskan bahwa pada kasus Saya kesalahan sepenuhnya oleh konter penjual perdana Indosat. Menurut beliau bahwa kartu perdana tersebut masa aktifnya sampai 31 Agustus 2016, meskipun kuota tersebut masih sisa secara otomatis pada tanggal 1 Nopember 2016 akan hangus. Saya memberikan argumen bahwa tanggal tersebut adalah batas akhir aktivasi kartu bukan masa aktif kuota. Petugas A bersikukuh tetap menyalahkan konter penjual perdana Indosat dengan menggunakan kartu yang sudah tidak aktif. Dari pada panjang lebar Saya memilih pulang dan mengkonfirmasi ke konter penjual perdana.

Sesampainya ke konter penjual perdana Indosat dan Saya menjelaskan kronologi kejadian dan kronologi pelaporan ke Gallery Indosat Pekalongan. Penjual paket kartu perdana tidak merasa melakukan kesalahan karena keterangan tanggal 31 Agustus 2016 bukan masa aktif kartu melainkan batas maksimal aktifasi pertama kartu. Jadi apabila kuota perdana internet  di aktikan pada tanggal 21 Oktober 2016 selama satu bulan yaitu 21 Nopember 2016 kuota internet seharusnya masih dapat digunakan. Menurut penjual paket kartu perdana bahwa Indosat tidak bertanggung jawab atas kehilangan kuota tersebut.

Semakin membuat Saya bingung menurut Gallery Indosat Pekalongan kesalahan ada pada penjual perdana Indosat dengan dalih menggunakan kartu pedana yang masa aktifnya sampai 31 Agustus 2016. Menurut penjual paket kartu perdana Indosat keterangan tanggal tersebut merupakan batas akhir aktivasi bukan masa aktif kartu, dan menurutnya Indosat tidak bertanggung jawab atas kehilangan kuota tersebut tersebut.

Sebutan "Kol" Oleh Masyarakat Pekalongan

Mendengar kata kol dalam bahasa Indonesia berati sayuran hijau yang selalu dimanfaatkan sebagai bahan masakan atau dikonsusmsi mentah sebagai lalapan. Namun, istilah “kol”di masyarakat Pekalongan tentunya mempunyai arti beda dalam bentuk fisik maupun fungsinya. Sebutan “kol” dipakai sebagai istilah angkutan kota yang bagi masyarakat sudah mulai berkembang di tahun 80-an keatas. Sumber tersebut berasal dari salah satu warga Pekalongan yang dahulu sering menggunakannya.

Konon disaat “kol” menjadi alat transportasi utama berbentuk mobil bak terbuka di bagian belakang diberi gerbong kemudian bagian dalamnya terdapat tempat duduk yang saling berhadapan. Kondisi tersebut memudahkan penumpang disaat naik melalui belakang. Posisi tersebut lebih banyak memberikan ruang longgar sebagai akses penempatan barang. Penggunaan mobil bak terbuka lebih menguntungkan dengan semakin lebar bentuk bak dapat memberikan ruang semakin luas.

Pada sekitaran tahun 90-an pengguna  “kol”  banyak bahkan sebagai alat transportasi utama masyarakat dari desa ke pusat kota. Bentuk “kol” sudah mengalami pembaruan seperti bentuk pintu penumpang bergeser disamping mobil dan bentuk lain yang lebih menunjukkan spesifikasi mobil angkutan.  Biasnya warna “kol” dibedakan sesuai dengan trayek jurusan. Seiring perkembangannya pada kurun waktu hampir 10 tahun ada kompetitor lain angkutan baru berbentuk minibus yang sering disebut bis tuyul. Memang aneh sebutan tersebut suatu saat nanti Saya akan membahas lebih lanjut.

Memasuki tahun 2000 perkembangan bidang otomotif  sangat  pesat, khususnya roda dua menggeser peran angkutan kota. Waktu operasi  “kol”  lebih singkat dari sebelumnya yaitu jam 05.00 hingga jam 21.00 berkurang dari jam 05.00 hingga jam 17.00 waktu  Pekalongan setempat. Hal ini sangat berkorelasi dengan penurunan pendapatan bahkan terancam gulung tikar khususnya bagi pengusaha angkutan kota maupun sopir angkotan sebagai mitra kerjanya.

Saya lebih penasaran asal muasal sebutan “kol” untuk model  transportasi ini. Saya belum menemukan penggalian data secara obsevasi sejarah penamaan “kol”  kepada warga masyararakat Pekalongan. Bahkan salah satu teman Saya malah menyuruh untuk menelusuri lebih lanjut sejarah nama tersebut. Mungkin diluar sana tetap ada yang bisa mengetahui jawaban secara detailnya mengenai sejarah angkutan kota di Pekalongan.

Menurut opini Saya, mengenai sejarah penamaan “kol” berawal dari sebutan sebuah merek mobil dari angkutan kota tersebut. Merek mobil angkutan kota dimulai dari perusahaan otomotif Mitsubishi dengan penamaan model mobil bak terbuka yang disebut “Colt”. Saking banyaknya model mobil “Colt” dijadikan angkutan kota  masyarakat Pekalongan mengidentikan penamaan alat transportasi tersebut. Meskipun pada akhir tahun 2000 produsen otomotif Suzuki mengeluarkan model dengan sebutan “Futura” dan juga dijadikan angkutan kota, masyarakat Pekalongan masih saja menyebutnya dengan sebutan “kol”.

Masyarakat Jawa dengan kearifan kejujuran akan lebih mengungkapkan sesuatu yang dilihatnya. Khususnya Pekalongan yang masih memudahkan penamaan apapun  termasuk penamaan angkutan kota yang menjadi kebanggaan mereka. Semoga catatan lain bisa memberi pencerahan lain yang lebih spesifik dari sumber maupun pembahasan yang lebih mendalam. Istilah “kol” menjadi sebutan kejujuran bagi masyarakat Pekalongan.







Emas Tidak Dibawa

Butiran emas yang dikumpulkan tiap bulan
Kiranya sudah membatu sebagai harta terbaik
Kau genggam karena itu membahagikan
Senyum yang kau torehkan kepada mereka
Disaat menghampiri serasa memelas
Belum berkata tentang semua yang mereka rasakan
Tanda senyum mengalihkan pembicaraanya
Terus engkau genggang lebih erat
Meski semburat kalimat agama terus kau bicarakan
Tak terasa usia terus menjadi senja
Lemah tersungkur tak berdaya
Lalu nafas mendekat tak beraturan
Menemui sang pencipta menuju keindahan
Emas yang engkau kumpulkan
Kini diperebutkan kembali oleh penerus kejayaan
Kebahagian hanya tergantung dari keikhlasan
Bebatuan emas tak menjadikan kebahagiaan

Pujaanku

Saat raut wajah masih tak terlihat oleh mata
Saat tanganku menutup sebagian yang menandai
Saat mata itu melirik tepat tertuju dihadapku
Pujaanku
Kini ada seseorang yang telah disampingmu
Menjaga dan melindungi disaat bahagia dan tangismu
Aku bersyukur semuanya itu bisa terjadi
Pujaanku
Semuanya telah engkau dapatkan
Menjadikan engkau ratu kebahagiaan
Bagi raja yang menanti ketulusan cinta
Kasih sayang serta kepolosan menjadi hadiah terbaik
Pujaanku
Aku harus merasakan kebahagiaan itu
Menatap indah kemesraan diantara kasih sayangmu
Betapa indah kebahagian itu

Friday, 28 October 2016

Berburu Wedhang Jahe Khas Padek Kecamatan Ulujami (Night Ride)

Desa Padek Kecamatan Ulujami terletak 5 km dari jalur jalan raya pantura ke arah utara. Desa Padek terkenal masih mempunyai area persawahan yang cukup luas, selain itu perekonomian masyarakat sekitar ditunjang dengan industri kecil salah satunya industri konveksi. Memang dari dahulu Kecamatan Ulujami terkenal sebagai gudang jasa konveksi pakaian jadi yang dipasok ke berbagai kawasan di Indonesia.

Tidak hanya terkenal dengan sentra industri kecil kuliner di Desa Padek sangat terkenal diantaranya minuman khasnya yaitu wedhang jahe. Ada beberapa penjual wedhang jahe di daerah ini yang rata-rata buka pada malam hari. Selain sangat pas dihidangkan sesuai waktunya ternyata masyarakat sekitar juga sudah terbiasa dengan kebiasaan bekerja lembur menjalankan mesin-mesin konveksi. Adanya alasan tersebut warung-warung kuliner malam sangat ramai dikunjungi oleh pelanggannya.


Minuman berbahan dasar jahe baik yang masih oriiginal atau berbentuk campuran seperti wedhang rondhe, wedhang tahu, wedhang jahe susu, wedhang alang-alang  maupun wedhang uwuh sangat menarik bagi Saya khususnya mengenai khasiatnya. Cita rasa aroma jahe selain bisa melegakan tenggorokan dapat juga berfungsi sebagai penghangat tubuh atau bisa menghilangkan rasa pegal jika ditambahkan daun serai sebagai pelengkapnya. Informasi adanya wedhang jahe khas Desa Padek direkomendasikan oleh teman Saya yang kebetulan berdomisili disana.

Berjarak kurang lebih 10 Km dari Wiradesa Saya bersama Om Budi memulai perjalanan gowes ke Desa Padek Kecamatan Ulujami. Selain lebih aman  dari lalu intas kendaraan besar melalui jalur desa dipilih karena lebih dekat jaraknya. Meskipun ada tantangan tersendiri disaat melewati jembatan Depok sebagai terusan Sungai Sipait Kecamatan Siwalan. Keadaan bantaran jembatan sudah kategori aman, namun kondisi malam yang banyak terpaan angin sangat terasa ditengah jembatan. Saya pun menambah kecepatan kayuhan agar sampai di desa seberang yaitu Yosorejo. 

Jalur pemukiman penduduk dengan banyak kegiatan konveksi menjadi tanda bahwa kawasan tersebut memasuki Kecamatan Ulujami.  Memang sangat kental tentang kegiatan konveksi meskipun malam hari mereka masih sibuk memutar mesin-mesin jahitnya sepertinya sangat giat dalam bekerja. Perjalanan sampai di depan rumah teman Saya Om Furqon tepatnya di Desa Pamutih dan kebetulan beliau berada dirumah. Obrolan ringan bersama diteras rumah sembari melepas lelah menurunkan heart rate dari kayuhan sepeda.


Obrolan dilanjutkan sesaat  setelah beranjak bersama  menuju Desa Padek sebagai destinasi utamanya. Jalanan desa yang masih minim penerangan sangat membuat tak percaya ada kehidupan bermasyarakat menuju desa ini. Kanan dan kiri jalan berupa persawahan orang Jawa sering menyebutnya “mbulak sawah” dan begitu gelapnya jalanan sekitar. Pertigaan pertama menuju dua jalur persawahan desa, sama-sama menunjukkan sisi suasana gelap yang tidak dapat dibedakan. Sekitar 500 meter kemudian terlihat mobil-mobil yang parkir dipinggir sawah. Suasana ini membuat lega setidaknya sudah ada tanda-tanda kehidupan masyarakat.

Disebutkan oleh Om Budi meski warung jahe ini sangat sederhana, namun penikmat wedhang jahe ini dari berbagai kalangan.  Selain masyarakat sekitar juga ternyata masyarakat luar daerah yang sengaja datang kemari merasakan sensasi hangat wedhang jahe. Suasana warung di pinggir sawah seakan sangat jauh dari keramaian masyarakat kampung sangat terasa membutuhkan pengorbanan sekedar menelusuri kawasan persawahan. Strata sosial membaur dalam suasana kehangatan jahe bersatu dalam obrolan khas masyarakat kampung seakan mereka ingin terus berlama-lama dalam suguhan gelas besar berisi ramuan wedhang jahe yang menyegarkan.

Satu persatu keadaan warung Saya perhatikan khususnya adonan meracik wedhang jahe. Pada bagian ruang peracikan  terlihat ada alat penumbuk jahe terbuat dari potongan kayu yang cukup besar. Diatas kayu terdapat batu sebesar genggaman tangan orang dewasa Saya pun menyimpukan alat ini berfungsi sebagai penumbuk jahe. Kemudian disampingnya ada ikatan daun serai yang telah siap sebagai pelengkapnya. Serasa keingintahauan Saya ingin segera berakhir, dipesannya 3 porsi wedhang jahe kepada ibu penjualnya. Kolaborasi yang begitu kompak antara bapak dan ibu penjualnya. Bapak yang segera menumbuk jahe sedangkan ibu menyiapkan berbagai bahan tambahannya seperti susu kental manis, daun serai dan gula aren. 


Tak terasa pesanan sudah sampai di hadapan kami, gelas besar bersama potongan jahe disandingkan daun serai sebagai pengaduk rempah jahe didalamnya. Terasa begitu kental aroma jahe disaat sendok diangkat terasa berat ternyata didalam gelas hampir penuh tumbukan jahe. Hanya adukan kecil memutar agar campuran bahan larut agar bisa segera dinikmati. Warna wedhang telah berurbah agak berwarna putih terlihat komposisi susu sudah menyatu bersama tubukan jahe dan gula aren.  Rasa mendasar jahe yang terasa pedas sampai kerongkongan tekstur susu agak hilang sedangkan manisnya gula aren tidak begitu terasa namun aroma wangi aren semerbak menambah selera. Perpaduan yang sangat cocok dengan mempertimbangkan rasa jahe yang lebih dominan. Dalam hati terus bergumam sayang jarak warung ini yang tidak dekat dengan tempat tinggal Saya yang tidak bisa diulangi dalam tiap kesempatan.


Obrolan terus berlanjut hingga malam  disaat wedhang jahe akan segera habis masih ada tambahan air panas yang disediakan, masih tidak berkurang rasa pedas jahenya. Semakin ditambah air jahe didasar akan terus menambah rasa pedasnya. Sangat pantas jika pelanggan membutuhkan waktu menikmati wedhang jahe sekitar satu jam untuk menikmatinya.

Ada ketulusan yang dimiliki oleh ibu dan bapak penjual wedhang jahe ini, mereka tidak membedakan pelanggan dengan apa dan siapa pembeli itu datang. Seakan mereka menutup mata arti kasta sosial hanya keuletan dan selalu fokus dalam meramu segelas wedhang jahe untuk dipersembahkan kepada pembeli yang budiman. Waktu terasa sudah menuju ke pertengahan malam, saat itu pula Saya segera mempersiapkan diri untuk pulang. Efek badan terasa hangat mulai Saya rasakan disaat perjalan gowes dan  semoga suatu saat bisa bersua kembali.






Undercover Pemuda Pesisir

Sudah terlalu sering Saya melihat kejanggalan yang biasanya hadir di pagi hari. Setiap Saya akan keluar dari komplek perumahan sering menemukan sampah sachet obat batuk cair berserakan seperti bekas penyalahgunaan obat yang dijual bebas. Banyak sekali pertanyaan dari diri Saya dan juga pastinya Saya harus mencari jawabannya, meskipun hasilnya ada banyak keterbatasan yang belum bisa Saya paparkan. Keingintahuan tersebut harus ditelusuri pelakunya kemudian alasan demikian itu bisa terjadi serta lebih spesifik tentang isi obat batuk cair yang menjadi media penyalahgunaan obat. 

Hal yang paling awal dirunut sesuai kronologi kejadian, bertempat di jalur keluar masuk penghuni salah satu komplek perumahan di Wiradesa yang merupakan jalur satu sebagai akses utama. Jalan dengan panjang 50 meter dan lebar kurang lebih 10 meter kemudian ditengah jalan terdapat taman pembatas jalan yang dijadikan tempat kongkow mereka. Sinar lampu penerangan disekitar jalan tidak sampai menerangi sampai ke bagian bawah. Keadaan ini akibat banyak pepohonan yang tumbuh rindang sehingga pada bagian bawahnya dapat dijadikan tempat bersandar dan sama sekali tidak mendapatkan sinar lampu penerangan. Tentunya ini menjadi daya tarik mereka para remaja yang identitasnya tidak ingin diketahui oleh siapapun yang melewatinya. Tak jarang Saya menemui kondisi remaja putra maupun putri juga berada disekitar jalan tersebut. Saat Saya melewati dan mengetahui adanya mereka berada di pinggir jalan. Dari batasan pandangan Saya mereka tidak melakukan kejadian yang melampui batasan norma, namun selanjutnya Saya tidak menjamin semua itu terjadi dangan kondisi yang sama.

Waktu kejadian pesta penyalagunaan obat biasanya dilakukan malam hari diatas jam 22.00 WIB. Akan tetapi mereka sudah berada di TKP pada jam 20.00 WIB. Pada waktu tersebut sering dijumpai kerumunan remaja bertemu bercanda bersama teman sebayanya. Pada jam tersebut aktivitas masyarakat perumahan sering keluar masuk komplek tak jarang kerumunan mereka sering mengganggu pengguna jalan lainnya. Mereka juga sangat rapi menyembunyikan aksinya dalam memilih  waktu pesta yaitu diatas jam 22.00 WIB. Memang pada jam tersebut jalur ini sudah mulai lengang dari pengguna. Mereka biasanya meminum obat batuk cair dengan  lebih dari 10 sachet sekali minum. Itupun belum jika dirasa belum sampai titik halusinasi, mereka akan menambah jumlah obat batuk cair yang diminum. Tidak hanya itu, minuman keras sering juga dikonsumsi yang sudah dipindahkan ke dalam plastik. Sehingga kecurigaan warga perumahan tidak mengetahui adanya pesta ala remaja ini. 

Kandungan obat batuk cair menurut data yang Saya lansir dari www.komposisiproduk.com menjelaskan bahwa dalam tiap sachet berupa Guaifenesin 100 mg, Dextromethophan HBr 15 mg dan Chlorpheniramine maleate 2 mg. Dari paparan komposisi tersebut Saya lebih tertarik membahas tentang Dextromethrophan yang lebih berfungsi sebagai obat batuk. Banyak kejadian korban sebagai penyalahgunaan pil Dextro terutama kalangan remaja. Respon tanggap dari pemerintah sudah melarang perdagangan pil Dextromethophan dijual bebas di apotik melalui peraturan BP POM pada tahun 2014. Setidaknya cara tersebut dapat mengurangi tingkat korban penyalahgunan pil Dextro. Bagi konsumen tidak kehabisan akal dalam menyikapi kebijakan yang diberlakukan pemerintah, ada cara lain yang ditempuh salah satunya mencari obat bebas yang mempunyai kandungan Dextromethophan.

Sifat dari Dextromethophan dapat menekan batuk pada dosis yang dianjurkan pada fase aman tersebut pil ini bekerja pada sistem pernafasan manusia.  Lain halnya apabila dikonsumsi melebihi batas aman yang direkomendasikan, atau lebih familiar disebut over dosis akan bisa menekan syaraf otak yang menyebabkan penggunanya akan merasa “melayang atau fly”. Saya pun berusaha mencari sumber lain mengenai batasan dosis tidak aman yaitu diatas 100 mg sekali minum. Artinya jika ada pengguna obat batuk cair lebih dari 10 sachet berarti telah mengkonsumsi 150 mg, pantas saja efek “melayang” sangat kemungkinan bisa terjadi.


Motif kenakalan remaja yang patut menjadi tanggung jawab bersama. Saya pun berusaha mempelajari penyebab dari peyalahgunaan obat batuk cair tersebut. Untuk sekarang ini ada tren menarik sebagai peningkatan pamor sebagai pemuda yang hobi kebut-kebutan di jalanan dengan berbagai modifikasi motor ada kebiasaan negatif dengan melakukan penyalahgunaan obat. Meski bukan seperti narkoba namun bisa menjadi gerbang awal pengenalan masuknya jaringan narkoba dengan dalih peningkatan dalam hal materi obat konsumsinya. Sudah menjadi tanggung jawab bersama dan masyarakat pun perlu diberi pengetahuan khususnya para pedagang di toko kelontong atau sejenisnya jangan pernah memberikan celah kepada pemuda khususnya para remaja disaat mereka membeli obat batuk cair dalam jumlah banyak perlu diselidiki ada berbagai kemungkinan diantaranya paling buruk yaitu disalahgunakan.  Semoga semuanya itu bisa memberikan pelajaran bagi masyarakat khususnya orang tua dan guru yang harus benar-benar memperhatikan pergaulan anak-anaknya.


Wednesday, 26 October 2016

"Jago Melu Babon" Megono Pincuk

Dharma masih menunggu Angger yang masih membeli nasi megono di Lek Siru seberang kanan jembatan. Yatmi yang masih nyuci pakaian disamping rumah terus saja menikmati pagi. Dharma kala itu memang masih merasakan capeknya berdagang agaknya malas beranjak dari kursi panjang di teras rumah.

“Angger…kok ndak keliatan? dimana Mbok?”, tanya Dharma kepada istrinya Yatmi.
“Masih tak suruh buat belikan sarapan megono di Lek Siru”,
“Apa sudah sekalian suruh beli tempe goreng dan bakwan kesukaanku Mbok?”, tanya kembali Dharma.
“Iya Pakne...sekalian tak suruh belikan tapi ya jangan berharap cepet sampai, wong sudah siang sekarang, mesti yang beli juga banyak”,

“Ya Mbok,..ora popo yang penting bisa sarapan”.
“Lho…kenapa Mbok nyuci pagi-pagi, biasanya nunggu nanti jam 9?”, Dharma sembari melihat Yatmi di samping rumah.
“Lha kalau nanti siang waktunya udah ndak nyukup buat kegiatan lain”.
“Terus nanti siang mau kemana?”
“Nanti siang mau kondangan Lek Warti yang sedang mantu”.

“Ohh…Lek Warti mantu? Anak yang ke berapa?”
“Anak yang bungsu sendiri’.
“Lek Warti masih saudaramu kan ya, Mbok?”
“Iya…masih ada saudara dari mbahnya”, jawab Yatmi sembari meneruskan cuciannya.
“Dapat mantu orang mana Mbok?”
“Katanya sih…teman sekuliahnya dulu”,
“Ohh…paling nanti ikut ke sini mantunya”
“Kok Pakne bilang gitu?”tanya Yatmi sembari memeras pakaian.
“Lha memang benar tho ya… !”
“Rata-rata masyarakat Pekalongan khususnya perempuan enggan tinggal serumah dengan keluarga laki-lakinya”, sembari melengos Dharma meragukan keadaan  mereka

“Hussshh…apa sih Pakne”,
“Kok tau banget masalah begitu”
Yatmi memberi peringatan kecil kepada Dharma

“Lha iyaa… coba tengok tetangga kita ini banyak laki-laki yang ikut dengan keluarga istrinya”
“Meskipun nantinya akan misah tidak satu rumah dengan mertuanya”                   
“Sepertinya perempuan di Pekalongan belum siap mengalami gejolak berumah tangga dengan orang tua suaminya”,
“Kalaupun ada perempuan yang mampu hidup bareng mertuanya, berarti memang tangguh secara mental dan itu terasa berat”, Yatmi terdiam sejenak seakan melebur dalam pembicaraan yang menarik.


“Ya bukannya begitu Pakne biasanya ada penyebab lain kan yang menjadi alasan perempuan sini lebih memilih menetap dengan orang tuanya. Mungkin kalau tinggal serumah dengan keluarga laki-lakinya masih merasa risih karena saking banyaknya anggota keluarga”,

“Tapi terlepas dari semua itu Mbok rata-rata laki-laki Pekalongan juga memaklumi adanya. Serasa tidak ada pilihan lain untuk tinggal satu atap bersama keluarga dari istrinya”.
“Yaa…benar ya Pakne…tapi biarlah memang kenyataannya begitu disini”,
“Ya biarlah lha wong kita juga gak mau ikut campur masalahnya mereka kok”,
“Hanya saja Aku bicara sendiri denganmu Mbok..”
“Laki-laki asal Pekalongan lebih bisa legowo dengan pasangannya disaat mereka benar-benar belum bisa berpisah dari keluarganya”,
“Iya Pakne… Nyatanya satu gang saja memang sebagian besar suaminya yang pendatang”.

“Kok sampe segitunya Pakne mikirin kebiasaan masyarakat Pekalongan?”
“Ya pengen ngitung aja kemampuan mental perempuan ngadepi persoalan rumah tangganya”.
“Terus kesimpulannya apa Pakne?
“Kok tanya kesimpulan?memang Aku ceramahi kamu Mbok?”
“Ya aku kira begitu”.

“Dari omongan tadi Mbok bisa ambil kebaikan dari kebiasaan masyarakat Pekalongan ndak?”, tanya Dharma
“Ada sih jadi perempuan harus lebih mandiri bisa membiasakan dan menyabarkan polah tingkah keluarga dari suami, meski idealnya harus hidup mandiri”.
“Lha itu bisa Mbok…nyimpulin masalah hidup?”
“Halah Pakne…Aku gini karena laper bisa mikir kalau udah kenyang hawanya ngantuk”.
“Berarti pagi ini untung ya Mbok belum makan, otakmu juga belajar mandiri”
“Hehehe…”

Sembari senyum-senyum Dharma masuk rumah sementara Yatmi masih melanjutkan nyucinya di samping rumah.
 foto: google

Tuesday, 25 October 2016

Dharma Wongso "Nguli" di Emper Kampus


Menjelang siang di depan kampus Dharma bersanding dengan kawannya Wongso teman berbeda jurusan. Dharma masih menggunakan baju hijau polos bersama tas punggung. Serasa sembari membawa kumpulan kertas foto kopian sepertinya materi kuliah yang akan dipelajari
“Gimana kuliah hari ini kapan mulainya?”sapa Dharma sembari duduk ditrotoar depan kampus.
“Oh…hari ini dua jam mata kuliah sudah selesai tadi jam sebelas, terus kamu gimana?”
“Aku hari ini nunggu dosennya mau konsul, tapi jam sekarang masih ngajar, tuh di ruang kuliah sebelah”.
“Kamu sedang skripsi kan? “
“Sampai bab berapa tentang skripsimu?
“Bodo amat mengenai skripsi yang sedang Aku garap, tetep jalani apa yang diperintahkan, serasa capek konsal-konsul mulu”, gumam Wongso kepada Dharma.
“Memang, susah So…ngerjain skripsi?”, tanya Dharma kepada Wongso.
“Dibilang susah ya susah…dibilang mudah ya mudah, tinggal niatnya ngejalaninnya”
“Terus niatmu ngerjain skripsi ada masalah?”, lekas Dharma meninggalkan sejenak sambil memesan batagor disampingnya.
“Bentar ya So…pesan batagor dulu!” ucap Dharma dan segera menghampir kembali
“Kalo aku dari awal sih kuliah yang pertama cuma nurutin orang tua biar mereka seneng aja, kalau anaknya bisa kuliah seperti teman-tamannya di kantor”.
“Terus km jalaninnya gimana?”
“Ya kaya gini hanya sebatas jasad dan ilmu masih sebatas angka-angka yang tiap semester diberikan kepada orang tua”
“Ooohh… tapi nilaimu cukup membuat orang tuamu senang?”
“Yaa begitulah, gini-gini gaya slengean aku bisa diandelin, tapi semuanya gak bikin aku berlebihan”
“Bagus So…Aku salut liat kamu”
“Salut napa?”
“Meski kamu hobi keluar malem, asoy geboy bareng temen-temenmu ternyata otakmu encer juga ya”
“Encer gimana?” Tanya Wongso kepada Dharma.
“Yah bisa diandelin lah kalau menurut akademi nilai menjadi tolok ukur”
“Hahahaa....mereka itu hanya aku tipu dengan nilai-nilai yang aku peroleh”
“Lha kok km bilang gitu? Maksudnya nipu, kamu nyontek pas ujian?”
“Boro-boro nyontek kalo dicontekin ya mungkin iya, Aku juga heran dengan teman didepanku pas ujian”,
“Jawabanku sendiri ndak tau benar atau salah, kok masih dicontek”
Pak Seno datang sembari membawa 2 porsi batagor memecah pembicaraan mereka.
“Ayo So…sambil dimakan batagornya”
“Oya kembali ke yang tadi Aku belum maksud tentang jawabanmu tadi kok bisa-bisanya kamu nipu dosen?”
Sembari tersenyum kecil Wongso serasa menyimpan makna
“Kuliah itu hanya sebatas standarisasi penilaian tentang bidang tertentu yang selalu dibatasi”
"Manusia belajar bisa kepada ayat-ayat alam, hewan, lingkungan dan paradigma belajar jangan dibatasi sekedar pembelajaran formal"
“Yang pencapaiannya hanya nilai bahkan attitude itu masih tergantung dari asal dan lingkungan dari masing-masing mahasiswa”
“Jadi yang diinginkan kampus ya hanya pencapaian nilai dan pembelajaran perilaku itu mutlak tergantung mahasiswanya”.
“Kok tumben kamu So, punya pikiran sampai segitunya, lantas setelah sidang skripsi nanti rencanamu mau kerja apa?”
“Kalau kamu bilang kerja berarti secara tidak langsung ijasah menjadi alat dong untuk bekerja?”
“Ya iyalah…kita kan cowok paling tidak ya berusaha nyari kerja setelah kuliah”
“Kembali ke topik awal bahwa sebenarnya Aku kuliah hanya sebatas menuruti orang tua”
“Terutama kemaren pas ujian tes hanya jurusan sekarang ini yang jarang peminatnya sehingga Aku bisa masuk”
“Nyawa selama kuliah pun hampir tak ada, Aku masih tetap semangat kuliah bahkan tidak ada kamus untuk bolos. Dengan seperti ini Aku sudah bisa membahagiakan orang tua”
“Ini lagi....kamu tanya yang aneh-aneh belum wisuda sudah tanya nanti mau kerja apa?”
“Hahahaaa….hahaha…” Dharma tertawa sembari melepas dahaga es teh di depannya.
“Kamu tuh memang aneh So pikiranmu beda sama temenl lain”, lanjut Dharma.
“Lhoo..lha iyaa bener….aku tho ya…kuliahku bukan pendidikan vokasi ya output nya bisa beraneka macam jadinya”
“Kalau kamu memang butuh jawaban sekarang agar kamu tidak penasaran ya aku jawab”
“Semisal nanti Aku lulus kuliah terserah Tuhan akan menempatkan semisal menjadi tukang sampah pun tetap Aku jalani apa adanya, apa ada hubungan mengenai kuliah tentang pekerjaan? Nggak juga kan? Yang penting substansi kualitas hasil pekerjaan serta kehalalannya“
Dharma semakin menciut mendengar jawabannya Wongso
“ Kamu memang top So, pokoknya nanti kalau kamu lulus dulu terus ada info pekerjaan Aku dikabari ya”.
“Owalah…tinggal ngomong dari awal nanti mau ikut kerja bareng gitu saja banyak tanya muter-muter sampai keblinger”
“Hahahaaa…. Guyon So…jangan ambil hati…”
                                                  
                                                foto:google